Home / Fantasi / Sang Dewi / Bab 57: Pernikahan Pramesti dan Astradharma

Share

Bab 57: Pernikahan Pramesti dan Astradharma

last update Huling Na-update: 2024-07-19 07:14:43

Upacara pernikahan Pramesti berlangsung sangat meriah, dihadiri oleh para raja dari berbagai kerajaan, baik kerajaan kecil di bawah kepemerintahan Kahuripan atau kerajaan sahabat.

Para dayang berlalu lalang mengantar makanan untuk menjamu para tamu, sedangkan di dekorasi pengantin telah duduk bersimpuh Pramesti dan Astradharma. Keduanya saling menjaga sikap masing-masing, tak lain karena menjadi pusat perhatian semua orang.

Di tikar permadani, Larasati duduk bersimpuh bersama Sasanti. Tak jauh dari mereka di tempat terpisah ada Jaya Amijaya yang juga menemani sang Putra Mahkota Sarweswara.

Sementara itu, Raja Jayabhaya sendiri menempati posisi singgasana bersama Permaisuri Sara, keduanya didampingi oleh Perdana Menteri Buta Locaya dan Panglima Tunggul Wulung yang duduk menghadap kepada para tamu.

"Laras Dewi ... selalu menyulitkan saya, dia bertanya yang tidak seharusnya dia ketahui," kata Jaka Lelana.

Di hadapannya duduk Maulana Ngali yang tersenyum memperhatikan kedua penganti
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

  • Sang Dewi   Bab 58: Bayangan yang Lain

    Seorang abdi menyodorkan gulungan lontar, yang lantas diambil Jayabhaya. Begitu membaca isi tulisan dalam bahasa kawi itu, sang Raja begitu terkejut. Tak lain karena kabar buruk yang disampaikan Jenggala sangat buruk. "Raja Lembu Amiluhur mengatakan bahwa setelah mendengar kematian Anggraeni, Dewi Sekartaji pergi meninggalkan istana. Putri menolak keras pernikahannya dengan Pangeran Inu Kertapati, bahkan meminta agar Kahuripan membatalkan saja. Karena dia merasa sangat dipermalukan,” jelas Jayabhaya yang lantas menarik napas sengal. “Membunuh Anggraeni adalah tindakan gegabah. Meski Jenggala membenci dan menuntut keadilan atas pernikahan Pangeran Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji, tidak seharusnya Anggraeni diperlakukan secara tidak manusiawi.” “Masalah ini telah menimbulkan konflik baru yang membuat hubungan Panjalu dan Jenggala semakin memanas." "Bagaimana pun Kuda Wanengpati telah menjadi gila, itu cukup membuktikan bahwa Pangeran sangat mencintai Anggraeni," komentar Buta L

    Huling Na-update : 2024-07-20
  • Sang Dewi   Bab 59: Cinta Dyah Puspitasari

    Sesampainya di Karpala, Jaka Lelana langsung memasuki istana. Di mana sedang terjadi rumor antara dirinya dan Dyah Puspitasari, bahkan ketika melangkah menuju aula, tak sengaja dia melihat Wareng berbicara dengan Lokasura."Lokasura, adikmu sampai pergi ke hutan. Kenapa kau tidak membujuknya untuk pulang?" tanya Wareng.Akan tetapi, Lokasura justru bersikap angkuh dengan mendongakkan dagu. "Apa peduliku, itu bukan urusanku!" "Lokasura, dia adikmu," tegas Wareng."Semua masalah ini terjadi karenamu, kau tak berusaha menghentikannya."Kali ini Lokasura menatap acuh tak acuh mantan Perdana Menteri Karpala tersebut. "Terserah Ayah saja. Aku hanya mengikuti perintah Raja, bukan Ayah." Wareng menggeleng kepala karena tidak mengerti dengan cara berpikir Lokasura, sedangkan Jaka Lelana segera berbalik dan melangkah cepat menuju ke hutan. Ada kekhawatiran yang tersirat di wajah sang Pangeran kala memikirkan Dyah Puspitasari, apa lagi di luar turun hujan.***Tujuh hari sudah Dyah tak beranja

