Home / Horor / Jerat Pemikat / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Jerat Pemikat: Chapter 61 - Chapter 70

122 Chapters

bab 61

“Jaga diri di rumah, kalau nanti aku ngabarin nggak bisa, jangan maksain diri nyusul ya? Temani Emak dulu di rumah,” ucapku sebelum pergi meninggalkan Syarifah.“Kalau lama, aku minta nyusul lah. Enak aja di sana lirik lirik anaknya bos,” sungutnya.Aku tersenyum. “Nggak lama, paling lima menit keluar. Kan masih sehat,” kekehku.“Ck, apaan sih?” Syarifah tersipu. “Aku pergi dulu, chat aja kalau kangen.” Aku mengecup keningnya lagi, setelah dirasa memang perlu untuk membuat Syarifah yakin aku pergi untuk bekerja dan berusaha menafkahinya. “Ya, hati hati di jalan.”AKu pamitan pada Syarifah, Emak dan Bapak. Mereka semua tersenyum saat mengantarku pergi dan aku pun berusaha tersenyum, meski berat meninggalkan istri yang sedang lucu lucunya. Aku menuju ke kota, tapi mampir dulu ke Pesantren. Aku sudah janjian sama Hamzah, dia bilang mau nitip sesuatu sebelum aku pergi. Aku melihat Hamzah sedang duduk kursi halaman ndalem, rumah Abah Yai.“Cie, yang udah jadi mantu Yai. Gimana, Gus? Am
last updateLast Updated : 2024-07-03
Read more

bab 62

.“Eh, masih ingat kerja rupanya? Aku kira sibuk dengan istri,” ucap Nona Lisa begitu aku masuk ruangan.“Istri juga kan butuh makan, Non,” jawabku sambil duduk di kursi.“Siapa yang nyuruh kamu duduk? Berdiri di sana saja,” ucap Nona Lisa yang justru galaknya melebihi Bu Bos.“Hm, baiklah Non. Saya diminta buat ke ruangan ini sama Bu Bos. Katanya dipindahkan di meja Manager. ““Enak ya jadi kamu? Disayang Momy saya, dikasih kerjaan dengan jabatan tinggi pula.” Nona Lisa terlihat sangat menyebalkan sekali hari ini. Mana ada kerjaan enak. Semakin tinggi jabatan ya semakin berat tugas dan tanggung jawabnya.“Alhamdulillah, rezeki setelah menikah.”“Mau pamer?” “Astaga, ada masalah apa sih Non sama saya? Saya hanya diminta buat menghadap Nona loh, bukan ngajak kelonan syaraf,” ucapku.“Suka suka aku lah. Kerjaanmu sekarang banyak, nih! Kerjain semua, kamu sering keluar nanti buat pantau perkembangan cabang cabang di berbagai kota. Bisa jadi nggak pulang berhari hari, istri sudah tahu?”
last updateLast Updated : 2024-07-03
Read more

bab 63

.Mendengar dia memanggil dengan nama lama, aku pun langsung menutup pintu. Aku harus memakai air yang diberikan Pak Ustad agar tak dibawa pergi mereka lagi. Hampir saja aku lupa. Perasaanku tak enak, menangkap sesuatu yang pasti akan buruk untukku jika sampai memberi kesempatan mahluk itu masuk. Jelas dia bukan Syarifah, mana mungkin dia menyusul dan memanggilku dengan nama itu.Panggilan di telepon sudah tersambung sejak tadi ternyata. Setelah aku pakai air penangkal dari Ustad Husni, tak ada ketukan yang aku dengar lain. Dingin dalam tubuh ini sudah menghangat karena aku memakai jaket Syarifah yang tergantung di sisi kamar. Jaket bulu yang pernah dia pakai saat kita semua berlibur bersama di Bogor saat itu.“Maaf, Peh. Gue baru pulang, tadi cari jaket karena kehujanan dan dingin,” ucapku sambil menggosok hidung yang masih gatal dan meler karena terkena hujan.“Ya Allah, kok bisa baru pulang, Mas?”Ea, panggilan sudah berganti ternyata jadi Mas. Aku pun tersenyum, meriang seperti l
last updateLast Updated : 2024-07-04
Read more

