Home / Romansa / Balas Dendam Berbalut Sutra / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Balas Dendam Berbalut Sutra: Chapter 1 - Chapter 10

16 Chapters

Prolog

“Ini tidak gratis, kau tahu?”Sesuatu yang besar dari dalam mimpi menghantamku dengan keras, instan membuat mataku terbuka lebar. Aku terbangun di sebuah kamar tak dikenal, dengan kepala berdenyut-denyut dan dikelilingi oleh kebingungan. Setelah mati-matian beradaptasi dengan cahaya dan dapat membuka mata dengan ringan, ruangan ini perlahan-lahan mulai tampak jelas, menampakkan seorang pria asing yang bergelung di selimut di sampingku.Tunggu, APA?!Kepanikan melanda, mendorongku untuk mencoba merangkai kejadian-kejadian sebelumnya yang membawaku ke situasi gila ini. Semuanya tampak berkabut, gambar-gambar adegan yang buram melintas di benakku. Tak ada satu pun yang kupahami selain … oh, astaga, alkohol sialan! Mustahil untuk dapat mengingat kejadian semalam.Tak kunjung menemukan jawaban, aku akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang lebih masuk akal. Dengan hati-hati, aku menyibak selimut putih kusut dan kemudian melepaskan diri. Ya Tuhan, aku sampai tak sadar telah menahan
Read more

Bab 1

Sehari sebelumnya“Aku melihat Evan masuk hotel bersama seorang perempuan,” kata Addy setengah jam yang lalu. Dan itulah yang membuatku datang ke Hotel Gallan. Sebenarnya aku tidak mempercayai kata-kata Addy, yang barangkali dia melihat sesuatu secara keliru. Atau mungkin dia salah mengenali orang lain sebagai Evan. Namun, sepuluh persen dari diriku tetap ingin memastikan bahwa dia salah.Saat aku berjalan memasuki Hotel Gallan, pikiranku terbagi antara perkataan Addy dan perasaan skeptisku sendiri. Lantai marmer putih membentang luas di lobi, lampu-lampu LED bersembunyi di bawahnya. Dinding-dinding utama terbuat dari kaca, menjulang ke atas dan bertemu dengan langit-langit tinggi berwarna putih, yang di tengahnya terdapat lampu gantung besar bergaya avant-garde. Rasa was-was menggerogoti ketika aku menuju meja resepsionis di mana seorang wanita ramah menyambutku dengan senyum hangat. “Selamat datang di Hotel Gallan. Ada yang bisa saya bantu?”Mengambil napas panjang, aku memutuskan
Read more

Bab 2

Sepeninggal mereka, aku berjalan gontai keluar dari hotel, refleksi dari rasa sakit hati yang terasa begitu jelas. Suasana di sekeliling terasa mengabur, sulit untuk digenggam. Pikiranku mengatakan orang-orang yang kulewati menatapku mencemooh. Atau sebenarnya tidak? Ya Tuhan, aku tidak bisa mengendalikan situasi ini!Pikiran kacauku menuntunku memasuki sebuah kelab malam, dan aku kemudian menuju bar, mengambil tempat duduk di sudut, agak menyingkir dari keramaian. Aku mencoba menenangkan diri, punggung tanganku menyeka air mata yang hampir jatuh. Jangan sampai orang lain melihatnya.Seorang bartender menghampiri. “Selamat datang! Ada yang bisa saya buat untuk Anda?”“Tequila martini, tolong. Kau punya?” Pria berwajah ramah itu mengangguk pelan. Barangkali dia tahu bahwa minuman yang kupesan ini memang akan kugunakan untuk melupakan sesuatu. “Yang kuat,” tambahku sebelum dia mulai mencampurkan bahan-bahan minuman.Setelah beberapa saat, bartender itu kembali lagi. “Ini dia, satu tequi
Read more

