Semua Bab Aku Bukan Tulang Punggungmu, Mas!: Bab 51 - Bab 60

90 Bab

Bab 51

Istri teman baik ya? Aku hanya bisa menyunggingkan senyum. Justru yang baik adalah Danang. Pekerjaannya mapan dan loyal pada teman-temannya jika ada yang meminjam uang. Karena itulah jika ada kebutuhan mendesak terkadang Mas Aksa juga meminjam uang pada Danang. Walaupun mereka tidak belum pernah bertemu lagi setelah reuni sekolah beberapa tahun lalu.Bagi Danang mungkin Mas Aksa adalah suami yang baik. Mereka hanya saling mengenal karakter masing-masing di bangku SMA. Ia tidak pernah tahu bagaimana sikap Mas Aksa pada istri dan anak sendiri. Selalu memihak pada keluarganya, tidak penah memberi nafkah yang layak, menuntut istri untuk membiayai kebutuhan keluarganya hingga berselingkuh untuk mendapat tambahan uang.Pria ini juga belum tahu jika rumah tanggaku dan Mas Aksa di ambang kehancuran. Kami sudah menjalani sidang pertama hari ini. Walaupun sempat ada tragedy yang terjadi. Dia tidak perlu tahu perpisahan kami dari mulutku. Biarlah Danang tahu dari Mas Aksa atau orang lain.“Terim
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-08
Baca selengkapnya

Bab 52

“Apa rencanamu Ran?” tanya Hanin penasaran.Rani justru menunjukkan gambar yang sudah ia buat di ponselnya. Rute rumah kami lewat pintu belakang. Ada banyak kelokan jalan yang harus dilalui di gank kecil. Dari rumah, kami harus berjalan satu kilometer lalu berbelok ke kiri. Terus jalan hingga ada pertigaan, jalan lurus melewati empat rumah sampai kami tiba di rumah kosong itu.Menurut papan yang terpasang di depan pagar, rumah dua lantai itu di jual oleh pemiliknya. Rumah yang sudah kusam dengan pelataran penuh daun membuatku yakin jika rumah itu sudah lama kosong. Belum ada yang membelinya sejak dijual. Jika melewati rumah itu pada malam hari suasananya akan terasa sangat aneh.“Kita akan membuat Varo yakin kalau Mbak Nia tinggal di rumah ini,” jawab Rani.“Caranya?” Keningku berkerut tidak mengerti.Tidak mungkin kami masuk ke dalam pagar karena rumah itu milik orang lain. Atau hanya berpura-pura berdiri di depan gerbang. Bisa jadi Varo justru akan semakin curiga. Apalagi aku yakin
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-09
Baca selengkapnya

Bab 53

Sesuai dengan rencana Rani, aku pergi dengan menaiki motor ke rumahnya lebih dulu. Tidak ada orang yang tahu termasuk Varo bahwa rumah ini sebenarnya milik pengawalku. Mungkin para warga yang sudah lama tinggal disini hanya mengingat jika rumah ini milik Bapaknya Rani yang kemudian diwariskan pada anaknya. Saat kami sampai disana sudah ada seorang perempuan yang tengah menyapu halaman rumah. Wajahnya sangat mirip dengan Tia. Bedanya wanita itu memiliki badan yang lebih berisi dan sedikit lebih tinggi dari Tia. Hijab instan berwarna hitam yang menutup rambut membuat wajahnya terlihat lebih bersahaja.“Assalamualaikum Mbak Nana,” sapa Tia lalu menyalimi tangan wanita itu. Aku mengikuti di belakang Rani dan ikut menyalami wanita yang di panggil Nana. Jika di lihat dari wajah sepertinya kami seumuran.“Waalaikumsalam Ran. Lama nggak bertemu. Apa dia bosmu?” tanya Nana ramah saat menjabat tanganku yang terasa cukup kasar. Bisa di pastikan jika dia adalah orang yang bekerja keras.“Iya Mbak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-10
Baca selengkapnya

