“Jaga diri di rumah, kalau nanti aku ngabarin nggak bisa, jangan maksain diri nyusul ya? Temani Emak dulu di rumah,” ucapku sebelum pergi meninggalkan Syarifah.“Kalau lama, aku minta nyusul lah. Enak aja di sana lirik lirik anaknya bos,” sungutnya.Aku tersenyum. “Nggak lama, paling lima menit keluar. Kan masih sehat,” kekehku.“Ck, apaan sih?” Syarifah tersipu. “Aku pergi dulu, chat aja kalau kangen.” Aku mengecup keningnya lagi, setelah dirasa memang perlu untuk membuat Syarifah yakin aku pergi untuk bekerja dan berusaha menafkahinya. “Ya, hati hati di jalan.”AKu pamitan pada Syarifah, Emak dan Bapak. Mereka semua tersenyum saat mengantarku pergi dan aku pun berusaha tersenyum, meski berat meninggalkan istri yang sedang lucu lucunya. Aku menuju ke kota, tapi mampir dulu ke Pesantren. Aku sudah janjian sama Hamzah, dia bilang mau nitip sesuatu sebelum aku pergi. Aku melihat Hamzah sedang duduk kursi halaman ndalem, rumah Abah Yai.“Cie, yang udah jadi mantu Yai. Gimana, Gus? Am
Read more