Home / Fantasi / Sang Dewi / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Sang Dewi: Chapter 71 - Chapter 80

102 Chapters

Bab 71: Raja Baru

Raja telah mencapai moksa, sedangkan Maulana Ngali akan kembali ke Setana untuk mengurus pondok. Setelah semua barang berharganya dimasukkan ke dalam kereta, sang Ulama melangkah menuju halaman diikuti Permaisuri Sara beserta Pramesti, Larasati, dan Sansati di belakang. Tak ketinggalan, Jaya Amijaya juga hadir bersama Sarweswara.Sementara itu, Perdana Menteri Buta Locaya sudah berdiri di dekat kereta untuk bertugas mengawal perjalanan Maulana Ngali. Beberapa prajurit telah bersiap menunggu keberangkatan. Walau demikian, Panglima Tunggul Wulung tak bisa ikut bersama mereka sebab memiliki kewajiban menjaga keamanan istana.Sejenak sang Ulama menghentikan langkah, lantas berbalik memperhatikan semua orang. “Terima kasih atas kebaikan Panjalu selama aku berada di istana. Sekarang sudah saatnya aku pergi,” pamitnya."Semua sudah kuajarkan pada Pangeran serta Dewi Putri sekalian, tinggal mau memakainya atau tidak.”“Kalian tak perlu khawatir, selama di hati kalian tertanam bahwa kalian mur
last updateLast Updated : 2024-07-26
Read more

Bab 72: Sakaningrat Patah Hati

Kegundahan hati membuat Sakaningrat menyendiri di pendapa sembari memandangi bulan purnama. Samar-samar bayangan Panji Asmara Bangun terlintas dalam benaknya. Tentu saja, sang Dewi masih mengingat kenangan-kenangan manis yang ditinggalkan kekasihnya itu. Meski hati penuh kebencian, tetapi cinta tak dapat dipungkiri. Keduanya telah bertunangan semenjak masih kecil, setelah dewasa pun mereka melewati beberapa kali ujian kesetiaan bersama. Namun, semua tiada arti. Kehadiran Anggraeni telah berhasil mengalihkan perhatian Panji Asmara Bangun hingga melupakan janji sehidup sematinya dengan Sekartaji, mengkhianati cinta mereka. Hanya sang Dewi yang bertahan sendiri hingga harus menelan pahitnya luka dan kecewa.Malam makin larut, suasana menjadi hening, bahkan bayangan Kuda Wanengpati seolah-olah membujuk agar Sekartaji kembali dan menyerah dengan pelariannya selama ini. Ketika wanita itu memupuskan niat menguji cinta, sang Bathara Narada turun dari langit, lantas memijakkan kaki di tanah. C
last updateLast Updated : 2024-07-27
Read more

Bab 73: Jayengsari

Siang begitu panas, terik matahari terasa menyengat di kulit sehingga Kuda Wanengpati berkeringat serta tak kuasa menahan dahaga. Sang Pangeran menuntun kudanya pada jalanan kecil di sebuah perkampungan padat penduduk. Dia berencana untuk mencari warung makan, tetapi tak ada satu pun yang buka.Tiba-tiba, dia melihat beberapa perampok yang sedang merampas barang bawaan seorang wanita paruh baya, kemudian mendorong korban sampai tersungkur dan jatuh bersimpuh di tanah. “Hentikan, kalian menyakiti orang!” perintah Kuda Wanengpati sembari berjalan menghampiri sekelompok pria berpakaian hitam tersebut.“Hei, siapa kau? Besar sekali nyalimu! Apa kau ingin mati di tanganku?” gertak yang berwajah berewok serta berambut panjang.“Aku hanya meminta kalian menyerahkan barang berharga wanita ini, kecuali ingin aku bersikap kasar,” kata Kuda Wanengpati. “Ayo berikan.”“Banyak omong!” Tanpa disangka salah seorang perampok langsung mengibaskan golok ke bagian kepala sang Pangeran. Untungnya, Ku
last updateLast Updated : 2024-07-27
Read more