    Huling Na-update : 2024-07-20
  • Sang Dewi   Bab 60: Masa Kecil Dyah Puspitasari

    Setiba di halaman rumah, Wareng disambut oleh sang istri yang sedang memilah beras pada sebuah tampah. Walau sempat terkejut saat melihat Wareng pulang dengan membawa sesuatu yang dibedung, tetapi kemudian Dasima melangkah menghampiri"Seorang bayi?" Wanita berkemban itu mengamati Dyah Puspitasari.Wareng sendiri tanpa ragu menjelaskan, "Ya, aku menemukannya di dalam hutan. Mulai sekarang dia akan menjadi anak kita." "Aku akan merawatnya dengan baik,” balas Dasima sembari tersenyum menoleh suaminya itu.Dari dalam rumah, Lokasura kecil berlari kegirangan ke hadapan Wareng. Namun, sewaktu mengetahui sang ayah menggendong bayi berwajah aneh, dia menjadi bergidik."Ayah, bayi apa ini? Kenapa mengerikan sekali!" celetuknya. Seketika Wareng menggeleng. "Lokasura, tidak boleh begitu, mulai sekarang dia akan menjadi adikmu. Kau harus bersikap baik padanya.”"Apa? Bayi mengerikan ini, adikku?" Mata Lokasura kecil membelalak menatap sang ayah. "Kalian saja! sampai kapan pun aku tidak mau me

    Huling Na-update : 2024-07-21
  • Sang Dewi   Bab 61: Di Antara Dua Hati

    Demam di tubuh Dyah Puspitasari makin tinggi sehingga dia mengigau. "Pangeran!" lirihnya sembari menggeleng-gelengkan kepala.Sementara itu, Jaka Lelana dan Wareng masih menikmati kopi mereka di ruang tamu. Saking asyiknya mengobrol, kedua pria tersebut sampai tidak menyadari dengan apa yang terjadi pada Dyah Puspitasari. Kenangan di masa kecil singgah dalam mimpi sang Panglima. Kala itu, anak-anak para pejabat kembali mengganggu Dyah Puspitasari dengan menyiramkan pasir ke kepala anak kecil berambut terurai itu. Tangis si Dyah adalah kebahagiaan bagi mereka."Aku sudah mengatakan padamu, pergi dari sini, tapi kau masih juga tak mendengarku! Salahmu sendiri!" maki Lokasura seraya membuang wajah."Dasar cengeng!" "Dia sudah buruk rupa, berdiam diri semakin membuatnya terlihat seperti Arca Dwarapala!" tunjuk seorang anak perempuan yang lantas tertawa saat menoleh teman-temannya.Air mata berlinangan membasahi pipi Dyah Puspitasari, bahkan walau tidak tahan lagi masih tak beranjak dar

    Huling Na-update : 2024-07-21
  • Sang Dewi   Bab 62: Pertunangan Jaka Lelana dan Dyah Puspitasari

    Sejenak kedua pasang mata saling menatap, Jaka Lelana tersenyum pada Dyah Puspitasari, begitu juga sebaliknya, sebelum mereka bergandengan tangan dan melangkah memasuki gerbang Istana Karpala. Di malam purnama itu, Jaka Lelana harus melalui prosesi pertunangan yang panjang dengan Dyah Puspitasari, membuat para hadirin terharu karena menyaksikan mereka berdua mengasihi satu sama lain. Cinta yang diberikan sang Pangeran begitu nyata bagi Dyah Puspitasari, sampai-sampai wanita itu tak dapat melukiskan betapa bahagianya dirinya.***Keresahan meliputi hati Larasati ketika dia sedang memacu cepat kudanya menerobos Hutan Asmarantaka. Cinta yang begitu dalam serta rasa rindu yang menggebu membuatnya ingin segera sampai dan bertemu dengan sang pujaan hati. Namun, di tengah jalan dia dikepung segerombolan perampok yang tiba-tiba mengadang, bahkan sebagian dari mereka membawa golok.Seketika Larasati menarik tali kekang hingga kuda mengangkat kaki depan saat menghentikan langkah. "Serahkan s

