Semua Bab Dicampakkan Calon Suami, Diratukan Suami Pengganti: Bab 91 - Bab 100

191 Bab

Bab 91 : Kabar Duka

“Maaf, kalau sudah tidak ada yang disampaikan saya izin menutup panggilan.” Ririn menggugah keterkejutanku. Tekadku melorot hanya karena mendengar wanita yang biasanya sangat sopan dan ramah padaku itu kini bersikap asing.Apa mereka sudah tahu permasalahan kami sehingga dalam pendangan mereka aku sudah bukan istri Ed lagi?Ah. Bukan waktunya untuk memanjakan perasaan. Aku belum tahu di mana neneknya Ed akan dimakamkan. “Maaf, Mbak Ririn. Apakah nenek akan di makamkan di New York?” tanyaku menahan wanita itu dalam panggilan.“Tidak. Beliau akan dimakamkan di Jakarta bersanding dengan mendiang suaminya dan orang tua Tuan Edward.”“Oh, jadi kapan itu dan di mana tempatnya?” kupaksakan bertanya hal itu karena sama sekali tidak tahu apa-apa tentang keluarga Ed.Ririn tidak menyahut, lalu sebentar kemudian dia meminta maaf harus menutup panggilan karena ada panggilan lain yang mendesak.Aku sedih tidak bisa mengetahui lebih banyak. Sedih juga karena tidak bisa tersambung pada Ed.Walau
Baca selengkapnya

Bab 92

“Sel, apa Indra juga tahu saat ini Ed sedang berduka karena neneknya meninggal dunia?”Kalau Indra juga tahu hal ini, setidaknya aku bisa memintainya tolong untuk meminta sepupunya itu mengantarku ke pemakaman nenek Ed.Bukankah statusku masih istri tuannya, Ed juga pasti tidak keberatan kalau aku ikut datang kepemakaman neneknya.“Oh, kami tidak tahu hal itu, Mila. Meski dia sepupu orang yang dekat dengan Bosnya, belum tentu semua hal tentang Bosnya bisa diketahui Indra.” Sella juga tampak terkejut mendengar Ed sedang berduka.“Kasihan sekali suamiku itu, Sel. Belum selesai masalah yang menimpanya dan sekarang harus dirundung duka,” ujarku yang jadi memikirkan Ed.“Jadi kalian sudah menyelesaikan salah paham?” tanya Sella teringat hal yang membuatku sampai harus keluar rumah waktu itu.“Kau benar, Sel. Dia ternyata dijebak.”“Oh, mudah-mudahn setelah ini kalian menyelesaikan kesalahpahaman.”“Masalahnya aku tidak bisa menghubunginya, Sel. Ada banyak hal yang terjadi padaku dalam ming
Baca selengkapnya

Bab 93 : Tentang Ed Dan Ramzi

Tidak sampai dua jam perjalanan dengan pesawat terbang aku bersama sepupu Sella sudah menginjakan kaki di bandara Soekarno-Hatta.Pria yang bernama Dendi itu dengan sopan menanyakan apakah aku ambil rehat atau langsung ke tempat tujuan.Karena kabarnya jenazah nenek Ed akan segera dimakamkan, aku inginnya langsung saja sekalian mengikuti proses pemakaman nenek Ed.“Sepertinya pemakaman nyonya besar bersifat tertutup dengan pengawalan yang ketat. Saya tidak bisa memastikan apakah kita bisa masuk ke area makam keluarga itu.”“Oh, benarkah?” ujarku sedikit kecewa.“Kita lihat nanti saja, Nyonya. Biar saya hubungi Pak Sam untuk menanyakannya.” Dendi segera mengambil ponselnya.   Selesai menghubungi seseorang, tiba-tiba Dendi menyampaikan kabar tentang Sella yang baru didapatnya.Dia mengatakan bahwa orang-orang Ramzi mendatangi rumah Sella karena mencariku. Mereka hampir berbuat onar karena S
Baca selengkapnya

