Home / Rumah Tangga / Gara-gara Selembar 50 Ribu / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Gara-gara Selembar 50 Ribu: Chapter 111 - Chapter 120

130 Chapters

Bab 111

Kembali dulu ya pada saat Nisa baru sembuh dari sakitnya dan kembali pulang ke rumah setelah hampir 3 bulan di rumah Wida, Mamahnya. "Di mana Arga?" tanya Nisa setelah 2 hari berturut - turut ia tidak melihat Arga. "Arga sudah berhenti, Mah.""Kenapa?" "Nggak tau." Iman mengangkat bahunya. "Cari pemancingan yang lebih ramai, mungkin." katanya lagi. Nisa menghela nafas. Sejak ia pulang ia memang melihat pemancingannya boleh dikatakan sepi. Hanya 1 - 2 orang yang mancing. Itupun pemancing lama yang Nisa kenal. "Ibu udah sembuh?" sapa mereka ketika melihat Nisa lagi. "Alhamdulillah." Nisa tersenyum. Ia mulai mengerjakan pekerjaan rumah meski Iman melarangnya. "Mamah istirahat aja.""Mamah udah 3 bulan istirahat, Pah." Nisa berkeras. Mana bisa Nisa istirahat melihat rumahnya seperti kapal pecah begitu? Iman menyerah karena Nisa menjadi marah kalau Iman terus menerus melarangnya. "Kalau ngelarang, harus ada yang ngerjain! Papah bisa bayar orang?" sentakan Nisa membuat Iman terdi
last updateLast Updated : 2024-06-22
Read more

Bab 112

Brakk! Pintu kamar terbuka dan ketiga anak mereka menghambur masuk. "Mamah nggak papa?" teriak mereka bersamaan. Nisa spontan mendorong tubuh Iman hingga jatuh dari tempat tidur. "Aaaw!"Bruk! Iman sukses mendarat di lantai.Mereka semua terkejut. Termasuk Nisa. Ia bergegas turun dan mengulurkan tangannya. "Maaf, Pah. Nggak sengaja." Iman mengusap pantatnya seraya menatap ketiga anaknya dengan gusar. "Kalian ngapain sih mendadak masuk begitu? Bukan ketok magic dulu?" Iman ini. Dalam keadaan kesal begini masih bisa bicara ngawur. "Ketok pintu kali, Pah." dumel Doni. Ia langsung menghampiri Mamahnya yang langsung duduk di sisi tempat tidur. "Mamah kenapa tadi? Kok teriak?" Nisa melongo. Ia bahkan sudah lupa kalau ia menjerit tadi. Ia menatap anak - anaknya dengan heran. Nino dan Deni mengangguk membenarkan pernyataan adiknya. "Mamah nggak teriak, kok?" Iman menggeleng - geleng. Selain mudah marah, Nisa ini juga mudah melupakan sesuatu yang baru saja terjadi. "Mamah tadi teri
last updateLast Updated : 2024-06-23
Read more

Bab 113

"Mala berhenti, Mah.""Kenapa?""Dia sering sakit. Katanya nggak enak nggak masuk kerja mulu."Saat itu usia Rifki hampir berusia setahun dan sudah bisa berjalan.Mala berhenti bekerja dengan alasan sakit dan ingin beristirahat.'Ya, baguslah.' dalam hati Nisa bersyukur.Sejak saat itu Rifki dibawa oleh Wiwi saat bekerja untuk dititipkan pada ibunya. Pulang bekerja Ia akan mengambilnya lagi untuk dibawa pulang. "Kenapa nggak ditinggal aja, sih?" protes Iman. Ia merasa kehilangan cucunya karena Rifki hanya ada di rumah saat sore. Waktu berkumpul mereka hanya sebentar. Pagi - pagi ia sudah dibawa lagi. "Siapa yang jagain, Pah? Kasihan Mamah." Wiwi tidak ingin menambah beban pekerjaan Nisa. "Mala nggak sakit. Ia pindah bekerja pada anak tetangga sebelah." beritahu Tika dengn rasa kesal yang berusaha ia tutupi. Tetangga sebelah? Tetangga sebelah mereka hanya Yanah. "Siapa maksud Kamu, Wi? Tika atau Bandi?""Mbak Tika." Tika memang baru saja melahirkan anak ketiganya. Nisa menghela
last updateLast Updated : 2024-06-24
Read more

