Semua Bab Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir: Bab 61 - Bab 70

84 Bab

61. Usai

**“T-Tuan ….” Binar bergumam dengan suara tercekat. Tanpa sadar ia mengambil langkah mundur, sebab raut wajah sang suami tampak begitu mengancam saat itu.“Aku tanya, mau apa lagi kau datang ke sini?”“T-Tuan, dengarkan penjelasan saya dulu. Saya–”“Aku tidak butuh penjelasan apapun darimu. Laporan tes DNA itu sudah sangat jelas!”“Demi Tuhan, Tuan William! Ini adalah anak anda, yang sedang saya kandung!”“Aku bilang pergi dari sini! Pergi sekarang, atau kau menunggu aku lempar keluar?”Binar tersentak kaget, tidak mengira sang tuan akan berkata sekasar itu.Selama ini William memang bukanlah orang yang lemah lembut, namun ia juga tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar seperti ini. Betapa kagetnya Binar saat ia mendengarnya sendiri keluar dari bibir pria itu –dan dialamatkan kepadanya– saat ini.Kendati demikian, perempuan itu masih bersikukuh mencoba menjelaskan.“Tuan, saya mohon, dengarkan saya dulu! Gio berbohong! Dia berbohong mengatakan semua ini untuk menjauhkan saya dari a
Baca selengkapnya

62. Tolong Bertahan

**Surat cerai itu benar-benar dialamatkan William ke rumah orang tua Binar selang satu minggu setelah kedatangan Binar terakhir kali ke kediaman Tuan Muda Aarav. Sebab hubungan keduanya –kendati sudah didasari oleh rasa cinta– masih terlalu lemah dan mudah goyah.Hati Binar hancur sehancur-hancurnya. Ia memang sudah seringkali memikirkan perihal perpisahan dengan sang tuan, namun tak pernah ia kira akan terjadi secepat ini, pun dengan cara yang demikian buruk seperti ini. Binar sungguh berduka dan merasa kehilangan karenanya.Hingga berminggu-minggu kemudian, Binar terus tenggelam dalam duka. Membuat Gio turut resah, karena bagaimanapun, ia yang bertanggung jawab atas semua bencana ini.“Kasihan bayi kamu kalau kamu seperti ini, Binar. Seenggaknya kamu harus makan sesuatu biar ada asupan buat dia,” bujuk Gio. “Kamu dari kemarin nggak makan apapun, Binar.”Hari ini dokter muda itu datang berkunjung seperti biasa di sela-sela kesibukannya di rumah sakit. Dan apa yang Gio dapati ketika
Baca selengkapnya

63. Born

**Makhluk mungil itu sedang tertidur lelap dalam kain bedong hangat yang membalut tubuhnya. Sepasang matanya tertutup rapat, membentuk seleret garis indah dibingkai wajah bagai boneka dengan dua belah pipi gembil yang putih kemerahan.Binar memandangnya lekat-lekat dengan gemuruh perasaan memenuhi dada.Sedih, bahagia, dan terharu.Bayi mungil yang tampan ini lahir tanpa kehadiran ayahnya. Ia terpaksa melihat dunia untuk pertama kalinya tanpa dekap orang tua yang lengkap.Hati Binar terasa bagai disayat kala mengingat ini. Namun saat ia memandang wajah sang putra yang terus memejamkan mata dalam damai dengan senyum tipis menghiasi bibir mungil itu, segala dukanya musnah sudah.“Kenapa kamu masih belum tidur jam segini? Kamu harus istirahat, Binar. Bayi kamu tenang sekali, kok. Jadi nggak perlu kamu tungguin seperti itu.”Sebuah vokal baritone menerpa rungu seiring pintu ruangan yang berderit terbuka. Binar mengalihkan pandang sekilas, mendapati Gio yang memasuki ruangan masih dengan
Baca selengkapnya