bab 64

.Aku ke kantor tepat waktu. Aku berharap tak banyak kerjaan hari ini karena tubuhku belum begitu fit selepas flu semalam mendera. Aku memakai masker agar tak begitu dingin terkena angin AC yang bisa saja flu ku kembali terasa.“Tumben pake masker?” tanya Lili saat berpapasan denganku di lif.“Biar ganteng, Li. Masa nggak bisa bedain mana orang ganteng asli sama maskeran? Kayak Opa opa korea kan?” kekehku pada Lili.“Hahaha, iya sih. Sejak nikah, lo malah jadi ganteng dan auranya lebih enak dilihat. Jaga diri tuh, nanti anaknya Bu Bos naksir lagi,” ucap Lili.“Naksir mah lo juga boleh, bebas. Yang penting jangan war dan niat jadi pelakor. Gue mah setia, kagak bakalan geser. Paling otaknya dikit yang geser,” jawabku membuat Lili menggelengkan kepalanya dan tersenyum.DIpuji Lili, aku malah jadi melihat diriku sendiri di dinding lift yang berkilau dan menunjukan wajahku yang ganteng. Iseng tersenyum sendiri lalu sosok putih yang tadi menemaniku sarapan tiba tiba ada di sisiku dengan
last updateLast Updated : 2024-07-04
Read more

bab 65

“Lalu siapa yang tadi membawa Syarifah?” Emak pun ikut panik.“Emak dan Bapak di rumah saja, Fir akan pergi mencari Syarifah.”“Kemana, Le? Ini sudah mau maghrib.”“Fir akan minta bantuan Ustad Husni,” ucapku.Tak menunggu lama, aku pun kembali menaiki motor dan tujuanku sekarang adalah pesantren. Tak peduli angin yang berhembus senja ini dan sentuhan sentuhan yang memaksaku menengok. Aku yakin mereka adalah mahluk yang bersekutu menggangguku dalam perjalanan menuju ke pesantren. Langit yang sudah berubah menjadi gelap membuatku semakin memacu laju kendaraan. Aku tak ingin menunggu semakin lama, takutnya istriku tak bisa kembali.Pengalaman disesatkan di alam lain saat itu membuatku sangatlah takut. Godaan godaan di alam sana bisa saja membuat seseorang tergiur dan tak mau keluar dari alam itu. Padahal, apa yang didapatkan di sana tak akan senikmat di dunia.Aku sampai di pesantren Abah. Terlihat Abah dan Ustad Husni hendak keluar dari rumah Abah. Keduanya langsung menatapku serius.
last updateLast Updated : 2024-07-05
Read more

bab 66

Semua yang ada di depanku menjadi Syarifah. Aku jadi bingung di mana yanga asli.“Dek, kamu yang mana?” tanyaku.“Aku istrimu.”“Aku istrimu.”“Aku istrimu.”Semua mendekat dan malah mencoba untuk menjamah tubuhku. Aku mundur dan sosok hitam yang tadi mengaku sebagai ayah dari makhluk yang mengejarku pun ada di belakang dan menangkapku. Aku tak bisa berontak, tapi aku harus bisa melawannya.“Aku tak akan mengganggu kalian semua, aku janji. Aku hidup dengan damai di dunia, kenapa kalian usik? Keahlianku yang bisa melihat bangsa kalian, bukanlah inginku. Maafkan aku jika ada salah, tolong kembalikan kami,” ucapku mencoba menghiba. Tentu saja dengan memanjatkan doa tanpa henti aku mencoba menegosiasi. Pernikahan yang diaharapkan bangsa lelembut denganku, jangan sampai terjadi. Diantara semua wanita yang mengaku Syarifah itu, ada yang diam saja dengan tangan mengepal. Aku yakin itu istriku yang sedang tak bisa berbuat apa apa lantaran mulutnya jelas terkunci. Sama seperti aku yang saat i
last updateLast Updated : 2024-07-05
Read more

bab 67

..“Iya, dipikir berapa hari? Yang ngeruqyah sampai nggak nyenyak tidur dan bergantian,” ucap Hamzah dan aku pun menengok pada semua santri yang membantuku.“Perasaan baru sampai langsung kultum di sana beberapa menit, pulang. Kok udah lima hari saja,” ucapku sambil nyengir. “Beda alam, beda masanya. Syukurlah kalian sudah kembali, ini ruqyah akbar terlama yang pernah Ustad lakukan. Selamat karena sudah membuat kami menjadi luar biasa dengan begadang lima hari ini,” kekeh Ustad Husni.Aku pun mengucapkan terimakasih dan sangat bersyukur dengan hal ini. AKu pun berniat menyumbangkan separuh gajiku untuk semua santri yang ikut membantu membacakan doa untukku. Selain itu, aku akan mengajukan resign dari kantor. Aku akan menjaga istriku di rumah dan tak akan kembali lagi. Takut hal yang semacam ini akan diulang oleh Diana yang masih mengira aku tak bahagia.Malam ini kami mengadakan syukuran di pesantren. Tentu agar tak lagi ada yang mengganggu aktivitas kami lagi. Syarifah sudah mulai
last updateLast Updated : 2024-07-08
Read more

