Home / Rumah Tangga / Gara-gara Selembar 50 Ribu / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Gara-gara Selembar 50 Ribu: Chapter 101 - Chapter 110

130 Chapters

Bab 101

"Emang Dia begitu, ya?" semua Ibu - ibu itu menggeleng."Mbak Nisa baik, ramah dan ceria. Sejak sakit Dia jadi begitu. Tertutup." ucap salah seorang Ibu. Ceria? Doni lebih melongo lagi. Ia jarang melihat Nisa tersenyum bahkan hampir tidak pernah. Sekalinya Nisa tersenyum saat ia menyebutkan namanya. Itu juga hanya sebentar. Belakangan ia tahu namanya sama dengan nama anak bungsu Nisa. "Dia belum bercerai, 'kan?" pertanyaan Doni membuat Ibu - ibu itu kaget. "Ih! Amit - amit deh! Bang Doni kok ngomong begitu, sih?""Emang Saya salah, ya?" Doni merasa tidak ada yang salah dengan pertanyaannya."Salah!""Mbak Nisa baik - baik saja sama suaminya!""Jangan nyumpahin dong, Mas!""Mas Doni naksir Mbak Nisa, ya?" Doni mengangkat kedua tangannya mendapat gempuran dari ibu - ibu itu. Ia merasa tidak salah. Sudah hampir sebulan Nisa di sini tapi ia tidak pernah melihat suaminya datang. Atau Dia tidak tahu saat suaminya datang? "Bukan begitu, Ibu - Ibu..!" Doni beringsut ke arah pintu untuk
last updateLast Updated : 2024-06-12
Read more

Bab 102

Dokter Wizhar, Dokter yang langsung mendiagnosa penyakitnya saat pertama kali melakukan pemeriksaan dan memberi serangkaian kalimat yang memotivasi keinginannya untuk bangkit."Ibu nggak sakit. Ibu hanya lelah dan kecewa yang berkepanjangan. Itu yang membuat Ibu merasa sakit. Ibu hanya perlu istirahat dan mencoba untuk ikhlas. Obati pikiran Ibu dengan keyakinan bahwa Ibu akan selalu baik - baik saja. Buatlah mindset pada pikiran Ibu kalau Ibu ini sehat. Maka Ibu akan sehat." kalimat itupun diucapkan dengan sikap yang biasa saja. Seolah dia mengatakannya untuk dirinya sendiri.Tidak ada salam perpisahan saat pengobatannya selesai. Nisa seperti mengikuti Vaya dengan mengatakan banyak Alhamdulillah."Terimakasih Dokter." ucap Vaya sebelum mengikuti Nisa yang langsung berjalan keluar."Iya, Ma. Makasih, Mama." Iman langsung datang menjemput Nisa begitu Wida mengabarinya.Iman meminjam Alpard milik Anto agar Nisa merasa nyaman saat perjalanan pulang. "Alpard milik siapa ini?" gumam Doni
last updateLast Updated : 2024-06-13
Read more

Bab 103

Lagi - lagi Sari mengucapkan sesuatu yang mengejutkan Nisa. "Teteh takut mati nggak ada yang tahu.""Ishh!" "Temani Teteh, ya? Seenggaknya sampai ada ganti Kamu nanti." mau tak mau Nisa mengangguk. Nisa berpikir. Apa yang dikatakan Pak Kyai itu sampai Sari terus menerus menyebutkan kematian? "Aku pulang, ya." Nisa memeluk dan mencium punggung tangan Sari saat melihat Edi memasuki rumahnya tepat azan Zuhur berkumandang. "Pulang dulu ya, Bang." Angguk Nisa pada Edi. "Ya Nisa, makasih." Edi tersenyum lebar. Nisa berjalan pulang dan melihat saudara - saudara Iman yang lain sedang berkumpul di depan rumah Yanah. Ada Hasby juga. Tapi tak ada Iman di sana. Nisa hanya menganggukkan kepalanya saat melewati mereka menuju rumahnya. "Nisa!" panggil Yanti. Nisa berhenti melangkah dan menoleh pada mereka yang kini semua tengah menatapnya. "Teh Sari sama siapa?" tanya Yanti lagi. Dari nadanya ia seolah menyalahkan Nisa yang sudah meninggalkannya. "Ada Bang Edi." jawab Nisa dengan hati k
last updateLast Updated : 2024-06-14
Read more