64. Manipulatif

**William Aarav mendadak menghentikan langkah begitu ia melihat Binar berdiri di hadapannya dengan air mata berderai-derai. Sepasang manik gelap itu bergetar sesaat. Ia tampak begitu terkejut, selama satu detik raut wajahnya tampak seakan hendak meraih Binar ke dalam pelukan. Namun detik berikutnya, pria itu tersadar dan kembali berubah dingin.“Tuan William … putra kita sudah lahir. Apakah … apakah anda tidak ingin melihatnya? Dia sangat mirip dengan anda, Tuan. Dia–”“Kamu masih punya muka untuk menemui William setelah segala yang kamu lakukan?”Binar tersentak. Ia terlalu fokus kepada sang tuan sehingga tidak menyadari ada seseorang yang sedang bergelayut manja di lengan pria itu. Pelan-pelan pandangan Binar bergulir ke arahnya. Ke arah sang nyonya muda yang kini tengah menatap angkuh, sebab kedamaian hidupnya mendadak terusik.“Kamu masih punya muka untuk menemui Willy?” ulang Rachel murka. “Dasar perempuan nggak tahu malu!”“Sa-saya hanya ingin Tuan William melihat putranya, Mba
Baca selengkapnya

65. Perasaan Abu-Abu

**Tangan Binar gemetar saat ia menggendong bayinya dan membawanya pulang ke rumah hari ini. Bayi tampan yang masih merah itu tertidur pulas dalam balutan selimut di pelukan Binar. Dengan diantar Gio, ia melangkah pelan hendak memasuki rumah.Namun apa yang terjadi?“Siapa yang bilang kamu bisa tetap tinggal di sini?”Langkah Binar seketika terhenti begitu ia sampai di ambang pintu. Vidia, sang ibu tiri, berdiri menyambut dengan raut keruh. Pandangan mata wanita itu menyipit, menatap buntalan selimut dalam pelukan Binar.“I-Ibu ….”“Kamu pikir rumah ini masih bisa menampung beban keluarga sepertimu? Kamu sudah bikin malu keluarga dengan perbuatanmu itu, Binar. Jadi sebaiknya kamu jangan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.”Binar tersentak. Sama sekali tidak mengira sambutan yang ia terima bahkan saat luka melahirkan masih nyeri adalah seperti ini. Selama beberapa detik, perempuan itu hanya bisa tertegun di ambang pintu.“Bu Vidia, Binar baru saja pulang dari rumah sakit. Kenapa anda
Baca selengkapnya

66. Bertemu

**Dua Tahun.William Aarav bertopang dagu di atas meja kerjanya, menatap kosong kepada hamparan pemandangan kota di luar dinding kaca ruangannya yang megah.Kegiatan yang seperti sudah menjadi kebiasaan pria itu selama dua tahun belakangan ini jika ia sedang tidak begitu sibuk ; melamun.Dua tahun sejak ia berpisah dengan istri kecilnya. Saat ini, William sama sekali tidak mengetahui di mana Binar berada. Juga putra perempuan itu, yang hingga detik ini sama sekali tidak pernah William ketahui seperti apa wajahnya.Pria itu menghela napas. Ia beranjak dari kursi kebesaran dan mengayun langkah keluar dari kantor Diamond Group, tempat kebanggaannya selama ini.William rasa ia butuh penyegaran otak. Seharian duduk di balik layar laptop membuatnya merasa sakit kepala.Sang tuan yang kini berusia tiga puluh tujuh tahun itu akhirnya memilih mengemudi memutari kota dan menghentikan kendaraannya di sebuah taman yang tampak damai.Sesuatu yang William tidak pernah lakukan sebelumnya. Mau apa m
Baca selengkapnya

67. Dingin

**William tidak bisa berhenti memikirkannya.Paras itu, sosok mungil yang berlari-lari riang di dalam kepalanya sejak siang tadi.Hingga lebih dari tengah malam, William masih termangu di tepi balkon ruang tengah rumah megahnya. Merenung dengan batang nikotin terselip di antara jemari. Sekali-sekali celah bibirnya menghembuskan asap sepekat benaknya kala itu.William tidak akan sadar bahwa saat itu sudah tengah malam, kalau saja ia tidak menengok sebab mendengar langkah-langkah kaki datang dari arah tangga.“Rachel?” Ia menyebut reflek saat mendapati sang istri baru saja pulang. Masih dengan penampilan glamor full make up. Yang bersangkutan tertegun sesaat saat melihat suaminya memandang sengit dari kejauhan. “Ini hampir jam setengah dua dini hari, Rachel. Bagaimana mungkin kamu baru pulang jam segini?”William bertanya, sebab sebelum ini sang istri setidaknya sudah di rumah paling lambat jam dua belas malam. Kalaupun terlambat dan terpaksa pulang larut, ia pasti mengabari terlebih
Baca selengkapnya