Bab 94 : Di balik Cerita Sopir Truk

 “Aku sedih saat mendengar Ed dilaporkan tentang Tania yang bunuh diri itu.” Mengingat tentang Tania aku jadi sekalian ingin membahasnya. Mumpung mobil jemputan kami belum datang. Dendi yang mendengar pertanyaanku hanya mengedikan pundaknya. “Mungkin tuan punya rencana sendiri menggapa tidak bertindak saat Ramzi melaporkannya sebagai penyebab wanita itu bunuh diri.” Oh, jadi berita Ed dilaporkan tentang dugaan terlibatnya atas kasus Tania yang bunuh diri itu benar? Apa itu artinya Ed sudah mengenal Tania sejak awal? Aku sungguh mulai merasa sangat bodoh karena tidak tahu apa-apa tentang semua orang di sekitarku. Padahal mereka adalah orang-orang yang dekat denganku. Sudahlah. Aku tidak ingin banyak menduga lagi. Tujuanku datang ke sini untuk menemui suamiku. Aku tidak mau hanya karena sedikit hal yang
Baca selengkapnya

Bab 95 : Penilain Yang Salah

“Nyonya?” suara itu mengusik lamunan indahku.Aku berbalik badan dan melihat Sam sudah berdiri di sana.Tidak salah, pria itu memang sopir yang pernah mengantar jemput ibuku.Dia juga sopir yang pagi-pagi datang ke rumah dengan alasan mengambil kekurangan upah menyupirnya padahal Ed yang memintanya mengechek keadaanku.Sekilas memori itu membuatku merasa sedikit lucu. Dalam ketidak tahuanku, Ed sudah melibatkan banyak orang untuk ikut berdrama demi bisa bersamaku. Membuatku semakin tidak tahan untuk bertemu dengannya. “Di mana suamiku?” Aku langsung menanyakan tentang Ed.“Mohon maaf, Tuan Edward begitu lelah dan masih dalam perasaan berduka yang dalam. Jadi belum bisa menemui Anda saat ini.”Mendengar kata-kata itu hatiku yang sudah berbunga-bunga tadi seketika mencelos dan tertarik jatuh.Tidak ada yang salah dengan kata-kata itu. Bahwa Ed sedang lelah dan sangat berduka. Tapi entahlah, mengapa aku yang mendengarnya bisa merasa terluka begini.Yang kutangkap dari kata itu seolah
Baca selengkapnya

Bab 96 : Sudah Tidak Percaya

“Terus terang saya tidak tahu apa maksud Anda yang tiba-tiba datang lagi pada Tuan Edward. Saya tidak tahu bagaimana perasaan Tuan Edward setelah semua ini. Tapi saya sudah sangat tidak mempercayai Anda lagi.”Sam mengatakannya dengan sangat tegas tentang pemikirannya itu terhadapku.Hati siapa yang tidak pilu harus di pojokkan dalam sebuah kesalahpahaman. Padahal sebelum ini aku begitu ingin menemui Ed dan kembali padanya.Rasanya ini adalah balasan karena aku sempat tidak mempercayai suamiku itu.Tapi rasa tidak terima muncul atas sikap Sam padaku.Bukan dia yang memiliki hak atas perasaan ini. Mau dia percaya atau tidak, bukanlah jadi soal bagiku, asalkan setelah ini aku dan Ed akan saling menyelesaikan keslahapahaman ini dan kami kembali bersama.Aku tidak peduli penilaiannya. Pun aku juga tidak punya kewajiban untuk menjelaskan pada pria ini bahwa aku tidak seperti yang dia sangkakan. Tahu apa dia tentang hubungan kami. “Terima kasih atas penilaianmu terhadapku, Sam. Aku tidak
Baca selengkapnya

Bab 97 : Keputusan Pergi

Ed,Maafkan aku,Aku tidak akan memaksamu untuk mempercayaiku,Tapi, aku mencintaimu.Hiduplah dengan baik dan lupakan saja aku.Semoga kau bahagia...Kutulis kata-kata itu di layar ponselku yang baru kuaktifkan. Dengan berlinang air mata kutekan tombol kirim ke nomor Ed.Meski statusnya tidak aktif, mudah-mudahan kapan hari dia berkenan mengechek ponselnya dan melihat pesanku.Kalau tidak pun, tidak masalah...Mungkin Tuhan sudah menghendaki semua berakhir seperti ini.Kupaksakan kakiku tetap melangkah meski badanku sudah sangat payah.Seharian rela tidak makan dan minum hanya karena tidak sabar ingin bertemu dengan suamiku itu. Ternyata semua tidaklah seindah yang kubayangkan.Aku kembali tersadar, siapalah aku ini. Hanya gadis kampung dengan nasib yang malang. Yang kini duduk di pinggir trotoar dan tidak tahu harus ke mana.Bingung dan tertekan di rumah Ed, aku memaksakan diri menyelinap pergi di tengah malam dari rumah itu, karena tidak tahan dengan semua keadaan yang membelenggu
Baca selengkapnya

