Home / Romansa / Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan / Chapter 281 - Chapter 290

All Chapters of Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan: Chapter 281 - Chapter 290

405 Chapters

Bab 281. Kebingungan Sekarang.

Rani menghitung uang yang ia punya saat ini. Dan itu tidak cukup untuk membayar hutang tanah pada bude Iyah. Dia bahkan sudah meminjam uang 2 juta pada koperasi jalan ( bank titil kalau istilah orang sini menyebutnya.)Satu-satunya jalan hanya dengan menekan Susi. Dia pada akhirnya mendatangi Susi, karena lewat chat Susi sama sekali tidak merespon lagi. Bahkan centang satu. Entah Rani di blokir atau memang si Susi tidak punya paketan data internet.Rani buru-buru melangkah ke ruang Susi setelah mengintip dari teras rumahnya, dan melihat suami Susi sudah berangkat kerja.Rani takut kalau ada suami Susi dirumah, semalam mereka sudah terdengar bertengkar hebat. Bahkan nama Rani disebut suaminya sebagai dalang penyebab istrinya berhutang.Sampai dirumah Susi, Rani memohon agar Susi segera mengembalikan uangnya."Aku mau cari dimana, Ran? Sumpah aku bingung. Semalam udah ngomong sama suamiku. Tapi bosnya belum bisa kasih kasbon, karena kasbon kami masih sisa. Lagian ini belum ganti bulan.
last updateLast Updated : 2024-09-03
Read more

Bab 282. Dari berhutang, jadi fatal.

"Hehe. Sini." Nita meninggalkan teh Ainun dulu untuk mengambilkan bensin Edi."Cepet ya. Udah ditunggu teman-teman. Mau muat.""Oke." Nita segera menakar dan Edi mengulurkan uang.Dia sempat melihat pria itu mampir dahulu ke rumahnya yang terletak di ujung sana.Tapi tak berapa lama dari Edi terlihat belok ke rumahnya dan Nita baru kembali pada Teh Ainun, mereka dikejutkan dengan suara Keributan yang berasal dari rumah Edi dan Susi.Sepertinya mereka sedang bertengkar hebat kali ini.Ainun dan Nita sampai kepo dan mengintip dari kejauhan.Rupanya saat Edi berniat mampir ke rumah untuk mengambil air minum yang sudah habis, dia mendapati istrinya sedang ditagih oleh dua rentenir.Tak tanggung-tanggung Susi harus membayar 2 juta setengah bersama bunganya.Edi terkejut bukan main saat mendengar Istrinya mempunyai hutang tujuh juta pada rentenir. Edi marah, lebih marah lagi saat Susi belum bisa membayar angsuran pertama. Dua pria rentenir itu menyita hp satu-satunya milik mereka.Saat dua
last updateLast Updated : 2024-09-03
Read more

Bab 283. Misteri Illahi

Pada akhirnya, mau tidak mau, Nita dan Ainun harus menjadi saksi untuk diinterogasi oleh polisi.Hingga sore hari, teras rumah Susi masih terlihat rame.Rani mondar-mandir di rumahnya setelah tadi juga sempat berlari ke rumah Susi dan sempat melihat keadaan Susi sebelum dimasukkan ke dalam ambulans."Ya Allah…" Dia merinding, mengingat jika naas yang menimpa Susi itu adalah gara-gara di tagih hutang oleh renternir. Dan, semua itu berawal dari Skincare.Rani meraba lengannya, bulu kuduknya berdiri. Tadi dia melihat, betapa mengerikannya luka bakar yang dialami oleh Susi. Wajahnya sampai melepuh total dan rambutnya terbakar habis.Rani gemetaran, dia takut setengah mati jika di tanyai oleh pihak yang berwajib atau sampai di tuntut oleh keluarga Susi, karena mau tidak mau dan bagaimana pun juga, dia terlibat dalam terjadinya pertengkaran Susi dan Edi. Dialah biang keroknya, yang menghasut Susi supaya menghutang pada renternir."Tapi kan dia memang ngutang duitku! Wajarlah aku minta duitk
last updateLast Updated : 2024-09-04
Read more