    Huling Na-update : 2024-07-22
  • Sang Dewi   Bab 63: Menelan Kekecewaan

    Pagi menjelang, sang surya mulai menyinari jagat raya, cahayanya menembus kegelapan hutan seiring kicauan burung-burung di pepohonan. Pun embun pagi dari dedaunan menetes ke pipi putih Larasati sehingga perlahan gadis itu membuka mata, lantas menggeliat seraya menoleh ke sekitar Namun, ternyata sang Dewi sudah tak ada."Rupanya dia sudah pergi." Dengan segera Larasati menyambar pedang di sebelah kanannya untuk kemudian berdiri, tetapi baru saja akan melangkah, ada silau cahaya yang membuat dia menghentikan ayunan tungkai serta harus menghalangi pandangan.Sebias cahaya turun dari langit, lalu menjelma menjadi sesosok pria tua yang melayang di udara. Pria tersebut mengenakan pakaian layaknya abadi tinggi istana langit. Pun Larasati terpaku ketika mengintip sampai-sampai menurunkan tangan kanan dari depan mata. "Siapakah kau ini?" tanyanya."Aku Dewa Narada. Apa kau tak bisa mengenaliku?" Sang Dewa menjadi heran. Dengan angkuh, Larasati meninggikan sebelah alis. "Oh, rupanya kau Nara

    Huling Na-update : 2024-07-22
  • Sang Dewi   Bab 64: Cobaan Hidup Sang Awatara

    Mendung gelap, kilatan petir serta guntur pun menyapa. Meski begitu, Larasati tak berhenti memacu kuda hitamnya menuju Panjalu. Sepanjang perjalanan hanya kenangan manis sang Pangeran yang memenuhi pikiran gadis tersebut, sampai-sampai membuat air matanya jatuh ke pipi, lantas menyatu dengan tetesan hujan.Waktu terus berjalan siring sinar matahari yang mulai memecah cakrawala pada keesokan pagi. Ketika itu, Larasati baru sampai di Panjalu kembali sehingga mulai melangkah memasuki halaman istana. Namun, betapa terkejutnya dia setelah mendapati semua orang sedang berkumpul, lebih-lebih saat melihat Pramesti menangis. Larasati makin tak mengerti karena Jaya Amijaya dan Sarweswara menatap penuh kebencian, bahkan Dewi Sara juga bersedih hati. Hanya sang Raja Jayabhaya yang masih begitu tenang menyikapi walau emosi, sementara Maulana Ngali justru tersenyum menoleh kedatangan gadis tersebut.Tanpa menunda lagi, Larasati langsung melangkah cepat ke kerumunan. “Apa yang terjadi?” tanyanya.Ak

    Huling Na-update : 2024-07-23
  • Sang Dewi   Bab 65: Kuda Wanengpati

    Sembari duduk di taman putri, Pramesti mengelus perutnya yang makin hari terlihat makin membesar. Beban hidup memang terasa begitu berat, tetapi dia ikhlas dalam menerima kehendak takdir dari Yang Maha Kuasa.Kebetulan Larasati sedang mencarinya sehingga tersenyum saat melihat wanita tersebut, sebelum memutuskan duduk di samping kiri. "Kapan bayi ini akan lahir?" "Tunggu sampai bulan depan,” kata Pramesti. “ Dia juga pasti sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu.”"Apa kakak sudah mendengar kabar bahwa Yawastina terkena bencana banjir?” tanya Larasati. Seketika senyum di wajah Pramesti memudar, sementara matanya terus menatap si adik. “Lalu, bagaimana nasib semua orang?”"Tak perlu memikirkan Astra Dharma dan Paman Sariwahana, mereka telah memperlakukan Kakak dengan tidak baik,” kata Larasati.Demikian, Pramesti hanya bisa menunduk. "Sebenarnya aku sudah memaafkan mereka.""Aku percaya, Kakak orang baik,” sahut Larasati. “Tapi meski karma tak terjadi, mereka juga tidak akan menerim