bab 68

..Tak ada kabar dari kantor. Apa surat pengunduran diri di kantor di ACC atau tidak. Padahal sudah seminggu, nyatanya bu Bos tak mengabari sama sekali.“Nggak ada kabar dari kantor?” tanya Syarifah.“Nggak ada. Ya udah lah, anggap aja udah di ACC. Lagian kalau nggak berangkat kerja, apa yang mau mereka pertahankan? Kantor kan butuh karyawan, bukan butuh gue,” ucapku.“Jadi ke sawah lagi?” tanya Syarifah. Dia terlihat seperti menghiburku.“Jadi. Hari ini mau nyabut benih dan sekalian mau nandur, kemarin Bapak minta dimulai sekarang saja. Sudah tinggal mulai ditandur. Mumpung hujan masih turun.”SYarifah mengangguk. AKtivitas bertani sudah mulai aku lakukan setelah satu minggu hanya jadi pengangguran dan beban Emak Bapak. Sebenarnya aku bekerja atau tidak ke sawah, terserah aku. Hanya saja, aku punya istri dan aku punya tanggung jawab. Tak mungkin jadi beban keluarga terus menerus.Bapak dan Emak sudah siap dengan caping dan satu cangkingan besar berisi peralatan sawah dan bekal. S
last updateLast Updated : 2024-07-08
Read more

bab 69

“Ahh … “Darah segar keluar dari kakiku. Aku melihat ke atas, suara seperti ranting yang bergoyang membuatku yakin makhluk itu sedang mengawasiku. Aku membuang benda yang menancap di kakiku, lalu aku berjalan dengan sedikit pincang ke gubug lagi. Bersikap agar tak terlihat kesakitan.“Loh, MAs, kenapa?” tanya Syarifah panik.“Kenapa, Le?” Emak terlihat ikut panik.“Nggak apa apa, tadi kena ranting yang tajam di dasar kali. Kayaknya memang kurang hati hati aja, padahal airnya bening. Soalnya pikiranku nggak fokus, keinget Ifah terus,” kekehku mencolek dagu Syarifah.“Ih, serius juga.”“Kok bisa ranting nggak keliatan, Le,” ucap Bapak yang langsung berdiri dan mencari daun petai cina untuk membuat darahnya berhenti. Aku mendengar tawa cekikikan dari sisi sungai. Pelakunya dia itu. Awas aja. Acara makan ini jadi kurang seru karena Syarifah yang terus menanyakan apa lukaku sakit atau enggak. Memang lumayan linu, cuma kan nggak boleh mengeluh di depannya. AKu tahu ini trik pengganggu itu
last updateLast Updated : 2024-07-08
Read more

bab 70

“Tadi Hamzah nawarin bikin kandang kambing di lahan Emak, memang boleh, Mak?” tanyaku sepulang dari pesantren.“Ya belakang sana, kandang kambing Bapak. Bikin aja yang lebih besar. Itu juga kambing yang di sana udah minta ganti rumah kayaknya,” ucap Emak.“Memang kandangnya ngomong, Mak?” tanya Syarifah dan aku pun terkekeh dengan ucapan Emakku.“Ya kan udah bocor, Nduk. Kayaknya sering masuk angin juga itu kambing, kalau malam gelemberan terus,” jawab Emak."Kira-kira boleh gak sama bapak ya bikin ternak kambing bareng Hamzah?" tanyaku."Boleh," sahut Bapak. Bapak keluar dari kamar menyusul kami yang sedang duduk di lantai depan televisi. Tak ada ruang keluarga, hanya ada teras berbahan semen yang sudah halus karena sering terkena kaki. Kami biasanya menghabiskan waktu di sini untuk berbincang atau melakukan aktivitas bersama sama keluarga. “Kambing yang di kandang Bapak itu juga bagus bibitnya, FIr. Kamu beli yang perempuan aja kambingnya, biar satu bandot bisa ngehamilin 4. Anakn
last updateLast Updated : 2024-07-09
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status