Sekembalinya dari Jenggala, Panji Semirang menghentikan langkah, lantas berbalik untuk berhadapan dengan para anak buah yang mengikuti di belakang.“Kalian semua, segera tinggalkan tempat ini!” perintahnya. “Kita akan bertemu besok tengah malam di perbatasan!" “Baik, Tuan.” Para anak buah perampok mengangguk. Setelah saling menatap satu sama lain, mereka berpencar ke berbagai arah. Sementara itu, Panji Semirang sendiri lekas berbalik dan melanjutkan langkah menuju Panjalu.***Sang Dewi***Tatapan tajam dari mata Larasati terfokus pada ujung pedang, lantas dengan gerakan cepat dia mengibaskan baja pipih. Tubuhnya yang terbalut kemban putih serta mengenakan bawahan rok lebar berputar bebas, sebelum melompat ke sana ke mari dan terbang udara. Pada saat itu, Panji Semirang mencarinya. Namun, dia hentikan oleh dua orang prajurit saat hendak melangkah memasuki gerbang Istana Panjalu."Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk tanpa kepentingan." "Saya ingin bertemu Dewi Putri Laras Kencana
Kuda Wanengpati melakukan pengejaran Panji Semirang sampai ke Hutan Asmarantaka. Puluhan prajurit pun dia kerahkan untuk memeriksa gubuk-gubuk bambu yang ternyata hanya dihuni oleh masyarakat kurang mampu."Kami sudah memeriksa semuanya, Panji Semirang beserta anak buahnya sudah meninggalkan tempat ini, Pangeran,” kata Panglima Perang Jenggala. Embusan napas panjang keluar dari hidung mancung sang Panji. "Rupanya dia sudah lebih dulu mengetahui kedatangan kita.""Lalu apa yang harus kita lakukan, Pangeran?" tanya Panglima. Karena merasa usahanya sia-sia, Kuda Wanengpati menggeleng. “Kembali ke Jenggala.”"Baik, Pangeran," sahut Panglima.Setelah berbalik lantas berjalan beberapa langkah, Kuda Wanengpati melihat kedatangan seorang wanita yang tak asing lagi di matanya. Yaitu Larasati bersama Panglima Perang Tunggul Wulung. Di belakang mereka berdua ada tiga puluh prajurit. Tentu saja, hal itu membuat sang Pangeran terkejut hingga terus memperhatikan Larasati yang menghentikan ayuna
Di tempat lain, Panji Semirang sedang memacu kuda meninggalkan Kota lama Kahuripan. Ada puluhan anak buah perampok yang ikut serta bersamanya. Mereka telah sampai pelabuhan dan siap menyeberangi pulau. Sementara itu, pikiran Panji Semirang masih terpaku pada Kuda Wanengpati, bahkan ketika duduk di atas perahu, dia terus melamun. Cinta memang begitu mendalam, tetapi pengkhianatan mengubahnya menjadi kebencian yang berbalut kekecewaan. Pada akhirnya, cinta segitiga di antara Anggraeni, Panji Asmara Bangun, dan Sekartaji menyakiti hati masing-masing. Sekartaji yang paling terluka sejak awal, karena Panji Asmara Bangun yang berjanji mencintainya sehidup semati, justru menikahi wanita lain secara diam-diam. Namun, setelah kematian Anggraeni, Sekartajilah yang seolah-olah menjadi kekasih sejati Panji Asmara Bangun, pria itu terus mengejarnya. Sekartaji butuh pembuktian sehingga dia menguji kesetiaan Panji Asmara Bangun, dia ingin sang Pangeran menunjukkan seberapa besar cintanya setelah in
Raja telah mencapai moksa, sedangkan Maulana Ngali akan kembali ke Setana untuk mengurus pondok. Setelah semua barang berharganya dimasukkan ke dalam kereta, sang Ulama melangkah menuju halaman diikuti Permaisuri Sara beserta Pramesti, Larasati, dan Sansati di belakang. Tak ketinggalan, Jaya Amijaya juga hadir bersama Sarweswara.Sementara itu, Perdana Menteri Buta Locaya sudah berdiri di dekat kereta untuk bertugas mengawal perjalanan Maulana Ngali. Beberapa prajurit telah bersiap menunggu keberangkatan. Walau demikian, Panglima Tunggul Wulung tak bisa ikut bersama mereka sebab memiliki kewajiban menjaga keamanan istana.Sejenak sang Ulama menghentikan langkah, lantas berbalik memperhatikan semua orang. “Terima kasih atas kebaikan Panjalu selama aku berada di istana. Sekarang sudah saatnya aku pergi,” pamitnya."Semua sudah kuajarkan pada Pangeran serta Dewi Putri sekalian, tinggal mau memakainya atau tidak.”“Kalian tak perlu khawatir, selama di hati kalian tertanam bahwa kalian mur