Bab 98 : Kabar Yang Mengejutkan

Tidak menyangka, akhirnya bisa lagi menginjakkan kakiku di tanah kelahiran ayahku. Suasana damai sudah menyeruak yang pasti membuatku betah tinggal di tempat ini kembali.Sebenarnya ini tidaklah dengan mudah sampai di sini. Aku terjaring razia sosial hingga membuatku sempat tinggal di dinas siosial selama beberapa hari.Namun, kuanggap itu sebuah pertolongan terselubung dari Tuhanku saja.Bagaimana tidak, aku yang tidak punya uang dan tak tahu harus bagaimana tiba-tiba saja di angkut di mobil Satpol PP. Di tempat itu diberi makan dan diberi tempat tinggal dengan gratis, jadinya aku malah bersyukur. Di sana aku bertemu dengan wanita yang mengalami penyakit kepikunan dini meski usianya belum terlalu tua. Kutemani dia dengan baik dan saat keluarganya menjemput, mereka juga menawarkan untuk mengantarku ke kampung halaman.Kupilih kampung ayahku saja karena niatku memang ingin menyendiri. Ayah masih punya rumah peninggalan keluarganya dan dua tahun yang lalu aku masih sering datang unt
Baca selengkapnya

Bab 99 : Periksa Kehamilan

“Mila, kau kenapa?” Ibu jadi panik melihatku yang lemas.Dia segera bangkit untuk membantuku duduk di kursi. Sekarang ibu malah yang mondar-mandir mencari sesuatu untuk membuatku lebih baik.“Punya minyak kayu putih atau apa biasanya, Mila?” tanyanya sembari memeriksa laci“Tidak apa, Bu. Mila baik-baik saja.” Aku malah bingung melihat ibu sepanik itu.“Kita ke Puskesmas ya, Nak?” Ibu kembali dan membujukku.Aku pun mengangguk.Sejak kemarin aku mulai sering merasa pusing dan mual. Kuanggap biasa saja karena aku tahu saat ini sedang hamil. Dan hal -hal seperti itu sudah wajar.Tapi karena tidak mau kenapa-kenapa juga dengan bayiku, kusanggupi saat ibu mengajakku periksa ke Puskesmas. Lagipula sejak di periksa Dokter Hartono, aku belum sempat memeriksakan kandunganku lagi.Kami berjalan sebentar keluar gang dan memanggil becak motor di pangkalan untuk mengantar kami ke Puskesmas.Di kampung juga ada Polindes, tapi biasanya sore begini sudah tutup. Jadi kami pergi ke Puskesmas saja yan
Baca selengkapnya

Bab 100 : Bayi Kembar

Kami tidak langsung kembali ke rumah karena Ibu mengajakku ke Pasar Sore tidak jauh dari Puskesmas itu untuk menjual kalung emasnya.Dia bilang ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan di rumah. Jadinya setelah menjual kalung emasnya itu kami sibuk belanja beberapa keperluan.“Jangan berlebihan Bu, ini masih 3 bulan, nanti biaya lahiran dan merawat bayi lebih gede. Mending ditabung saja buat nanti,” ujarku yang malah menasihati ibuku itu.Kondisi yang prihatin dengan hanya mengandalkan membuat kue basah dan menitipkannya di warung-warung dekat rumah, membuatku selalu berpikir hemat. “Jangan dipikir yang belum, Mila. Kita harus banyak bersyukur. Di dalam perutmu ini ada cucu, Ibu. Nanti ibu juga akan bantu-bantu biaya merawat anak-anakmu. Yang penting cucu ibu sehat dan lahir baik-baik saja, tidak kurang apapun.”Ibu mengelus perutku dan kembali tampak berkaca-kaca. Sepertinya dia sangat bahagia akan punya cucu. Aku ingat, ibu sangat penyayang anak-anak.Akhirya kubiarkan saja ibu men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
20
DMCA.com Protection Status