    Huling Na-update : 2024-07-23

Pinakabagong kabanata

  • Sang Dewi   Bab 102 : Tamat

    Kembalinya sang Atmajaya Wimala ke Agnicaya dengan membawa Shima Dahyang cukup mengejutkan para dewa, tak terkecuali Randita. Bagaimana tidak, Mandala mengumumkan jika dia akan menikahi Dewi Agung dari Candracaya tersebut sesuai tanggal yang telah ditentukan, padahal mereka berdua tak pernah terlihat menjalin hubungan. Kekecewaan seketika tersirat dari mata Randita yang berdiri di antara para bidadari. Selain luka karena patah hati, dia juga tak menyangka bahwa Hastapati, ayahnya, berada di belakang Mandala dan Shima Dahyang untuk memberi dukungan penuh. Randita benar-benar tak bisa menahan air matanya agar tak terjatuh sehingga lekas berbalik. Masalah kehadiran Rara Kinasih masih tak bisa dia terima, kini sudah bertambah kenyataan pahit lagi. Kini, langkah wanita itu makin berat oleh beban kebencian dalam hati. Hanya Shima Dahyanglah satu-satunya yang menyadari ekspresi wajah Randita. Meski demikian, sang Dewi Agung tetap menebar senyum pada semua para makhluk abadi langit di aul

  • Sang Dewi   Bab 101: Keputusan Sepihak

    Pagi itu, Shima Dahyang keluar dari kediaman dan langsung disuguhkan dengan pemandangan sang Atmajaya Wimala yang sedang mengelus-elus tubuh harimau putih di bawah pohon cempaka. Meski semula masih merasa canggung, wanita yang mengenakan kemban berwarna gading serta bawahan sutra bermotif batik tersebut mengayunkan tungkai menghampiri mereka berdua."Lukamu sudah baik-baik saja?" tanyanya.Mandala yang tak bergeming tersenyum menyikapi. "Menyerap sebagian intisari dari dewi berusia ribuan tahun, membuatku merasa lebih bugar," jawabnya.Embusan napas lelah keluar dari hidung Shima Dahyang. "Kau tak pernah berubah, entah sebagai Atmajaya Wimala atau Jaka Lelana selalu mempermainkanku.""Aku tidak bermaksud mempermainkamu," sahut sang Dewa. "Situasilah yang membuatku terpaksa melakukan semua.""Apa ini sebuah penjelasan?" Sebelah alis Shima Dahyang meninggi.Mandala sendiri segera berdiri, kemudian berbalik untuk menatap lawan bicaranya itu. Tentu saja, dia tahu bahwa Shima Dahyang menye

  • Sang Dewi   Bab 100: Penyembuhan

    Pada waktu Shima Dahyang masih sibuk membicarakan sesuatu dengan Randita, Rara Kinasih palsu memijakkan kaki di kediaman Dewi Agung yang masih berada di sekitar Taman Arutala. Pemandangan tirai-tirai berwarna merah jambu yang berkibaran tertiup angin menyambut sang Atmajaya Wimala. Beberapa aksesori bebatuan kristal berbentuk padma serta perabotan dari emas putih juga menghiasi ruangan tersebut. Walau begitu perhatian Mandala hanya terfokus pada cermin ukir di atas meja. Tanpa menunggu lagi, dia pun memegang gagang benda pusaka itu untuk melihat bayangan diri sendiri. Seketika cermin mengeluarkan cahaya silau, lantas menampilkan wujud sepasang kekasih dari alam berbeda yang memiliki paras serupa dengan Mandala dan Shima Dahyang. Pria di cermin memeluk wanita yang tengah terluka parah penuh sayatan, seakan-akan menegaskan bahwa cinta mereka tak terpisahkan hingga akhir. Namun, sayang sebelum semua menjadi lebih jelas, terdengar langkah kaki Shima Dahyang memasuki ruangan sehingga Ra