68. Penantian

**Binar masih separuh tertidur saat ponselnya berdering.Ia bangun dan duduk, lantas meraba-raba nakas di samping tempat tidurnya. Tanpa melihat siapa yang menelepon, perempuan itu menggulir layar untuk menerima panggilan teleponnya. Ia pikir mungkin itu adalah Gio.“Halo?” sapanya dengan suara mengantuk. Binar bahkan tidak sempat melihat saat itu jam berapa. Ia hanya ingat melirik Noah yang tengah lelap di atas ranjang. Memastikan sang putra baik-baik saja, kemudian baru bisa fokus kepada ponselnya lagi.“Halo?” Binar mengulangi.Tidak ada suara jawaban dari seberang. Binar memutuskan itu adalah semacam telepon iseng dan berniat mematikan panggilan saja, namun suara dalam yang pelan membuatnya mengurungkan niat.“Binar?”Binar mengernyit. Ingat, ia masih setengah mengantuk jadi tidak bisa seratus persen fokus. Kendati demikian, alam bawah sadarnya mengenal suara itu dengan sangat familiar.“Ya, halo?”“Binar, kamu belum tidur?”Kerutan halus menghiasi kening Binar. Sekali lagi ia me
Baca selengkapnya

69. Bersama Siapa?

**Ini sungguh menyebalkan, namun William tidak bisa menolong dirinya sendiri.Seluruh benaknya dipenuhi bayangan tentang Binar setelah pria itu nekat menelepon sang mantan istri kedua semalam. Hingga hari berganti pagi, ia sama sekali tidak bisa memejamkan mata sedikitpun. Terbayang-bayang paras lembut yang sempat membuat hatinya bergetar saat-saat lampau dulu.Akhirnya sekitar pukul sembilan pagi, sang presdir membawa wajah kuyunya keluar kamar. Menyeret langkah malas menuju meja makan untuk bersiap berangkat ke kantor.Tak ia temukan sang istri di sana. Membuat kernyitan dalam tercetak pada kening pria rupawan meski usianya sudah hampir kepala empat itu.“Ke mana Rachel? Apa dia belum bangun?” tanyanya kepada perempuan pegawai rumah yang sedang menyiapkan meja makan.Perempuan itu tampak sedikit gugup menerima pertanyaan demikian dari sang tuan. Ia mundur beberapa langkah dan menunduk dalam-dalam sementara menjawab.“Nyonya … Nyonya sudah berangkat sekitar satu jam yang lalu, Tuan.
Baca selengkapnya

70. Problem Solving

**Dua orang itu terperanjat. Terutama si pria di samping Rachel yang segera menjauhkan tubuh dengan canggung. Ia berdehem pelan untuk menutupi salah tingkah, sementara itu Rachel sendiri terlihat gelagapan walau setelahnya bertingkah seolah tidak ada yang terjadi.“William? Kamu ngapain di sini?”Sang tuan melangkah mendekat dengan pandangan keruh. “Bukankah seharusnya aku yang bertanya begitu? Sedang apa kamu berada di sini pada hari sepagi ini?”“Aku kerja, Willy!”“Pekerjaan macam apa? Aku nggak melihat apapun yang tampak seperti pekerjaan. Kecuali kalau berpegangan tangan dengan laki-laki asing menurutmu termasuk pekerjaan?”Pria rupawan itu menjatuhkan pandangan tajam kepada pria di samping Rachel yang ternyata membalas tatapannya dengan berani.“Willy–”“Dan haruskah di tempat seperti ini? Apakah kamu bisa memberikan penjelasan yang masuk akal kepadaku?”Rachel sungguh gagal menyembunyikan rasa gugupnya. Ia mengalihkan pandangan dari sang suami yang masih berdiri di tempat deng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status