Semua Bab Dicampakkan Calon Suami, Diratukan Suami Pengganti: Bab 31 - Bab 40

189 Bab

Bab 31 : Kebaya KW

“Hai, Kamila!” panggilan Tante Desi membuatku menoleh ke sumber suaranya. Kulihat wanita itu tampak sangat anggun dengan kebaya yang mewah dan menenteng tas brandit. Aku ingat, tas itu dibelinya dengan harga 200 juta hanya untuk dipamerkan pada teman arisannya. “Tante di sini?”Aku menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak mendapati Paman Rasyid. Sempat berpikir bahwa mereka sengaja datang untuk menemaniku wisuda mengantikan ibuku yang tidak bisa datang.Sayangnya aku salah. Kehadiran seseorang yang memakai kebaya senada dengan Tante Desi mengingatkanku bahwa wanita itu punya keponakan yang   juga kuliah di tempat ini. Hanya saja beda fakultas denganku.Namanya Reva. Dia mahasiswa transferan dari Jakarta baru setahun ini karena merasa lebih nyaman berkuliah di kota tempat tantenya tinggal.Meski Reva sendiri tidak tinggal serumah dengan Tante Desi, tapi hubungan tante dan keponakan
Baca selengkapnya

Bab 32 : Kedatangan Ibu

Acara Wisuda berjalan seperti yang sudah diatur. Meski aku tidak mengikuti gladi bersih pelaksanaannya, tapi aku bisa mengikutinya dengan baik tanpa ada masalah.Hanya satu yang menjadi beban pikiranku, ketika nama Tania di sebut di waktu pembacaan nama wisuda tadi, aku tidak melihatnya berjalan ke panggung untuk diwisuda.Apa dia tidak datang?Ah. Bodoh amat.“Tidak ikut foto bersama teman-teman seangkatanmu?” tanya Ed yang melihatku menghampirinya.Aku mengedikan pundak. Melihat dari jauh teman-temanku yang befoto dengan penuh kebahagiaan, aku sama sekali tidak tertarik.“Kenapa?” Ed masih bertanya.“Tidak apa-apa, diantara mereka hanya 25% sekian yang tidak suka julid dan tidak peduli urusan orang lain. Tapi 75% hampir suka sekali menjulidiku.” Aku mengungkapkan analisa pemikiranku, kenapa aku tidak tertarik ada di tengah-tengah mereka.Bisa dibilang, kebanyakan angkatanku yang sekelas itu anak orang kaya dan bergengsi tingg
Baca selengkapnya

Bab 33 : Nasihat Ibu

Karena pulangnya bersama ibu, jadinya aku ikut mobil yang mengantar ibu sementara Ed pulang sendiri dengan mobil pick upnya.Kebetulan sekali tidak bersama Ed, aku bisa menanyai sopir mobil mewah itu.“Mas temannya Ed?” tanyaku di tengah perjalanan pada pria yang menyupiri kami.“Oh, bukan, Nyonya.” Jawab pria itu dengan sopan.“Ah, jangan panggil nyonya. Aku bukan seorang nyonya,” kataku karena dipanggil nyonya oleh seseorang yang profesinya sama dengan suamiku, rasanya kurang nyaman. Apalagi pria ini tentu lebih tinggi stratanya karena menjadi sopir mobil mewah, bukan mobil truk atau pick up seperti Ed.“Baik, maaf, Bu.” Sopir itu merubah panggilan.“Duh, jangan panggil bu juga, panggil mbak sajalah.” Aku memberi ide.“Mila... terserah dia mau panggil kamu apa. Jangan bawel begitu.” Ibu yang di sampingku mengingatkan.   “Iya, Bu,” sahutku lalu  kembali pada sopir itu. “Jadi Ed menyewa mobil ini?”Pria y
Baca selengkapnya

