"Iya mbak, kami butuh satu teman lagi. Kalau mas Ijan mau kan, gak nyari orang lain.""Mau mas. Mas Ijan pasti mau. Nanti pas pulang, langsung aku sampaikan ya? Jangan kasih orang lain dulu." Jawab Wati begitu berharap suami bisa dapat pekerjaan."Iya mbak. Aku gak cari orang lain. Tunggu jawaban mas Ijan dulu." Selesai bicara, Adi pergi.Wati sangat senang rasanya, seperti tidak sabar menunggu suaminya pulang untuk menyampaikan penawaran dari Adi tadi.Wati mondar-mandir di teras, jam sudah menunjukkan jam satu siang. Tapi suami yang dia tunggu belum juga pulang. Padahal suaminya tidak membawa bekal makanan."Kok Mas Ijan belum pulang sih? Apa gak lapar?" Dia terlihat mulai khawatir.Sampai jam tiga sore, Ijan belum juga datang."Apa dapat banyak ya? Tapi kok gak pulang dulu lho." Wati kembali berbicara sendiri, melongok keluar rumah.Beberapa saat setelah Wati masuk kedalam rumah, dia mendengar suara motor suaminya."Eh, itu mas Ijan pulang." Wati langsung berjalan cepat ke arah pin
Wati menatap tajam beberapa petugas itu."Kami ini orang susah Pak. Kalau suamiku maling sawit atau bibit sawit, minimal kami harus punya mobil untuk membawanya. Kami punya apa? Cuma motor butut!""Kalau suamiku mencuri bibit atau sawit, mungkin kami sudah punya banyak uang, Pak. Kami saja, hanya bisa membeli satu dua kilo beras! Kenapa kalian tidak menyelidiki terlebih dahulu?" Wati seperti kesurupan, dia berteriak dan memaki para petugas, hingga satu orang dari antara mereka meminta maaf dan berjanji akan menyelidiki kasus ini lagi dengan teliti.Lalu beberapa pertanyaan dilontarkan petugas pada Wati.Wati menjawab dengan sesekali terisak."Pak, tolong selidiki terlebih dahulu. Kami ini setiap hari mencari berondolan. Kalau Bapak tidak percaya, boleh tanya pada para tetangga. Boleh tanya yang punya lapak, apa yang kami jual? Kami setiap hari hanya menjual biji sawit yang mulai mengering." Wati berkata lagi, kali ini dengan nada rendah, dia sangat berharap ucapannya didengar oleh mer
Wati langsung berkata penuh semangat pada Amir kakaknya, meminta kakaknya itu agar menemui dua orang yang disebut oleh pak RT tadi.Amir setuju, orang-orang juga menyarankan."Kita akan menemui mereka besok pagi."Hingga malam semakin larut, semua orang berpamitan untuk pulang. Mereka hanya bisa memberi semangat, mengucapkan kata sabar untuk Wati.Nita juga telah berpamitan, memeluk Wati dan menepuk halus pundaknya."Mbak Wati yang kuat. Pasti ada jalan. Mas Ijan nggak bersalah, pasti akan segera dibebaskan.""Iya Mbak Nita, terima kasih." Wati menatap punggung Nita dan Heru yang berjalan beriringan meninggalkan teras rumahnya. Dia termenung. Andai kemarin, suaminya berangkat lebih siang, mungkin akan bertemu dengan Adi yang menawarkan pekerjaan. Dan mungkin saja musibah seperti ini tidak akan menimpa suaminya.Dada Wati kembali sesak, dia menoleh ke dalam rumahnya yang tampak remang karena hanya diterangi oleh lampu ublik.Wati memang belum memasang kWh, waktu itu sempat menyambung p
Pak RT mengatakan jika polisi datang untuk mencari bukti-bukti. Pak RT menyarankan polisi agar menemui dua orang itu untuk bertanya.Pak polisi setuju dan mengajak keluarga tersangka untuk menemui mereka.Sepanjang perjalanan dada Wati berdebar, dia sangat berharap jika kesaksian dua orang itu akan bisa meringankan tuduhan pada suaminya.Tetapi harapannya seketika kandas, wajah Wati memerah dengan tubuh yang gemetaran saat mendengar jawaban dari sang pemilik lapak."Maaf Pak, saya tidak mengenali wanita ini, apalagi suaminya."Ya Allah!Wati menjerit dalam hati. Kenapa orang itu tega berkata demikian? Padahal jelas-jelas setiap hari dia dan suaminya selalu datang kesini untuk menjual hasil berondolan mereka."Cik, kami setiap hari jual berondolan kesini. Suamiku Ijan lho, dua hari yang lalu malah kesini sama aku!"Cik Aling hanya menggeleng, kemudian menatap polisi. "Banyak orang yang datang menjual sawit, tapi saya tidak mengenal satu-satunya orang dengan baik. Apalagi sama Mbak ini