Kegundahan hati membuat Sakaningrat menyendiri di pendapa sembari memandangi bulan purnama. Samar-samar bayangan Panji Asmara Bangun terlintas dalam benaknya. Tentu saja, sang Dewi masih mengingat kenangan-kenangan manis yang ditinggalkan kekasihnya itu. Meski hati penuh kebencian, tetapi cinta tak dapat dipungkiri. Keduanya telah bertunangan semenjak masih kecil, setelah dewasa pun mereka melewati beberapa kali ujian kesetiaan bersama. Namun, semua tiada arti. Kehadiran Anggraeni telah berhasil mengalihkan perhatian Panji Asmara Bangun hingga melupakan janji sehidup sematinya dengan Sekartaji, mengkhianati cinta mereka. Hanya sang Dewi yang bertahan sendiri hingga harus menelan pahitnya luka dan kecewa.Malam makin larut, suasana menjadi hening, bahkan bayangan Kuda Wanengpati seolah-olah membujuk agar Sekartaji kembali dan menyerah dengan pelariannya selama ini. Ketika wanita itu memupuskan niat menguji cinta, sang Bathara Narada turun dari langit, lantas memijakkan kaki di tanah. C
Siang begitu panas, terik matahari terasa menyengat di kulit sehingga Kuda Wanengpati berkeringat serta tak kuasa menahan dahaga. Sang Pangeran menuntun kudanya pada jalanan kecil di sebuah perkampungan padat penduduk. Dia berencana untuk mencari warung makan, tetapi tak ada satu pun yang buka.Tiba-tiba, dia melihat beberapa perampok yang sedang merampas barang bawaan seorang wanita paruh baya, kemudian mendorong korban sampai tersungkur dan jatuh bersimpuh di tanah. “Hentikan, kalian menyakiti orang!” perintah Kuda Wanengpati sembari berjalan menghampiri sekelompok pria berpakaian hitam tersebut.“Hei, siapa kau? Besar sekali nyalimu! Apa kau ingin mati di tanganku?” gertak yang berwajah berewok serta berambut panjang.“Aku hanya meminta kalian menyerahkan barang berharga wanita ini, kecuali ingin aku bersikap kasar,” kata Kuda Wanengpati. “Ayo berikan.”“Banyak omong!” Tanpa disangka salah seorang perampok langsung mengibaskan golok ke bagian kepala sang Pangeran. Untungnya, Ku
Karena telah menjadi raja, Sekartaji yang menyamar sebagai pria sering menghabiskan waktu untuk duduk sendiri di ruang perpustakaan kerajaan. Dia benar-benar harus memahami isi beberapa dokumen penting kenegaraan, termasuk catatan-catatan tentang program pembangunan negara selama Surya Legawa memimpin. Sewaktu Klana Madubrangta sibuk membuka halaman baru, Nambiayu–putri kedua Surya Legawa–melangkah menghampirinya sembari melempar senyum. Dari pandangan mata Nambiayu, tergambar jelas bagaimana gadis berkemban cokelat itu tergila-gila pada Galuh Sakaningrat. Ada hasrat wanita dewasa yang menggebu-gebu dalam lubuk hati sang Putri, tetapi Klana Madubrangta tak peduli meski telah mengetahuinya sejak awal, bahkan dia hanya diam saat Nambiayu duduk di samping kanannya. "Yang Mulia, jika ingin membaca, kenapa tidak memanggilku untuk menemani?" rayu Nambiayu. Tanpa menoleh, Klana Madubrangta menyahut, "Aku hanya ingin sendirian, Tuan Putri.”"Yang Mulia, kenapa Yang Mulia dingin sekali?” g
Di Nusa Kancana, sewaktu Madubrangta tengah serius mendiskusikan masalah politik bersama dua pejabat tinggi istana, seorang rakyan demang datang menghadap dengan posisi berlutut sebelah kaki sembari menunduk dan menyatukan kedua telapak tangan. "Lapor, Yang Mulia. Raja Sewunagara telah tewas,” kata pria berpakaian putih keemasan tersebut. “Penyusup bernama Jayengsari membunuhnya pada pesta penjamuan Pejabat Parang Kancana." Perlahan mata Madubrangta menyipit. "Siapa Jayengsari? Kenapa dia membunuh Sewunagara?" tanya Madubrangta.” "Dari yang saya ketahui, pemuda ini melakukan penyerangan, atas nama ketidakadilan, Yang Mulia. Jayengsari bukan hanya menghabisi Raja Sewunagara, tetapi juga merebut takhta Kerajaan Parang Kancana," jelas demang tersebut. Pun sang Raja Wanita mengalihkan pandangan ke depan. "Apa Parang Kancana masih ingin berperang melawan kita?" "Benar, Yang Mulia. Raja Jayengsari telah mengirimkan pesan agar kita menyerah dan tunduk di bawah kepemimpinan mereka.”