Bab 34 : Berita Viral

Ed datang sedikit larut saat ibu sudah beristirahat di kamar. Sudah begitu dia tidak langsung masuk tapi malah duduk di teras memeriksa ponselnya. Aku yang sudah menunggunya sejak tadi tidak sabar segera menghampirinya.“Ed?” tegurku.Ed yang melihatku datang langsung menutup ponselnya dan bertanya, “Ibu di mana?”“Sudah istirahat. Ibu tidak biasa tidur larut, jadi jam 9 malam sudah ngantuk.” Seperti baru teringat sesuatu, Ed bangkit menghampiri mobil pick upnya. Dia balik lagi setelah mengambil sebuah buket indah dari dalam mobilnya.“Selamat Nyonya Kamila Edward Permana sarjana ekonomi.” Ed menyebutkan namaku lengkap dengan tempelan namanya dan gelar yang barusan aku dapatkan. Dia menyerahkan buket itu padaku.Aku tersenyum menerimanya lalu segera kupeluk pria baik itu. Aku tidak lupa pria inilah yang mengusahakan agar ibuku datang di hari wisudahku.“Terima kasih ya, Ed untuk semuanya,” ujarku menyerusuk ke dalam pelukannya. Nampak begitu terharu bahwa tuhan masih sangat baik pada
Baca selengkapnya

Bab 35 : Dihujat

Aku harap Reva tidak berbuat macam-macam padaku.Sekarang sudah berbeda karena aku sudah punya suami. Dan suamiku yang masih menikmati makanan di sana pasti tidak terima kalau sampai Reva menghina-hinaku.Apalagi di media sosialnya dengan banyak pengikutnya.“Aku belum melihatnya, Sel. Kuharap dia tidak berbuat ulah. Terima kasih informasinya, Sella,” ujarku yang sudah tak sabar melihat postingan Reva.Namun, sepertinya Sella masih ingin menyampaikan sesuatu hal lagi. “Sebentar, Mila. Apa kau sudah buka grup kampus kita? Di sana ada berita tentang Pak Ramzi dan Tania.”“Aku tidak lagi ada di grup itu, Sel,” ujarku. Sudah malas kalau mendengar dua nama itu.Setelah kurasa urusan dengan pihak kampus kelar, aku tidak berniat lama-lama di grup pesan itu. baru sore tadi aku keluar dari grup itu.“Benar kau tidak mau tahu?” Sella bertanya sekali lagi, dan aku tetap dalam pendirianku. Tidak mau tahu lagi apapun tentang mereka. Saat ini, aku merasa tidak rela saja mengusik kenyamanan yang
Baca selengkapnya

Bab 36 : Kedatangan Paman

Kulihat ada Kue Lapis Pahlawan dan Bandeng Presto di meja. Itu makanan kesukaan Ibu. Sepertinya paman saat ini mencoba mengambil hati ibu untuk mencapai tujuannya.Aku tidak lupa, Paman Rasyid Hanya dijadikan boneka saja oleh istrinya itu. Sebagai seorang suami dia sangat tidak memiliki kuasa apapun dalam rumah tangganya. Itu karena paman hanyalah pengangguran yang ikut numpang hidup pada istrinya.Sudah tahu begitu, saat mengunjungi ibu di kampung dia sok-sokan mengatakan sanggup membiayai sekolah dan hidupku di kota. Nyatanya aku hanya dijadikan pembantu juga sepertinya.“Mila. Setidaknya hargai Desi adalah istri pamanmu ini. Bantulah dia.” Paman Rasyid memohon-mohon padaku.“Kenapa sih paman juga ikutan bingung? Yang bermasalah ‘kan Reva bukan Tante Desi?” tukasku pada Paman Rasyid.“Tapi Reva itu keponakan Desi, Mila. Sejak dulu Desi sudah menganggapnya anak sendiri. Jadi Tantemu itu sejak semalam ikutan stres gara-gara mendapat kabar Reva tidak berhenti menangis dan teriak-teriak
Baca selengkapnya