Bab 3

Langit pagi itu begitu biru ketika aku keluar dari kelab dengan langkah cepat. Wajahku mungkin mencerminkan kombinasi antara kegelisahan, rasa bersalah, dan kepanikan. Aku harus segera kembali ke unit dan bersiap ke kantor. Aku berdecak setelah menatap sekilas ke arlojiku. Pening dan mual kukesampingkan, walaupun tubuhku benar-benar menyuruhku untuk berhenti berjalan cepat dan istirahat. Astaga, tidak ada waktu!Ketika pintu gedung apartemen terbuka, aku menabrak seseorang yang sedang berada di lorong. “Astaga, Mia—hai!”Syukurlah, itu hanya Addy. “Hai, Addy. Aku sedang terburu-buru. Nanti saja, oke?”“Tidak, tidak.” Addy mencegatku, membuatku tak repot-repot menyembunyikan wajah keberatan. “Aku berutang maaf padamu dan Evan—”“Tidak,” selaku, langsung teringat kejadian semalam. “Kau benar, uh, dia berselingkuh. Tapi sungguh, kita bicarakan ini nanti saja, kumohon? Aku terlambat masuk kerja.”“Baiklah. Segala sesuatu akan membaik seiring waktu.” Addy menatapku dengan simpati, tapi sej
Read more

Bab 4

“Selamat siang, Mr. Lynch,” sapaku, dalam hati sedikit bertanya-tanya karena dia tak kunjung berbalik.Namun, ketika dia akhirnya berbalik, jantungku benar-benar berhenti berdetak selama beberapa saat. Aku mengenalinya. Demi ibu pertiwi, aku benar-benar berharap bisa pergi dari sini. Dia pria itu! Pria yang semalam tidur denganku!Aku sekonyong-konyong mengobrak-abrik isi tasku, mencari sesuatu.**Pria itu mencegatku di depan pintu kamar. Dia sudah mengenakan kemeja biru mudanya. Tangannya mengulurkan sebuah benda tipis berwarna hitam yang sangat biasa. Aku melihatnya sekilas dan hanya dapat menangkap tulisan kecil berwarna keemasan.Aku mendongak, menatapnya malas.“Tidak perlu,” jawabku singkat. Karena aku tahu ini hanya akan menjadi hubungan satu malam tak berarti. Atau setidaknya aku berniat begitu. Tidak menerima apa pun darinya adalah langkah utama untuk melupakannya. Aku bahkan tidak repot-repot menanyakan namanya, yang sudah kulupakan karena pengaruh alkohol semalam. Aku membe
Read more

Bab 5

Aku memasuki ruang redaksi dengan perasaan campur aduk yang menghantui pikiran. Pernyataan River tentang hubungannya dengan Evan masih terus membelenggu pikiranku, seakan tak bisa dipercaya. Setiap langkah yang kuambil terasa begitu berat, dan ketidakpastian merayap di dalam benaknya.Masih tak bisa dipercaya bahwa aku mengambil keputusan seperti tadi. Umpan yang dipasang River … aku telah memakannya mentah-mentah. Dia berhasil menipuku, melakukannya seolah-olah aku memutuskan semuanya sendiri. Ayolah, semuanya tampak mudah bagi pria itu!Emma, yang sibuk menata berkas di meja kerjanya, merupakan orang pertama yang menyadari kehadiranku. Ia mengangkat kepala ketika aku memasuki ruangan. Wajahnya langsung berubah penuh perhatian, barangkali karena melihat ekspresiku yang sangat muram. “Hai! Mia, bagaimana wawancara dengan River Lynch?”Hampir semua orang yang berada di ruangan itu langsung menoleh padaku, berharap-harap cemas.“Sangat baik,” jawabku, tak sepenuhnya jujur. Mereka terus
Read more

Bab 6

Apartemenku terasa hampa dan gelap. Aku terlalu malas untuk menyalakan lampu. Cahaya redup datang dari lampu-lampu perkotaan dan cahaya bulan yang menerobos melalui kaca jendela yang tirainya tak kututup sejak tadi. Aku duduk sendirian di sofa—aku dan Evan sering berhubungan seksual di sofa ini, sialan—botol minuman keras berjejer di meja, ada satu yang tergeletak. Pemandangan kota yang gemerlap dari jendela hanya membuatku merasa semakin terisolasi. Kekacauan yang telah menghantuiku sepanjang hari seolah menyeruak masuk ke dalam pikiranku, memenuhi setiap sudut ruangan dengan kebingungan dan keputusasaan.Aku lelah. Hari ini sangat melelahkan. Dan kacau. Bel pintu apartemen berbunyi sejak beberapa waktu yang lalu. Aku mengabaikannya.Pandanganku merana menatap koper dan kotak-kotak berisi barang-barang milik Evan. Setelah pulang dari kerja, aku mengeluarkan semua pakaian dan benda miliknya. Namun, tak butuh waktu lama bagiku untuk akhirnya meledak dalam tangis.Tanpa berpikir panjang
Read more

