Semalaman sudah Jaka Lelana tak sadarkan diri. Paginya, ketika membuka mata, dia telah menemukan diri berada di ranjang bersama Dyah Puspitasari hingga sontak terkejut, lantas beralih dari merebah ke posisi duduk."Apa yang terjadi?" tanyanya.Sewaktu mengedarkan pandangan ke sekitar, dia melihat pakaiannya berserakan di lantai, begitu juga dengan kemban serta kain jarik milik Dyah Puspitasari. Namun, meski begitu sang Pangeran tidak percaya jika dia telah melakukan sesuatu yang hina apa lagi kepada panglima wanita tersebut."Tak mungkin!"Seketika dia menoleh Dyah Puspitasari. Pada saat yang sama, wanita tersebut terbangun dari tidur, bahkan berpura-pura syok karena melihat kondisinya yang hampir telanjang bulat. Bergegas, dia menyilangkan tangan di dada sembari memasang wajah bersedih seakan-akan Jaka Lelanalah yang paling berdosa. Akan tetapi, sang Pangeran justru menatapnya benci. "Apa yang kau lakukan di kamarku?" Tanpa diduga, Dyah Puspitasari kembali berdrama. Kali ini matan
Kabar tentang Jaka Lelana begitu cepat menyebar ke berbagai penjuru negeri, Istana Panjalu pun telah mendengar rumor tersebut sehingga Larasati serius dalam memikirkannya. Bagaimana pun gadis itu masih mencintai Jaka Lelana, tetapi yang dia tidak percaya, sang Pangeran telah melakukan perbuatan tidak senonoh dengan Panglima Perang Dyah Puspitasari. Di kala hati Larasati hancur akibat prasangka sendiri, Maulana Ngali datang dan menghentikan langkah tak jauh di belakangnya. "Apa Dewi Putri yakin yang Dewi Putri dengar benar?" tanyanya.Bukannya menjawab, Larasati malah terdiam, dan berusaha menyembunyikan kegalauan dari sang Ulama. Walau semua sia-sia, sebab gurunya itu telah mengetahui permasalahan yang ada."Sejauh mata memandang, Dewi tak akan menemukan apa pun,” tutur Maulana Ngali. “Cobalah gunakan batinmu.”Pun sang Ulama mengayunkan tungkai lebih dekat pada Larasati, lalu mengarahkan sebelah telapak tangan ke kepala gadis itu hingga seketika cahaya silau membuka penglihatannya.
Hampir satu purnama sudah Jaka Lelana tidak pulang ke Istana Karpala. Pria berpakaian cokelat itu lebih memilih tidur di tengah hutan belantara, pada perut Naga Cemani yang sedang melingkarkan diri. Makhluk gaib bersisik hitam keemasan tersebut merupakan peliharaan kesayangan sang Pangeran yang amat setia. Meski tak selalu bersama, ikatan yang terjalin di antara mereka berdua begitu dekat.Riuh suara bertiup dari pepohonan sehingga Cemani terbangun dengan bola mata bergerak melirik ke sekitar, sementara si tuan masih terlelap dan sama sekali tak terusik. ***Sang Dewi***Siang itu, Larasati yang telah koma selama enam hari, akhirnya membuka mata. Gadis berkemban putih tersebut segera beralih dari merebah ke posisi duduk sembari menyentuh kening. Pun seorang guru pengobatan segera datang menghampirinya, sedangkan tabib yang lain bergegas pergi untuk melapor pada sang Raja."Putri, Putri sudah sadar.” Pria tua berpakaian abu itu merasa sangat lega, lantas segera memeriksa denyut nadi di
Karena diminta oleh Raja Jayabhaya, lagi-lagi Larasati terpaksa harus mengantarkan sendiri ramuan untuk Jaka Lelana yang berada di taman istana. Sewaktu Larasati melangkah menghampirinya, pria tersebut sedang berdiri sembari memandangi kolam teratai, di mana ada banyak angsa berenang di sana. Dalam lamunan, sang Pangeran memikirkan bagaimana cara mengatasi masalah pernikahannya dengan Dyah Puspitasari."Ayah memintaku memberikan ini padamu," kata Larasati.Dengan demikian, Jaka Lelana menolehnya, lantas mengambil minuman dari nampan untuk kemudian diletakkan ke meja batu. Seketika itu, Larasati pun berbalik, tetapi sebelum sempat mengayunkan tungkai, Jaka Lelana telah lebih dulu menyambar tangannya sehingga gadis itu langsung menghentikan gerakan."Duduklah sebentar, dan temani aku minum," pinta Jaka Lelana.Mau tidak mau, Larasati kembali berhadapan dengan sang Pangeran, selain memasang wajah masam, sorot matanya juga masih menyiratkan kekecewaan. Meskipun begitu, setelah Jaka Lelana