Bab 74: Permusuhan Antara Nusa Kencana dan Parang Kencana

Karena telah menjadi raja, Sekartaji yang menyamar sebagai pria sering menghabiskan waktu untuk duduk sendiri di ruang perpustakaan kerajaan. Dia benar-benar harus memahami isi beberapa dokumen penting kenegaraan, termasuk catatan-catatan tentang program pembangunan negara selama Surya Legawa memimpin. Sewaktu Klana Madubrangta sibuk membuka halaman baru, Nambiayu–putri kedua Surya Legawa–melangkah menghampirinya sembari melempar senyum. Dari pandangan mata Nambiayu, tergambar jelas bagaimana gadis berkemban cokelat itu tergila-gila pada Galuh Sakaningrat. Ada hasrat wanita dewasa yang menggebu-gebu dalam lubuk hati sang Putri, tetapi Klana Madubrangta tak peduli meski telah mengetahuinya sejak awal, bahkan dia hanya diam saat Nambiayu duduk di samping kanannya. "Yang Mulia, jika ingin membaca, kenapa tidak memanggilku untuk menemani?" rayu Nambiayu. Tanpa menoleh, Klana Madubrangta menyahut, "Aku hanya ingin sendirian, Tuan Putri.”"Yang Mulia, kenapa Yang Mulia dingin sekali?” g
last updateLast Updated : 2024-07-28
Read more

Bab 75: Bersembunyi di Balik Takhta

Di Nusa Kancana, sewaktu Madubrangta tengah serius mendiskusikan masalah politik bersama dua pejabat tinggi istana, seorang rakyan demang datang menghadap dengan posisi berlutut sebelah kaki sembari menunduk dan menyatukan kedua telapak tangan. "Lapor, Yang Mulia. Raja Sewunagara telah tewas,” kata pria berpakaian putih keemasan tersebut. “Penyusup bernama Jayengsari membunuhnya pada pesta penjamuan Pejabat Parang Kancana." Perlahan mata Madubrangta menyipit. "Siapa Jayengsari? Kenapa dia membunuh Sewunagara?" tanya Madubrangta.” "Dari yang saya ketahui, pemuda ini melakukan penyerangan, atas nama ketidakadilan, Yang Mulia. Jayengsari bukan hanya menghabisi Raja Sewunagara, tetapi juga merebut takhta Kerajaan Parang Kancana," jelas demang tersebut. Pun sang Raja Wanita mengalihkan pandangan ke depan. "Apa Parang Kancana masih ingin berperang melawan kita?" "Benar, Yang Mulia. Raja Jayengsari telah mengirimkan pesan agar kita menyerah dan tunduk di bawah kepemimpinan mereka.”
last updateLast Updated : 2024-07-28
Read more

Bab 76: Sekarat di Tangan Sang Kekasih

Pagi baru saja menjelang, meski begitu, Larasati sudah bergandengan tangan dengan Aji Dharma. Rencananya, mereka akan pergi ke hutan untuk berburu. Namun, baru saja keduanya ke luar dari istana, Jaya Amijaya telah berdiri mengadang di halaman.Pun Larasati dan Aji Dharma menghentikan ayunan tungkai masing-masing. Sejenak mereka berdua saling menoleh karena tak mengerti, sebelum terfokus kembali pada Jaya Amijaya yang juga menatap tajam."Hari ini giliranku yang akan mengajarimu,” kata sang Pangeran. “Ayo ikut Paman." Mau tidak mau, Aji Dharma harus patuh. Dia terpaksa melepas tangannya dari Larasati, lalu berjalan menghampiri Jaya Amijaya. Paman dan keponakan itu pun segera melangkah menuju taman berlatih. "Sayang sekali, hari ini Aji harus belajar dengan Kak Jaya!" sindir Sasanti yang datang dari arah belakang.Sikap Larasati begitu angkuh saat menimpali, "Masih ada hari besok, kau tidak perlu meledekku.”"Besok dia akan belajar denganku,” tangkas Sasanti. Seketika Larasati terse
last updateLast Updated : 2024-07-29
Read more

Bab 77: Menjaga Bayangan Lain

Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi Larasati selalu sibuk bermain Larasati dengan Aji Dharma. Namun, kali ini dia tak sendiri di taman putri. Ada Sasanti yang hanya duduk menyimak canda tawa mereka, sementara Pramesti baru datang sembari membawakan minuman.Sebelum mereka sempat mengobrol kembali, Sarweswara datang sehingga ketiganya langsung mengalihkan perhatian pada pria berpakaian ningrat tersebut."Kahuripan mendapat undangan jamuan dari Bedahulu,” kata sang Raja. “Aku harap, di antara kalian tidak ada yang keberatan untuk ikut bersamaku, karena dalam pertemuan ini Bedahulu dan Kahuripan akan mengenalkan putra putri dari kedua kerajaan. Mungkin Pangeran Inu Kertapati juga akan datang."Pramesti meletakkan nampan berisi gelas ke meja batu, lalu menghela napas panjang. "Aku tidak akan ikut, sebaiknya dengan yang lain saja,” tolaknya."Tidak masalah, aku mengerti,” sahut Sarweswara. Lalu dia beralih menatap Sasanti."Kau dan Jaya Amijaya harus ada di sana, kalian sangat berper
last updateLast Updated : 2024-07-29
Read more