  • Sang Dewi   Bab 99: Penyamaran

    Atas undangan Shima Dahyang, Rara Kinasih datang ke Candracaya. Dia langsung diarahkan memasuki Taman Arutala oleh Sekar Langit, meski selanjutnya harus berjalan sendiri untuk menemui sang Dewi Agung. Sebelumnya, putri dari istri pertama Hastapati tersebut telah mengantongi informasi seputar si adik yang tinggal di sana sebagai pelayan, bahkan pada kesempatan kali ini, dia berharap bertemu Rara Kinasih guna memberi pelajaran karena telah berani naik ke kayangan. Benar saja, Randita berpapasan dengan sesosok peri yang membawa nampan berisi daging mentah sewaktu melewati pohon bunga cempaka putih. Tanpa basa-basi, lantas bidadari bergaun biru tersebut menarik lengan kanan wanita dari arah berlawanan sampai-sampai berbalik menatap dirinya, sementara nampan pelayan tersebut langsung jatuh ke tanah. "Rara Kinasih!" gerutunya, tetapi setelah diamati ternyata sosok di hadapan memiliki wajah berbeda dari si adik. "Kau bukan Rara Kinasih?" "Randita!" Demikian, sang Atmajaya Wimala ya

  • Sang Dewi   Bab 98: Memperhatikan

    Dua hari sudah sang Atmajaya Wimala tinggal di Candracaya dalam wujud Rara Kinasih, walau masih sulit mendapatkan kepercayaan Shima Dahyang, setidaknya kini dia selalu berada dekat dengan wanita yang telah membuat hatinya galau itu. Bagi Mandala, hal ini sudah cukup membuatnya merasa tenang daripada hanya berdiam diri di Taman Asmaradahana untuk menikmati kegelisahan. Karena semenjak kebangkitan Larasati, perasaan cinta kian hari justru kian menyiksa batin sehingga mau tak mau sang Dewa harus menghalalkan segala cara agar bisa bertemu. Layaknya pelayan, sore ini Rara Kinasih berjalan menghampiri Shima Dahyang yang sedang duduk sembari mengelus manja harimau putih di Taman Arutala. Tak lupa pria tersebut juga membawa cawan berisi ramuan, yang setelah bersimpuh, dia letakkan ke meja batu ukir. "Ternyata Sang Dewi sangat menyukai kucing besar," celetuknya. Keangkuhan terlihat jelas saat Shima Dahyang tersenyum menyikapi. "Kalau kau setia, aku juga akan menyukaimu." Sebab tak tahu har

  • Sang Dewi   Bab 97: Rara Kinasih

    Sesuai titah Shima Dahyang, Sekar Langit menemui sesosok peri, lalu bersama-sama mengantar Rara Kinasih menuju Taman Arutala. Di sana terdapat sebuah bangunan berornamen emas. Pun sesaat setelah mereka bertiga memasuki salah satu ruangan kamar di dalamnya, Sekar Langit berbalik untuk berhadapan dengan Rara Kinasih di belakang, sementara si peri segera undur diri. "Di sinilah Dewi akan tinggal," jelas wanita berambut panjang bergelombang itu. "Di sebelah, merupakan kamar milik Dewi Agung. Sang Dewi sangat membenci kebisingan, jadi mohon agar Anda selalu menjaga sikap." Senyum menghiasi wajah Rara Kinasih yang lantas mengangguk. "Saya mengerti." Akan tetapi, kemudian mata tajam Sekar Langit beralih fokus ke arah luar dari tirai. "Kumbang Lanang biasanya berkeliaran di sekitar sini," katanya. "Rara Dewi harus lebih berhati-hati karena mungkin dia akan agresif pada penghuni baru." "Tak perlu khawatir, saya bisa bisa melindungi diri sendiri," balas Rara Kinasih. Sekar Langit percaya