Karena telah menjadi Penasihat Raja, Maulana Ngali mengambil alih perpustakaan yang sebelumnya milik Empu Sedah. Sembari berdiri, ulama tersebut membuka sebuah dokumen berisi tatanan kerajaan. Tiba-tiba, Jaka Lelana melangkah memasuki ruangan, lantas menyatukan kedua telapak tangan sembari menunduk."Lelana, kau sudah sampai istana.” Maulana Ngali berbalik untuk berhadapan dengan si murid. "Maaf, Guru, baru mengunjungi Anda sekarang," ucap Jaka Jaka Lelana.Pun sang Ulama mengulas senyum sebelum menaruh dokumen ke rak. "Tak masalah.”"Guru mengurus tugas kenegaraan?" Jaka Lelana sedikit terkejut.Perlahan tangan kanan Maulana Ngali menghitung zikir sir menggunakan untaian tasbih. "Posisi penasehat kosong, Raja memintaku membantunya." "Ini akan sedikit berbeda dengan tugas kenegaraan di Kerajaan Mekah, tempat Guru berasal,” kata Jaka Lelana."Tak masalah, bagaimanapun aku tetap seorang Pangeran,” ungkap sang Ulama. “Aku memahami tatanan negara sebelum melepas statusku dan menjadi seo
Cuaca begitu panas, terik matahari berada di tengah bayangan, bahkan pemandian putri telah diisi oleh tawa renyah para bidadari warna. Mereka sedang berendam di dalam sendang, asyik saling menyiramkan air ke satu sama lain, sampai-sampai tidak menyadari kedatangan Larasati yang menggeleng kepala sembari terus melangkah turun dari undak."Kalian, bisakah kalian pergi dari sana!" usir Larasati. Para bidadari segera menolehnya hingga seketika naik dari kolam dan menyatukan kedua telapak tangan dengan posisi kepala menunduk."Salam, Putri." Salam, Putri."Tanpa berbasa-basi, Larasati memberi titah, "Pergilah, aku ingin mandi!" Bidadari berpakaian kuning mengangkat wajah. "Saya perlu menggantikan pakaian Putri.""Aku bilang pergi, tinggalkan tempat ini!” bentak Larasati.Cepat-cepat bidadari kuning mengangguk. "Baik, Putri." Ketika makhluk abadi tersebut mengibaskan tangan kanan untuk membersihkan air pemandian dengan kekuatan adikodratinya, yang lain telah terbang dan menghilang. Di
Mencinta Panji Asmara Bangun bagai menggenggam dua mata pisau bagi Anggraeni. Selama ini dia mampu bertahan dengan berbagai siksaan, berharap hati Raja Lembu Amijaya dan Permaisuri luluh. Namun, ternyata lagi-lagi mereka merencana niat jahat, yang baru disadari oleh Anggraeni ketika telah sampai hutan. Meski dirundung pilu, Anggraeni masih bisa tersenyum. Keyakinan bahwa sang Panji tak akan pernah datang terbesit dalam sanubari wanita berkebaya cokelat itu, bahkan mungkin kerinduannya pada sang Pangeran kali ini tak dapat terobati, karena hasrat bertemu kekasih hanya dijadikan tipu muslihat keluarga Kerajaan Kadiri. Kini Anggraeni memilih menghadapi kematian sendiri.Air mata tak henti membasahi pipi seputih kapasnya. Sewaktu anak panah melesat cepat dari arah belakang, Anggraeni menutup mata. Sepenuh jiwa raga telah dia kuatkan agar sanggup menerima kenyataan saat harus menjadi korban pernikahan politik sang suami, Panji Asmara Bangun dan Dewi Sekartaji. Seketika jantungnya tertemb
Upacara pernikahan Pramesti berlangsung sangat meriah, dihadiri oleh para raja dari berbagai kerajaan, baik kerajaan kecil di bawah kepemerintahan Kahuripan atau kerajaan sahabat. Para dayang berlalu lalang mengantar makanan untuk menjamu para tamu, sedangkan di dekorasi pengantin telah duduk bersimpuh Pramesti dan Astradharma. Keduanya saling menjaga sikap masing-masing, tak lain karena menjadi pusat perhatian semua orang. Di tikar permadani, Larasati duduk bersimpuh bersama Sasanti. Tak jauh dari mereka di tempat terpisah ada Jaya Amijaya yang juga menemani sang Putra Mahkota Sarweswara. Sementara itu, Raja Jayabhaya sendiri menempati posisi singgasana bersama Permaisuri Sara, keduanya didampingi oleh Perdana Menteri Buta Locaya dan Panglima Tunggul Wulung yang duduk menghadap kepada para tamu. "Laras Dewi ... selalu menyulitkan saya, dia bertanya yang tidak seharusnya dia ketahui," kata Jaka Lelana. Di hadapannya duduk Maulana Ngali yang tersenyum memperhatikan kedua penganti