Bab 114

"Projek apa, sih?" sengat Iman."Projek. Tugas dari sekolah." jelas Nisa."Uang mulu!" dumel Iman. Doni cemberut. Papahnya ini selalu ngomel sebelum memberinya uang. Kenapa nggak langsung ngasih aja, sih? Bikin sakit hati aja!Doni selalu malas untuk meminta keperluannya pada Papahnya itu. Ia segera beranjak menuju ke kamarnya. "Mamah punya uang?" bisik Iman. Nisa menggelengkan kepalanya. "Lah, itu Mamah janji besok?" Nisa inigin meminta pada Deni sebenarnya. Tapi,"Makanya Papah cari, dong. Kali aja ada yang buang di jalanan!" ketus Nisa. Netra Iman membeliak mendengar jawaban Nisa. Tapi pada dasarnya Iman ini sangat menyayangi anak - anaknya. Hanya ia terlalu malas. Iman melihat jam dinding. Sudah hampir jam 1 siang. "Mamah tungguin Raka, ya? Sebentar lagi Nino juga pulang.""Papah mau nyetrum lagi?" alis tebal Nisa bertaut. Iman mendelik. "Papah mau nyari uang. Kali aja ada yang buang di jalan!" dumel Iman kesal. Mau tak mau Nisa menahan senyumnya. "Asal jangan jadi tukang mi
last updateLast Updated : 2024-06-25
Read more

Bab 115

Iman yang ingin masuk kamar tertahan di balik pintu. Ia tercenung mendengar pertanyaan Doni. "Kenapa Mamah yang selalu punya uang jika diminta sedang Papah enggak? Kan Papah yang nyari uang?"Itulah kehebatan seorang ibu. Ia dapat memilih mana yang harus didahulukan. Ia memilih tidak membeli apa - apa asalkan kebutuhan si anak tercukupi. Uang 50 ribu di tangan Iman akan berbeda jalannya dengan uang yang sama di tangan Nisa. Itu yang terjadi pada hampir seluruh ibu - ibu di dunia ini. Mau dibuktikan? Iman lalu memasuki kamar. "Kamu nggak percaya sama Papah?" Iman memelototi Doni. "Begini, 'kan." Doni bangun dari sisi tempat tidur. "Belum juga apa - apa udah ngomel - ngomel. Malas, 'kan?" Iman melongo saat Doni langsung keluar dari kamar setelah mengucapkan itu. "Papah salah, ya?" keluh Iman. Selama pemancingan tidak beroperasi semua biaya sepenuhnya berasal dari dirinya. Meskipun itu jauh dari kata cukup. "Papah duduk dulu." ajak Nisa. Ia menepuk sisi tempat tidur yang ditingg
last updateLast Updated : 2024-06-26
Read more

Bab 116

"Teh Yanah sakit." Itu berita yang Nisa terima saat Nisa pulang. "Sakit apa?""Nggak tau. Tubuhnya terus ngeluarin keringat dingin. Terus gelisah ngeliat orang yang datang nengokin.""Kok gitu?" Nisa tidak jadi merapikan pakaian dari dalam kopernya. Ia mengambil oleh - oleh kue kesukaan Yanah. "Mamah lihat dulu, deh." tapi Iman menahannya. "Jangan, Mah." Nisa menoleh. Tentu saja ia heran. "Kenapa, Pah? Mamah mau kasih kue ini. Teh Yanah 'kan suka banget.""Teh Yanah nggak mau ketemu orang. Apalagi Kamu." kata Iman ragu - ragu. Ia tahu betul ketidaksukaan Yanah pada Nisa.Nisa semakin penasaran."Nanti Mamah berdiri dulu di depan pintu kamarnya, deh. Kalau Teh Yanah ngelarang Mamah masuk, ya udah. Mamah pulang." akhirnya Iman setuju. Ia sendiri mengantar Nisa ke rumah Yanah. "Masuk, Nisa." Ijay justru memintanya masuk. Ia sendiri duduk di ruang tamu depan kamarnya. Ia sedang mendinginkan tubuhnya yang kegerahan. "Teteh sama siapa?" tanya Nisa."Sendiri. Anak - anak baru aja pulan
last updateLast Updated : 2024-06-27
Read more

Bab 117

Nisa memintanya untuk banyak minum karena keringatnya yang tidak kunjung berhenti. Nisa takut Yanah dehidrasi."Kamu ikut ya, Nisa." pinta Yanah mengiba. Nisa langsung teringat pada Sari yang saat itu juga memintanya ikut untuk melakukan pengobatan. Tapi saat itu ia tidak dapat ikut."Tika di rumah aja, ya? Tika nggak bisa izin, Mah." Yanah mengangguk. Ia tahu anak - anaknya sibuk dengan pekerjaannya. "Aku ikut." ucap Yanti memaksa. Yanah menatap Yanti dengan perasaan tak suka. Daritadi Yanti hanya mondar mandir nggak jelas bahkan ikut memakan makanan yang dibawakan oleh Nisa. "Ikut ya, Nisa?" Yanah mengulangi permintaannya tanpa mengindahkan ucapan Yanti. "Ya." Nisa menggenggam tangan Yanah untuk menenangkannya. "Kapan Kita berangkat?""Besok pagi." jawab Hasby. "Man, Kamu yang bawa mobil." titahnya. Iman mengangguk. Kalau Hasby yang meminta ia tidak dapat menolaknya. Mereka berencana di tempat yang terpisah, jadi Iman tidak tahu kalau Nisa akan ikut dan Nisa juga tidak tahu
last updateLast Updated : 2024-06-28
Read more