Bab 54

Aku berusaha menahan getar tubuh saat memasukan ponsel ke dalam tas. Bertindak sealami mungkin agar tidak terlihat ketakutan. Jaraknya denganku hanya tinggal sejengkal. Varo sudah bersiap duduk di kursi sebrang meja. Degup jantung terus bertalu tidak bisa diam karena aku merasa sangat ketakutan. Bagaimana jika dia mengetahui penyamaranku? Semua rencana yang sudah kami susun akan gagal seketika.“Mbak Nia.” Rani berjalan ke arahku sambil melambaikan tangan. Membuat Varo yang sudah bersiap duduk beranjak pergi. Mereka saling berpapasan seolah tidak ada yang akan terjadi.Rani memeluk tubuhku erat. Ternyata dia juga gemetar karena rencana kami hampir saja gagal. Aku menghela nafas dalam. Meredakan rasa tegang yang sempat melanda. Begitu juga dengan Rani. Varo berjalan menjauh lalu duduk di meja yang ada di samping kami. Rani melepaskan pelukannya lalu duduk di tempat yang akan di jangkau Varo sebelumnya.“Padahal kita hanya beberapa hari tidak bertemu, tetapi seperti sudah lama saja. Kam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-12
Baca selengkapnya

Bab 55

Saat menoleh ke belakang terlihat Rani sudah berdiri di belakangku dengan wajah sembap. Dia pasti baru saja menangis hingga suaranya serak. Hampir saja aku ketakutan karena mengira jika Rani bukan manusia. Aku menggeleng sambil menunjuk keluar. Tampak pemandangan dari balik pagar. Ada juga rumah kos dengan lalu lalang mahasiswa yang akan berangkat kuliah atau sudah selesai mengikuti kelas.“Hanya ingin mengamati Varo. Ternyata dia masih menunggu di luar. Seharusnya Varo cukup tahu kalau aku tinggal di rumah ini lalu pergi. Kenapa dia masih menunggu disana?” Aku mengungkapkan keheranan. Rani juga menatap ke tempat Varo berdiri. Pria itu duduk di atas motor dengan memakai masker dan topi.“Mungkin dia menunggu aku keluar dari rumah ini agar bisa masuk ke dalam. Varo masih ingin menjalankan rencananya saat Mbak Nia sendiri. Selain itu, bisa jadi Varo berpikir jika Mbak Nia hanya tinggal bersama anak-anak. Jadi dia bisa lebih leluasa untuk masuk,” kata Rani masuk akal.“Apakah rumah ini r
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-13
Baca selengkapnya

Bab 56

“Nggak masalah Pak.” Aku menyalami tangannya yang terasa kasar dan kapalan. Gurat wajah tuanya menandakan kerja keras. Berbeda dengan terakhir kali kami bertemu enam tahun lalu. Saat aku meminta Bapak untuk menjadi wali nikah. Bapak masih terlihat bugar. Wajahnya juga tidak selelah ini.Anak-anak dengan anteng bermain mainan baru yang dibawakan Bapak. Dua boneka dengan warna yang berbeda. Boneka pertama berwarna merah dan muda boneka kedua berwarna ungu. Mereka lalu membawanya masuk ke kamar utama. Meninggalkan kami bertiga di ruangan ini. Rani duduk di sampingku tanpa bertanya apapun.“Perkenalkan Ran, dia Bapakku dan Hanin..” Aku memperkenalkan mereka setelah beberapa detik hening.Rani bangkit sejenak lalu menyalkami tangan Bapak. Pandangannya lalu beralih padaku. “Kalau begitu aku ijin masuk kamar ya Mbak.”“Iya.” Aku mengangguk. Menatapn punggung Rani yang hilang di balik pintu menuju ruang tengah.Suasana terasa hening sesaat setelah kepergian Rani. Bapak menyesap teh hangat yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-14
Baca selengkapnya

Bab 57

Menghadapi manusia kurang ajar sepertinya tidak perlu pakai emosi. Semua tenaga akan terkuras habis seperti saat aku bertengkar dengan Mas Aksa. Aku melipat tangan di depan dada. Menatapnya sambil tersenyum sinis. “Sayangnya aku tidak mau. Kalian beruntung karena ikut Bapak sehingga bisa dapat tempat tinggal gratis. Namun aku tidak mau membiayai anak pelakor yang sudah menghancurkan keluargaku agar bisa hidup enak. Cukup Bapak saja yang menjadi tanggung jawabku.”Mulut Ana ternganga. Mata Budi melotot tajam menatapku. Akhirnya dia menampakan kemarahan setelah sejak tadi masih terlihat santai di tengah kondisi yang masih luntang-lantung mencari tempat tinggal. Mulutnya sudah terbuka hendak bicara, tetapi kembali tertutup. Budi mengepalkan tangannya semakin erat karena tahu tidak bisa melawan perkataanku. Aku lalu berbalik untuk masuk ke dalam. Bapak yang ketahuan memperhatikan kami langsung menoleh. Beliau duduk tegak seperti tadi.“Aku sudah menghubungi pemilik kontrakan Mbak. Katanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-15
Baca selengkapnya