Bab 78: Jamuan Keluarga di Bedahulu

Setelah melakukan perjalanan lebih dari dua hari, akhirnya, rombongan keluarga Kerajaan Kahuripan tiba di Bedahulu. Pun Sarweswara beserta Jaya Amijaya, Sasanti, Larasati, dan Aji Dharma segera turun dari kereta.Raja Kerajaan Pejeng–Sri Jayasakti–menyambut mereka di halaman istana. Ketika Sarweswara melangkah menghampirinya, pria bertubuh tegap itu langsung menyatukan kedua telapak tangan sembari menunduk. Sebaliknya sikap yang dilakukan Sarweswara setelah menghentikan gerakan kaki. "Selamat datang di Bedahulu saudaraku,” ucap Sri Jayasakti. “Suatu kehormatan bagiku, karena kau datang memenuhi undangan kerabatmu ini.”"Bagaimana aku bisa menolak, negerimu sangat asri, bahkan kau sudah melihatnya sendiri, aku membawa adik-adikku untuk berlibur," balas Sarweswara yang lantas menoleh Jaya Amijaya, Sasanti, Larasati, dan Aji Dharma di akhir perkataan.Seketika Sri Jayasakti terkekeh, "Raja memang pandai memuji." "Mari silakan masuk, kalian harus beristirahat."Kedua Raja melangkah lebi
last updateLast Updated : 2024-07-30
Read more

Bab 79: Mencintai Dalam Diam

Di Karpala, Jaka Lelana baru saja menulis surat. Anehnya, sewaktu lontar digulung justru seketika menghilang di kedua telapak tangannya. Pada saat yang sama, Dyah Puspitasari memasuki kediaman sehingga Jaka Lelana langsung menolehnya yang berdiri di depan pintu."Pangeran masih belum tidur?" tanya Dyah Puspitasari."Aku baru saja memeriksa beberapa berkas istana,” jawab sang Pangeran dengan ciri khas sosoknya yang pendiam dan selalu terlihat begitu tenang. "Malam-malam datang kemari, apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Pandangan mata Dyah Puspitasari tak beralih dari pria berbeskap cokelat tersebut, bahkan ketika mengayunkan tungkai kembali. “Aku hanya ingin mengunjungimu, Pangeran.”"Duduklah!" perintah Jaka Lelana sembari menepuk tikar pandan pada lantai sehingga Dyah Puspitasari pun langsung duduk bersimpuh di sampingnya."Jangan menatapku seperti itu!" Perlahan jemari tangan Dyah Puspitasari bergerak menyentuh wajah Jaka Lelana, sedangkan sang Pangeran sendiri hanya terdiam. T
last updateLast Updated : 2024-07-30
Read more

Bab 80: Rayuan Maut Panji Asmara Bangun

Suasana terang bulan begitu indah menerangi Bedahulu, pun kerlap-kerlip bintang bertaburan di langit. Ketika itu, Larasari sedang berdiri di teras pendapa sembari menatap kosong. Sunyi dan sepinya malam seolah-seolah telah menyatu dalam kehampaan hatinya yang bagai pemakaman.Perlahan Larasati mengarahkan tangan ke langit. Andai saja bisa, dia ingin menggapai bulan untuk menerangi jiwanya yang gelap. Semenjak Jaka Lelana memilih Dyah Puspitasari, Larasati hilang semangat hidup. Dia tak ubahnya mayat hidup, tanpa rasa, tanpa cinta, tanpa warna.Tangisnya tanpa air mata, cukup diam membisu menikmati sakitnya patah hati serta menahan perihnya luka. Dalam sekejap semua mimpi indah bersama Jaka Lelana sirna dari angan-angannya, berganti dengan kekacauan tak berujung.Pada saat Larasati larut dalam lamunan, Panji Asmara Bangun menghentikan di belakang wanita tersebut, kemudian tersenyum menyikapi."Apa bulan memang begitu menarik bagi para wanita hingga mereka ingin meraihnya?" ledek sang P
last updateLast Updated : 2024-07-31
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status