Bab 7

“Gracie, rupanya kau menahan tamuku di sini.” Sebuah suara di belakangku membuatku dan bartender wanita itu menoleh. Aku tersedak ludahku sendiri. River berdiri menjulang dengan setelah abu-abunya.“Halo, Mr. Lynch,” sapa wanita itu, membuatku menahan napas. “Wanita cantik ini tamumu? Tunggu,” jedanya, menatap bingung padaku. “Jadi pria yang akan kau temui itu adalah Mr. Lynch?”“Kalian saling kenal?” tanyaku panik, teringat dengan perkataanku beberapa waktu lalu yang menyebutnya menyebalkan dan sebagainya.“Ya,” jawab Gracie, kemudian menatapku dan River bergantian. “Bar ini milik Mr. Lynch.”Pria itu kemudian menyeringai, dan tiba-tiba rasanya aku ingin menghilang ditelan bumi saja. “Sepertinya kau tersesat,” komentarnya, mencemoohku. Aku belum bisa menemukan suara. River beralih memandang Gracie. “Biar kuambil alih dari sini, Gracie.”“Ya-ya,” jawab Gracie yang masih kebingungan, “tentu, Mr. Lynch.”“Masukkan apa pun yang nona
Read more

Bab 8

“Mengapa kau ingin membalas dendam kepada Evan?” Aku bertanya, suaraku diwarnai dengan perpaduan antara kehati-hatian dan kebingungan. Itu adalah pertanyaan yang sarat makna, dan aku tidak yakin apa motivasi River. Gagasan untuk bekerja sama dengan seseorang yang baru saja kukenal, terutama untuk tujuan balas dendam, adalah sebuah keputusan yang membutuhkan pertimbangan matang.“Aku bukannya ingin membalas dendam, melainkan memberi pelajaran.” River sedikit mencondongkan tubuh, tatapannya tajam. “Hampir semua bisnis yang kujalankan … Evan adalah ahli waris satu-satunya.”Aku bengong beberapa detik. “Dia tidak tampak seperti ahli waris kaya raya,” komentarku, mengingat bagaimana sederhananya hidup Evan,  bagaimana dia bersikap, dan … pokoknya segala sesuatu tentangnya tak menunjukkan bahwa dia akan mewarisi bisnis yang kutaksir bernilai miliaran dolar. “Kau menipuku?”River berdecak halus. Kepalanya geleng-geleng sambil menghela napas lelah, seakan dia seda
Read more

Bab 9

“River Lynch sudah datang?” tanya Rory, tanpa kusadari kedatangannya yang tiba-tiba di lokasi pemotretan. Hari pemotretan River dengan Pamela Magazine sudah tiba. Rory telah memberikan tanggung jawab ini kepadaku, sebagaimana seharusnya.“Sudah,” jawabku, diam-diam memberikan isyarat kepada Koordinator Produksi yang tadi sedang berdiskusi denganku, untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. “Dia aman bersama para stylist dan Lukas di ruang ganti. Kau ingin melihatnya?”“Tidak perlu,” jawab Rory, sambil mengecek catatan di iPad yang dipegangnya. Matanya melirik sekeliling ruangan pemotretan, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. “Aku yakin semuanya berjalan lancar di sini. Namun, pastikan River tahu dengan jelas apa yang diinginkan oleh tim redaksi kita.”Aku mengangguk, mencatat saran dari Rory. “Tentu. Aku akan memastikan semuanya berjalan dengan baik. Kita ingin hasil pemotretan yang memenuhi ekspektasi Pamela.”Rory tersenyum dan melanjutka
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status