Bab 37 : Ditinggal Kerja

Ibuku sudah kembali ke kampung sehari yang lalu dan rumah kembali terasa sepi. Ed juga sudah berangkat kerja. Seperti biasa rutinitasku sehari-hari adalah membereskan rumah. Memasak itupun kalau Ed bilang akan makan di rumah.Menghindari rebahan kadang aku menyibukan diri berkebun atau olahraga tipis-tipis di rumah. Kalau sudah semua, biasanya pilihan terakhir mengusir kejemuan hanyalah menonton televisi.Nantilah aku minta Ed mengizinkanku cari kerja. Tidak enak hanya nganggur di rumah.  Saat melihat televisi, tiba-tiba aku jadi terusik dengan kabar masalah Reva dengan Andra. Entah bagaimana kelanjutan kasus itu. Dengar-dengar, Reva sudah tidak muncul lagi di media sosial sejak kejadian itu.Ed sudah memberiku saran agar tidak memperdulikannya. Paman juga  tidak mengusikku lagi setelah Ed memintanya untuk tidak menggangguku dengan masalah yang sudah diciptakan istri dan keponakannya itu. Jadinya aku  ikuti saran Ed saja dengan tidak kepo
Baca selengkapnya

Bab 38 : Suara Familiar

“Mila, bisakah kita bertemu?”Mendengarnya membuatku membeku sesaat.Aku tidak lupa suara siapa itu.Perasaanku carut marut mendengarnya.Lalu daripada aku tidak bisa menguasai diriku, cepat-cepat kumatikan ponsel itu dan melemparnya di atas sofa.Astaga.  Itu ‘kan suara Mas Ramzi? Untuk apa dia menghubungiku kembali? Bukankah dia sudah hidup bahagia bersama Tania. Apalagi sebentar lagi mereka akan memiliki seorang anak.“Tidak! Aku tidak mau lagi berhubungan dan terlibat apapun dengannya,” ucapku pada diri sendiri sambil mengatur napas, yang sesaat tadi sudah tidak karuan naik turun mendengar lagi suara yang dulu pernah begitu aku rindukan setiap hari.Namun, kejadian dia tidak datang di hari pernikahanku tentu tidak akan bisa aku lupakan seumur hidup.    Layar  ponsel kembali berkedip. Aku tidak meliriknya karena masih cemas bahwa itu adalah panggilan dari pria itu lagi.
Baca selengkapnya

Bab 39 : Teror Panggilan

“Hebat sekali dia, istrinya terkapar koma di rumah sakit sekarang mulai menghubungimu lagi?”Sella teringat tentang Ramzi yang menghubungiku, lalu kami membahasnya. Dia yang bersimpati atas gagalnya pernikahanku waktu itu, tentu saja tidak menyukai sikap Ramzi yang tanpa dosa tiba-tiba muncul ingin mengusikku. “Hati-hati, Mila. Kau seharusnya sudah tahu pria seperti apa dia setelah mengacaukan pernikahan kalian.” Sella mengingatkan.“Aku tidak lupa hal itu, Sel,” jawabku pasti. Sella benar, untuk apa juga Ramzi tiba-tiba menghubungiku saat ini setelah semuanya sudah berbeda dan masing-masing. Dia sudah menikah dengan Tania dan aku juga sudah mulai menemukan kebahagiaan dengan suamiku. Kemana saja dulu saat aku berkali-kali menghubunginya di detik-detik pernikahan kami sementara membiarkanku seperti orang bodoh yang ditertawakan banyak orang?&n
Baca selengkapnya

Bab 40 : Tamu

Ketika pagi menjelang, mendengar suara mobil di halaman aku buru-buru melipat sajadahku. Siapa yang pagi-pagi begini bertamu? Tidak mungkin juga Ed. Dia baru berangkat kemarin dan bilangnya bisa balik paling cepat 3 hari. Perlahan kuintip keadaan di luar dari tirai jendela. Sedikit takut jangan-jangan itu Mas Ramzi yang nekat datang karena panggilan dan pesannya tidak aku angkat. Tapi, bukan dia. Lagian darimana juga dia tahu aku tinggal di sini? Aku ini memang terlalu suka mengira-ngirakan sesuatu hal. Benar-benar sulit diubah.    Itu kan Mas Sopir yang menjemput dan mengantar Ibu beberapa waktu yang lalu? Dari tempatku mengintip kulihat pria itu memencet bel untuk kesekian kalinya dan  berdiri menungguku membuka pintu. Ada apa dia datang? Apa jangan-janga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
19
DMCA.com Protection Status