Bab 104

Tentu saja Mumu tidak ingin langsung mengalah. "Tapi..""Udah! Kamu diem aja. Iman lagi nyetir. Jangan bikin Dia marah!" bentak Hasby. Mumu langsung membungkam mulutnya. "Dari situ belok kanan, Man." pinta Samir. Iman membelokkan mobilnya ke kanan.Ternyata Samir ingin mengajak Hasby makan - makan karena Dia baru saja memenangkan proyek yang lumayan menguntungkan. Ia tidak keberatan saat Hasby ingin mengajak adik - adiknya. Iman yang baru saja makan di rumah masih merasa perutnya kenyang. Apalagi Samir membawa mereka ke restauran cepat saji yang ada dalam sebuah Mall yang Iman tidak terlalu berselera memakannya. "Kamu kok nggak makan, Man?" tanya Samir saat Iman hanya memesan segelas kopi. "Saya baru makan di rumah, Bang. Masih kenyang.""Dia mah nggak doyan makan makanan beginian, Bang. Lidahnya lidah kampung." Mumu tertawa meledeknya. Hasby menyenggol lengan Mumu. "Emang kenapa kalau lidahku lidah kampung? Nggak nyusahin orang, 'kan? Daripada punya lidah kota tapi bisanya cuma
last updateLast Updated : 2024-06-15
Read more

Bab 105

"Emang ikannya udah dibersihin?""Papah, ninggalin ikan di ember gitu aja jadi Mamah nyuruh orang bersihin terus langsung Mamah bumbuin." Iman belum memindahkan ikan ke dalam empang karena ingin memasaknya. Tapi ia lupa membersihkannya karena harus segera pergi bersama Hasby. "Iya, Mah. Goreng ikan aja." Iman langsung merasa lapar. Nisa meletakkan ayamnya ke dalam lemari makan dan bergegas ke dapur. Malam ini mereka makan dengan selera mereka masing - masing. Doni malah lebih beruntung lagi karena ia selain menyukai ayam goreng cepat saji ia juga menyukai ikan. Jadi ia tidak mau ketinggalan makan ikan goreng yang sengaja dilebihkan oleh Nisa. "Teh Sari udah makan belum, ya?" gumam Nisa saat malam sudah semakin larut dan ia sudah membaringkan tubuhnya di tempat tidur bersama suaminya. "Ada suaminya." sahut Iman pendek. "Bagaimana kalau suaminya nggak ngurusin?" Nisa teringat saat Ia sakit dulu. Iman bahkan lupa membeli sarapan untuknya. Bukan lupa mungkin, tapi tidak punya uangn
last updateLast Updated : 2024-06-16
Read more

Bab 106

Nisa meletakkan piring oreg tempe di atas meja dan mengambil piring bekas nasi goreng. "Nisa pulang ya, Bang?" pamit Nisa. "Jangan pulang dulu, Nisa. Abang mau keluar sebentar. Abang bangunin Teteh dulu, biar Dia makan ditemenin Kamu, ya?" ujar Edi."Oke." Nisa menurut. Ia duduk di kursi kayu kecil di dekat meja. Edi berusaha membangunkan Sari. "Mah, ada Nisa bawa oreg tempe, nih. Ayok makan dulu." Sari tidur tak bergerak."Mah?" kini Edi menepuk - nepuk pipi Sari. Sari tidak terbangun. Edi mulai cemas dan itu menular pada Nisa. Tak biasanya Sari terlalu pulas atau kebluk seperti suaminya. Nisa berlari menghampiri Sari dan mulai mengguncang kakinya. "Teh?" Sari tetap tidak bergeming. Edi mulai panik. "Mah! Mah!" Nisa langsung berlari keluar untuk meminta bantuan. Ia berlari secepat yang Ia mampu. Ia merasa terbang karena sesaat kemudian Ia sudah sampai di depan rumah Hasby dan mengetuk - ngetuk pintunya. "Bang! Abang! Tolong!" teriakan Nisa membuat Yanah dan Ijay keluar dari da
last updateLast Updated : 2024-06-17
Read more

Bab 107

Edi berusaha menjelaskan kesehariannya selama di rumah bersama Sari. Alasannya beberapa hari ini ia dan anak - anak sering meninggalkan Sari sendirian. "Kalau nggak pakai ramuan hijau itu, bau busuknya menyengat. Ada saatnya Aku nggak tahan.""Astaghfirullah.." Yanah mengurut dadanya. "Jadi bagaimana sekarang?"Tidak ada yang bisa menjawab karena semua juga menanyakan hal yang sama.Yanah menatap kedatangan Sari di kursi rodanya dengan keharuan yang menyeruak dalam rongga dadanya. Sari terlihat tenang meski lemah dan pucat. Dada Sari tertutup perban. Tidak ada lagi warna hijau. Benar kata Edi, bau busuk samar tercium, mungkin sedikit terhalang oleh perban itu."Sari, Kamu udah nggak papa, 'kan?""Memang nggak papa. Ngapain coba, orang lagi tidur di bawa ke sini. Buang - buang uang aja." celetukan Sari membuat yang lain berusaha membuat senyum di wajahnya. Kalau Sari hanya tidur, ngapain juga mereka sampai sepanik ini? "Jadi habis berapa biayanya? Mahal, 'kan? Pasti pakai uang bang
last updateLast Updated : 2024-06-18
Read more