Bab 284. Mulai memetik hasil

Karena dasar dari dia tega melakukan hal keji ini memang murni tersulut emosi, tanpa direncanakan.Pengakuan saksi, Nita dan Ainun sedikit meringankan hukuman Edi. Karena Edi membeli bensin memang benar titipan sang sopir.Tapi dari tindakan keji Edi, telah berakibat fatal.Tiga Minggu di rumah sakit, dokter telah melakukan apapun cara untuk menyembuhkan luka bakar yang diderita Susi, namun Tuhan berkehendak lain.Menurut Dokter, Luka bakar masih bisa di tangani, tetapi bensin yang menyiram tubuh Susi dari atas kepala hingga kaki telah terhirup sebanyak mungkin, hingga menyebabkan paru-paru dan jantung Susi rusak tak dapat lagi berfungsi.Susi menghembuskan nafas terakhir, tepat setelah berada di rumah sakit selama dua puluh hari.Tangisan pilu dari keluarga Almarhum menyambut kepulangan jenasah Susi.Sang ibu bahkan pingsan berkali-kali. Dia tidak menyangka, jika anaknya yang baru saja menikah belum ada lebih dari dari satu tahun itu akan mati oleh tangan suaminya sendiri.Tapi, inil
last updateLast Updated : 2024-09-04
Read more

Bab 285. Tetangga sebelah rumah

Di sini, kerja harian dan borongan memang lain. Jika harian, mungkin hanya dibayar sekitar 130 ribu sampai 150 ribu perhari, tapi jika borongan, Mereka menghitung berapa banyak buah yang di dapat. Dan ini, akan jauh lebih menguntungkan bagi para pekerja.Tapi mungkin karena Adi berpikir jika buah ini adalah pertama kali yang akan dipanen, alangkah baiknya jika mereka bekerja harian dulu sambil melihat hasilnya nanti.Rupanya, perkiraan Adi meleset sempurna. Apa mungkin karena pupuk atau perawatan yang baik, atau mungkin sudah menjadi rezeki mereka, buah pertama yang mereka panen, seperti tak masuk akal.Banyak! Melebihi perkiraan!Mereka tertawa senang. Menyeka keringat yang mengalir deras dari dahi mereka."Gila! Panen raya ini mah!" Teriak Ak Rudi."Gak jadi harian kita! Haha.. Heru benar-benar diberkahi Allah, ak!" Jawab Adi.Hari ini saja, mereka langsung bisa memuat sawit sekaligus.Sementara di rumah salah satu tetangga Nita.Wati, perempuan yang sedang hamil sekitar delapan bul
last updateLast Updated : 2024-09-04
Read more

Bab 286. Ingin Mengajak Kerja

Pernah semasa dulu, karena pernikahan mereka kurang disukai oleh keluarganya, mereka memilih tinggal di sebuah pondok di tengah kebun. Hingga beberapa bulan, sampai Pakde dari Wati mendatangi mereka dan memberi tawaran sebuah rumah. Rumah reot terbuat dari papan yang sudah lapuk dengan atap seng.Pakdenya baik, hanya memberi tumpangan cuma-cuma. Tapi Ijan tidak ingin ada ungkitan untuk kedepannya, dia mengeluarkan satu juta uang yang ia dapat dari mengumpulkan sedikit demi sedikit. Pada akhirnya, rumah yang terletak di gang belakang rumah Nita itu, resmi menjadi milik mereka.Pagi hari ini, terlihat Ijan duduk termenung di teras rumah mereka dengan menatap kosong ke depan. Wati merasa sedikit aneh. Tidak biasanya Suaminya itu bermalas-malasan seperti ini."Mas, kamu gak cari berondolan hari ini?" Wati bertanya, sambil menyodorkan teh hangat."Gak tau. Mau cari kemana. Sekarang susah cari berondolan karena buah banyak yang magel tapi susah dipanen. Lagian sekarang yang jatuh, diambilin
last updateLast Updated : 2024-09-05
Read more

Bab 287. Difitnah

"Iya mbak, kami butuh satu teman lagi. Kalau mas Ijan mau kan, gak nyari orang lain.""Mau mas. Mas Ijan pasti mau. Nanti pas pulang, langsung aku sampaikan ya? Jangan kasih orang lain dulu." Jawab Wati begitu berharap suami bisa dapat pekerjaan."Iya mbak. Aku gak cari orang lain. Tunggu jawaban mas Ijan dulu." Selesai bicara, Adi pergi.Wati sangat senang rasanya, seperti tidak sabar menunggu suaminya pulang untuk menyampaikan penawaran dari Adi tadi.Wati mondar-mandir di teras, jam sudah menunjukkan jam satu siang. Tapi suami yang dia tunggu belum juga pulang. Padahal suaminya tidak membawa bekal makanan."Kok Mas Ijan belum pulang sih? Apa gak lapar?" Dia terlihat mulai khawatir.Sampai jam tiga sore, Ijan belum juga datang."Apa dapat banyak ya? Tapi kok gak pulang dulu lho." Wati kembali berbicara sendiri, melongok keluar rumah.Beberapa saat setelah Wati masuk kedalam rumah, dia mendengar suara motor suaminya."Eh, itu mas Ijan pulang." Wati langsung berjalan cepat ke arah pin
last updateLast Updated : 2024-09-05
Read more