Bab 118

Nisa menatap orang yang terlihat 'slebor geboy' itu. Nisa mengagumi keahliannya mengobati Yanah tapi ia tidak suka melihat 2 istri yang ia himpunkan dalam 1 rumah. Kakak beradik pula. "Siapa lagi yang mau diurut?" tanyanya bersahabat. Yanti membuang wajahnya. Ia masih kesal dengan omongan orang itu tadi. Entah bercanda atau tidak. Iman menatap Nisa. Mungkin Nisa harus diurut. Bukankah Nisa juga pernah sakit parah waktu itu? Iman ingin Nisa sembuh total dan tidak kambuh - kambuh lagi. "Mamah mau diurut?" bisiknya pada Nisa. Tentu saja Nisa menolak. "Papah mau Mamah dijamah oleh laki - laki lain?" Nisa balas berbisik. Membayangkan dirinya disentuh oleh laki - laki itu seperti ia mengurut Yanah tadi membuatnya jengah. "Papah tau Mamah nggak mau disentuh laki - laki lain meski itu buat pengobatan?" desis Nisa marah. Bahkan ia memilih melahirkan pada Bidan daripada Dokter karena kebanyakan dokter kandungan adalah laki - laki. Iman tentu saja tidak rela istrinya dijamah laki -laki l
last updateLast Updated : 2024-06-29
Read more

Bab 119

Hasby meminta Ijay memanggil Iman agar dapat segera meningalkan tempat itu. Sungguh, ia merasa jengah setiap kali jemari tangan Ratna mengusap lengannya. Ia hanya dapat menarik tangannya dan melipatnya di depan dada. Rasanya ia ingin berteriak, 'Edi! Bawa jauh - jauh orang gila ini dari hadapanku!'Tapi ia menahannya. Tak tega rasanya melihat pendar cahaya yang keluar dari netra Edi, adiknya yang belum lama ini kehilangan istrinya. Sebelum Ijay memanggilnya, Iman dan Nisa sudah kembali. Iman memalingkan wajahnya saat melihat Ratna. Rasanya rugi bandar kalau melihatnya sebentar saja. "Kita pulang sekarang, Bang?" tanyanya pada Hasby. Hasby mengangguk. "Tapi Saya 'kan belum makan, Bang?" rengek Edi seperti anak kecil. Iman mendengus. Edi ingin terlihat manja di depan Ratna. 'Dari tadi ngapain aja sih, Bang?!' omelnya dalam hati. Ratna juga menyadari kalau Iman tidak menyukainya. Ia juga diam - diam mengagumi kecantikan Nisa yang jelas terpancar meski tidak ada sapuan make up d
last updateLast Updated : 2024-06-30
Read more

Bab 120

Edi tercenung sejenak. Apa yang dikatakan Mumu memang tidak salah. Tapi Ratna 'kan sudah biasa memenuhi kebutuhannya sendiri? Kenapa harus bergantung padanya? Ratna bukan Sari yang sepenuhnya bergantung padanya. 'Sari.' keluh hati Edi. Netranya langsung berembun. Mobil meluncur membelah jalan pulang. Kali ini semua sudah malas berbicara. Yanah tidur dengan menyandarkan tubuhnya pada Ijay sedang tangannya memegang tangan Nisa. Sekarang ia sangat bergantung pada Nisa. Ia tidak mau Nisa menjauhinya."Bagaimana Yanah?""Keringatnya hanya sedikit sekarang. Alhamdulillah." ucap Nisa saat Hasby menanyakan keadaan Yanah. Nisa melihat tidak ada lagi keringat yang membanjir. Yanah juga terlihat lebih tenang. Kulit Yanah hanya sedikit basah dan kering saat Nisa mengusapnya dengan handuk kecil yang ia siapkan.Nisa memejamkan netranya. Ia merasa lelah tapi bersyukur karena perjalanan ini tidak membuatnya kecewa. Tukang urut itu memang benar - benar menguasai teknik mengurutnya.Mereka berhen
last updateLast Updated : 2024-07-01
Read more
PREV
1
...
8910111213
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status