Semua orang tertegun. "Benarkah seperti itu?" Pak RT bertanya.Amir mengangguk, mendekatkan mulutnya ke telinga pak RT."Aku ada kabar terbaru. Kemarin saat kami datang menengok Ijan, Ijan didesak untuk mengakui saja semua tuduhan oleh salah satu petugas. Tapi satu petugas lain ada yang membela Ijan, menyuruh Ijan untuk jangan mengaku jika memang tidak melakukannya. Dia berjanji akan membantu dari belakang pada saat persidangan nanti."Pak RT kembali termenung. "Baik. Kita masuk dan berunding di dalam saja." Pak RT kemudian membubarkan warga, dengan memberi penjelasan seperti yang dijelaskan oleh Amir tadi.Mereka bubar, meskipun dengan keluh kekecewaan."Kenapa tidak jadi? Padahal kita bisa bakar saja itu kantor polisi kalau tidak bisa berbuat adil!""Hus, Jangan begitu. Benar kata Mas Amir, jangan menambahkan masalah untuk Ijan.""Iya, saat ini Ijan dijadikan kambing hitam, maka mereka pasti sedang mencari seluruh kesalahan yang ada.""Ya Allah, iya benar itu. Kenapa kita tahu tidak
Berikut Proses Hukum Acara Pidana:1.Penyelidikan,Proses hukum acara pidana pertama adalah penyelidikan. Penyelidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum, seperti kepolisian, untuk mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya dugaan tindak pidana. Selama penyelidikan, petugas penyelidik akan memeriksa tempat kejadian perkara, mengumpulkan keterangan saksi, dan mengumpulkan barang bukti yang relevan.2.Penangkapan,Proses hukum acara pidana kedua adalah penangkapan. Jika berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan cukup bukti yang menunjukkan kemungkinan terjadinya tindak pidana dan adanya kebutuhan penahanan, tersangka dapat ditangkap. Penangkapan dilakukan untuk menjaga ketertiban, mencegah pelarian, atau melindungi tersangka dari bahaya.3.Penahanan,Proses hukum acara pidana ketiga adalah penahanan. Jika tersangka ditangkap, ia dapat ditahan sementara untuk proses selanjutnya. Penahanan ini dilakukan berdasarkan keputusan hakim atau kebijakan hukum yang berlaku.4.Penyidikan,Pro
Hingga sampai pada Kesimpulan Para Pihak.Pada tahap ini, mereka diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing.Saatnya, Musyawarah Majelis Hakim.Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim ini , semua hakim menyampaikan pertimbangannya.Hingga sampailah pada tahap yang paling mendebarkan jantung semua orang. Yaitu Keputusan dari Hakim. Air mata Wati bahkan terus mengalir tanpa suara. Dia menatap punggung suaminya yang masih duduk di kursi tergugat.Hakim mengetuk palu, membuat suasana menjadi hening dan mencekam, namun jantung semua orang berdebar."Baiklah, sesuai berita acara yang lalu maka agenda persidangan kali ini adalah pembacaan putusan oleh majelis hakim. Jadi kepada terdakwa, penuntut umum, penasehat hukum serta hadirin yang hadir di persidangan ini diharapkan mendengarkan dengan seksama."Hakim membacakan keputusan. Ijan dinyatakan tidak bersalah. Dan diakhir,
"Waalaikumsalam Nita. Besok kami mau kesana lho.." Bu Marni disana berkata demikian."Ya Allah bu, gak usah repot-repot. Biar kami yang kesana. Kami sudah berencana ini.""Nggak papa, kalian itu sibuk dengan bisnis baru. Biar kami yang kesana. Sekalian Mas Rehan kamu mau ke kota katanya. Jadi aku berangkat dari sana.""Hah, eh apa? Mas Rehan mau ke kota ya?""Iya Nita, mbak Wulan akan mengadakan pesta resepsi pernikahan Azam katanya. Waktu pernikahannya tidak ada pesta. Jadi pesta baru mau ini. Kemari mbak Wulan sama mbak Dinda menelpon, minta kita semua untuk datang. Tapi ya, Ibu bilang biar Rehan saja. Katanya nggak apa, asal ada yang datang saja. Jangan sampai satu pun nggak ada yang datang."Nita tersenyum, sangat bahagia akan didatangi ibunya. Entah kenapa, kalau keinginan untuk ke kota, Nita tidak pernah ada niat. Dia paling malas, jika membayangkan kota.—Malam ini, rumah Ijan terasa sepi setelah tamu-tamu yang datang bertanya kabar tentang kondisinya sudah pulang secara perla