Bab 288. Suamiku Tidak Mencuri

Wati menatap tajam beberapa petugas itu."Kami ini orang susah Pak. Kalau suamiku maling sawit atau bibit sawit, minimal kami harus punya mobil untuk membawanya. Kami punya apa? Cuma motor butut!""Kalau suamiku mencuri bibit atau sawit, mungkin kami sudah punya banyak uang, Pak. Kami saja, hanya bisa membeli satu dua kilo beras! Kenapa kalian tidak menyelidiki terlebih dahulu?" Wati seperti kesurupan, dia berteriak dan memaki para petugas, hingga satu orang dari antara mereka meminta maaf dan berjanji akan menyelidiki kasus ini lagi dengan teliti.Lalu beberapa pertanyaan dilontarkan petugas pada Wati.Wati menjawab dengan sesekali terisak."Pak, tolong selidiki terlebih dahulu. Kami ini setiap hari mencari berondolan. Kalau Bapak tidak percaya, boleh tanya pada para tetangga. Boleh tanya yang punya lapak, apa yang kami jual? Kami setiap hari hanya menjual biji sawit yang mulai mengering." Wati berkata lagi, kali ini dengan nada rendah, dia sangat berharap ucapannya didengar oleh mer
last updateLast Updated : 2024-09-05
Read more

Bab 289. Sendirian Di Rumah Yang Gelap

Wati langsung berkata penuh semangat pada Amir kakaknya, meminta kakaknya itu agar menemui dua orang yang disebut oleh pak RT tadi.Amir setuju, orang-orang juga menyarankan."Kita akan menemui mereka besok pagi."Hingga malam semakin larut, semua orang berpamitan untuk pulang. Mereka hanya bisa memberi semangat, mengucapkan kata sabar untuk Wati.Nita juga telah berpamitan, memeluk Wati dan menepuk halus pundaknya."Mbak Wati yang kuat. Pasti ada jalan. Mas Ijan nggak bersalah, pasti akan segera dibebaskan.""Iya Mbak Nita, terima kasih." Wati menatap punggung Nita dan Heru yang berjalan beriringan meninggalkan teras rumahnya. Dia termenung. Andai kemarin, suaminya berangkat lebih siang, mungkin akan bertemu dengan Adi yang menawarkan pekerjaan. Dan mungkin saja musibah seperti ini tidak akan menimpa suaminya.Dada Wati kembali sesak, dia menoleh ke dalam rumahnya yang tampak remang karena hanya diterangi oleh lampu ublik.Wati memang belum memasang kWh, waktu itu sempat menyambung p
last updateLast Updated : 2024-09-06
Read more

Bab 290. Cari Aman

Pak RT mengatakan jika polisi datang untuk mencari bukti-bukti. Pak RT menyarankan polisi agar menemui dua orang itu untuk bertanya.Pak polisi setuju dan mengajak keluarga tersangka untuk menemui mereka.Sepanjang perjalanan dada Wati berdebar, dia sangat berharap jika kesaksian dua orang itu akan bisa meringankan tuduhan pada suaminya.Tetapi harapannya seketika kandas, wajah Wati memerah dengan tubuh yang gemetaran saat mendengar jawaban dari sang pemilik lapak."Maaf Pak, saya tidak mengenali wanita ini, apalagi suaminya."Ya Allah!Wati menjerit dalam hati. Kenapa orang itu tega berkata demikian? Padahal jelas-jelas setiap hari dia dan suaminya selalu datang kesini untuk menjual hasil berondolan mereka."Cik, kami setiap hari jual berondolan kesini. Suamiku Ijan lho, dua hari yang lalu malah kesini sama aku!"Cik Aling hanya menggeleng, kemudian menatap polisi. "Banyak orang yang datang menjual sawit, tapi saya tidak mengenal satu-satunya orang dengan baik. Apalagi sama Mbak ini
last updateLast Updated : 2024-09-06
Read more
PREV
1
...
2728293031
...
41
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status