Bab 108

Sari merasakan tangan Nisa yang membelai rambutnya. "Nisa, Aku tidurnya lama, ya?" katanya tersenyum. Nisa tercengang. Baru 5 menit yang lalu saat ia berteriak tidak mau makan bubur dengan kecap. "Rasanya enak banget." ujar Sari lagi.Edi datang membawa uang dari Yanah dan menyelipkannya di tangan Nisa. Nisa bangun dan berpamitan."Jangan pergi, Nisa!" cegah Sari. Ia tidak mau Nisa meninggalkannya. "Kamu mau makan hati sapi, 'kan? Nisa mau beli." netra Sari seperti menyala. "Hati sapi yang udah mateng aja, Nisa. Di warungnya Emak Abun." Sari sangat menyukai masakan Emak Abun. Ada semur hati sapi di sana."Iya. Nisa mau beli di sana.""Cepat ya, Nisa. Teteh lapar." ujar Sari bersemangat. Nisa mengangguk dan bergegas membeli lauk yang diinginkan Sari. Ia harus menyeberang jalan besar untuk sampai ke warung itu. "Saya mau beli semur atinya 1, Mbak. Yang itu." tunjuk Nisa. "Apalagi, Bu?" tanya si penjaga warung. "Udah, itu aja."Nisa bergegas pulang ke rumah Sari. Sari teelihat s
last updateLast Updated : 2024-06-19
Read more

Bab 109

Suasana pemakaman masih diisi dengan isak tangis, terutama dari Mona dan Lisa yang hanya sebentar melihat ibunya. Mona juga menyalahkan dirinya sendiri. "Kalau saja waktu itu Aku larang Mamah dioperasi sama Kyai itu! Ini salah Aku Bibi, Aku yang ngedorong Mamah pada kematiannya!" Yanah dan Yanti kembali menangis. Mereka ingat saat ikut mengantarkan Sari ke sana dan mereka seperti kehilangan keinginannya untuk mendebat Kyai itu. Memaksa untuk bertemu Pak Kyai juga tidak ingin mereka lakukan. "Mona yang salah. Mona yang salah." Mona terus meracau dalam tangisnya. "Kalau ada yang salah, yang salah Bapakmu ini." ucap Edi getir. Ia sudah kehilangan istrinya karena biaya operasi yang murah. Ada yang salah. Apa yang salah? Siapa yang salah? "Tidak ada yang salah. Memang umurnya hanya sampai di sini. Lewat apapun caranya." ujar Hasby menenangkan. Padahal ia juga merasakan penyesalan yang sama. Netranya yang teduh berkabut. Andai semua ini dapat dicegah. Andai waktu bisa diulang, ia ti
last updateLast Updated : 2024-06-20
Read more

Bab 110

Nisa menerima uluran lembaran biru itu dari tangan Iman."Papah dapet darimana?""Dari Sapta." Sapta itu suami Tika. "Papah minta, ya. Mamah nggak mau, ah!" Nisa mengulurkan kembali lembaran biru itu. Ia tidak mau uang hasil meminta - minta. ia malu jika bertemu dengan Tika dan suaminya nanti. Tentu saja Iman marah karena merasa tak dihargai. "Siapa yang minta? Papah dulu benerin motornya dan Dia belum bayar. Papah juga nggak mau di bayar sih, tapi tadi Dia nanyain rokok Papah apa, Dia mau ngebeliin. Terus Papah bilang, mentahnya aja, deh."Tika dan suaminya memang kerap berkunjung ke rumah Mamahnya tapi jarang menginap. Nisa langsung bangun dan memeluk Iman yang sedang marah."Maafin Mamah ya, Pah?" Nisa membenamkan wajahnya di dada Iman. "Mamah nggak suka kalau Papah cuma minta - minta. Mamah juga tadi nyesek karena nggak ada bekal buat Doni." Iman mengangguk. Otomatis tangannya membalas pelukan Nisa. "Sekarang masih nyesek?" Nisa menggeleng. "Kan udah ada ini." Nisa menunju
last updateLast Updated : 2024-06-21
Read more
PREV
1
...
8910111213
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status