Bab 58

Seperti yang sudah kunjanjikan pada Ibu, hari ini aku dan Rani pergi ke kantor polisi untuk membebaskan Mas Aksa. Hati terasa lebih tenang karena Varo sudah di jebloskan dalam penjara. Membuatku merasa bebas pergi kemanapun. Walaupun masih harus dikawal oleh Rani sampai tugasnya habis. Karena aku mengontrak jasa Rani selama enam bulan. Itu semua sudah kuperhitungkan termasuk proses perceraian dengan Mas Aksa.Mobil sudah tiba di depan kantor polisi. Tidak ada motor Rosi di parkiran. Apakah mereka belum datang? Namun rasa penasaranku sirna saat kami sudah masuk kantor polisi. Ibu menunggu bersama Rosi dan Syntia. Saat melihat kedatangan kami dia langsung berdiri. Begitu juga dengan kedua adik iparku.“Assalamualaikum Bu.” Aku menyalami tangan beliau seperti yang selama ini kulakukan. Tetap menunjukkan baktiku sebagai menantu karena setelah aku berpisah dari Mas Aksa, ibunya akan tetap jadi ibu mertua dan aku akan tetap jadi menantunya.“Waalaukumsalam Nia,” jawab Ibu ramah. Tidak seper
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-16
Baca selengkapnya

Bab 59

Langkah apa yang harus kuambil untuk memberi mereka pelajaran? Aku tidak bisa berdiam diri terus seperti ini. Pikirkanlah Nia. Tiba-tiba sebuah ide melintas. Setelah mendapat sebuah ide, aku mengetik pesan balasan pada Rani lalu mengirimkannya. Mereka harus diberi pelajaran karena sudah berani mengancam. Akan kutunjukkan bahwa aku tidak takut sama sekali. Baru saja hendak keluar dari aplikasi WA, pesan Ana sudah terhapus. Rupanya dia takut dengan ancaman yang diberikan Rani.[Sudah beres Mbak. Aku baru saja mengantarkan bapaknya Mbak Nia pulang lalu menunjukkan pesan itu pada mereka. Hasilnya mereka langsung takut.][Kerja bagus Ran.]Kututup ponsel lalu meletakannya di atas meja. Fokus bermain bersama anak-anak untuk mengganti waktu kami yang sempat hilang selama bertahun-tahun. Akhirnya aku bisa bersantai dari padatnya pekerjaan rumah dan warung. Walaupun semua ini kulakukan untuk menghindari Varo yang akhirnya ditangkap polisi.“Kita main leggo sekarang Bu,” seru Melati yang sudah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-17
Baca selengkapnya

Bab 60

Mas Aksa masih terdiam setelah turun dari motor. Dia belum menyadari bahwa mobil yang berhenti di sampingnya adalah mobil Hanin. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Bingung dengan bangunan TK yang terdiri dari empat kelas. Di pojok kanan bangunan adalah ruang guru. Berderet kelas A, B dan C. Lalu di pojok kiri adalah kamar mandi. Tidak ada kantin atau pedagang yang berjualan karen peraturan sekolah mewajibkan setiap murid untuk membawa bekal.Aku turun dari mobil bersama Rani. Menghampiri Mas Aksa yang masih berdiri bingung. Dia sampai tidak menyadari kehadiranku. Tangannya merogoh saku lalu mengeluarkan ponsel. “Mungkin aku memang harus menghubungi Nia dulu. Salahku tidak meminta ijin dan bertanya,” gumam Mas Aksa pelan yang masih bisa kudengar dengan jelas karena suasana sekolah yang masih sepi.Para wali murid yang menunggu sibuk melihat anak-anak mereka dari balik jendela. Mengawasi karena sebentar lagi bel pulang sekolah akan berbunyi. Sebelum Mas Aksa menghubungi, aku segera
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status