  • Sang Dewi   Bab 96: Menghapus Kenangan

    Sembari duduk pada sebuah batu kristal, Shima Dahyang mengelus puncak kepala harimau putih yang sedang menunjukkan sikap manja. Matanya begitu teduh ketika beralih memperhatikan sekitar, di mana banyak pantulan cahaya putih menembus Taman Arutala. Meski meski sekian lama tak dapat singgah untuk menenangkan diri seperti sekarang, dia seakan-akan tak merasakan adanya perubahan. Perlahan, sang Dewi Agung berdiri, lantas berjalan ke tengah-tengah sehingga bayangan dirinya tergambar jelas pada lantai sebening air. Pandangannya memang tertuju pada langit-langit, tetapi ingatannya menerawang ke masa-masa sulit kala hidup sebagai manusia fana. Kutukan raja asura berkepala kambing memang menjadi kenyataan, Shima Dahyang mengalami penderitaan sewaktu menjalani kehidupan Larasati yang jatuh cinta kepada Jaka Lelana, bahkan hingga berstatus abadi pun masih dipermainkan oleh sang Atmajaya Wimala. Itulah alasan mengapa wanita tersebut tak mengambil sikap setelah kembali menemukan kesejatian dir

  • Sang Dewi   Bab 95: Bangunnya Shima Dahyang

    Begitu menyakitkannya hidup yang Larasati alami, cinta telah membuatnya terluka hingga begitu dalam. Walau terpuruk, kali kini, dia sudah mengikhlas apa yang terjadi, bahkan berniat melepas segala keterikatan duniawi. Setiap langkah pada perbukitan terjal menuju puncak gunung kian pasti, hatinya mantap untuk menyerahkan semua masalah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada takdir yang bisa ditolak, tetapi yoga brata bisa membawa siapa saja menuju kedamaian, meski harus lenyap dari semesta alam. Dari kejauhan, Li Jing menatap kepergian bidadari itu untuk selamanya. Memang berat jika dia harus melepas si sahabat, sayangnya Larasati kukuh pada pendirian sehingga pria tersebut tak mampu menghentikannya. Maylano demikian, anak itu sungguh tidak menginginkan nyonyanya pergi secepat ini. Namun, bagaimanapun dia mengerti bahwa penderitaan cinta Larasati begitu dalam, mau tak mau Maylano harus membiarkannya memutuskan jalan demi menemukan kebahagiaan. "Hei, bocah, pergilah denganku ke China, a

  • Sang Dewi   Bab 94: Memutuskan Segala Ikatan

    Seakan-akan seperti mengulang masa lalu, sang Atmajaya Wimala duduk di samping Larasati yang telah direbahkan pada kasur awan. Dengan kekuatan adikodrati, pria tersebut mengarahkan tangan kanan sehingga perlahan darah merah Sujatmika tertarik keluar melalui mulut Larasati, lantas melayang di udara. Namun, setelah membuangnya ke sembarang arah, Mandala justru terbatuk-batuk sampai percikan cairan berwarna putih melekat pada telapak tangannya. Selain menahan nyeri di dada, pandangan Mandala sedikit kabur, walau begitu tetap memutuskan berdiri dan melangkah pergi. Sesaat kemudian, Larasati membuka mata sampai-sampaiterkejut ketika menemukan diri sedang berada di Taman Asmaradahana. Bergegas bidadari itu beralih ke posisi duduk. Saat bola matanya bergerak memindai ke sekitar, dia melihat darah merah yang membekas pada lantai awan. Sejenak pikirannya dipenuhi tanda tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi sewaktu diculik Sujatmika, sebelum mengalihkan perhatian dan malah menemukan berca

DMCA.com Protection Status