Semua Bab Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan: Bab 141 - Bab 150

194 Bab

141_Jadi Diaz sudah punya calon istri?

Setelah Tania turun dari panggung, tepuk tangan menggema menyambutnya, Hadi yang menyadari Diaz tidak merespon apa-apa menyenggol anaknya agar bertepuk tangan juga, akhirnya Diaz ikut bertepuk tangan dengan ala kadarnya. "Tania, bakat talenta kamu memang luar biasa. Sebaiknya tahun ini kamu mendaftar menjadi Putri Indonesia, Om yakin kamu akan lolos dan menjadi melaju ke ajang Miss universe," puji Hadi dengan antusias. "Terima kasih, Om. Sepertinya saran Om Hadi akan aku pertimbangkan," jawab Tania sambil tersenyum dan melirik Diaz yang berwajah datar tidak merespon apapun. "Benar, putri pak wali kota ini memang sangat berbakat, seandainya saya memiliki anak perempuan, saya akan mensuport dengan bakat dan talenta seni seperti putri pak wali kota, sayang saya hanya memiliki dua anak laki-laki, yang sulung juga baru masuk kuliah, kalau dia sudah dewasa seperti anak pak Hadi, pasti akan saya kenalkan dengan putri cantik anak pak wali kota ini," ujar pak gubernur pujian pak guber
Baca selengkapnya

142_Kamu Pasti Lelah, ya.

Tania yang jengkel dengan kelakuan Diaz yang sama sekali tidak memperdulikan dirinya melangkah dengan cepat-cepat untuk menyusul lelaki itu, tetapi sepatu hak tinggi yang dia kenakan jelas membuatnya kesulitan melangkah, mana bisa menyusul Diaz yang pergi dengan langkah terburu-buru. Di lobby gedung, dia bertemu dengan Evita yang memang sengaja memata-matai dan memantau gerakan Diaz dan Tania. Sebenarnya Evita sangat senang Diaz tidak menghiraukan Tania, tetapi mau bagaimana lagi, dia harus mendekati Tania untuk senjata memisahkan Diaz dan Mutia, menurutnya untuk menyingkirkan Tania itu mudah, karena Diaz tidak memiliki perasaan pada gadis itu, tetapi untuk menyingkirkan Mutia yang sudah seperti kanker itu sangatlah sulit. "Mbak Tania, apa kabar Mbak?" Tania mengenal Evita karena mereka sering bertemu di circle pergaulan mereka. Sikap Evita yang sering merendah dan meninggikan Tania membuat gadis itu tidak mempermasalahkan keberadaan Evita disekitarnya. "Evita? aku baik.
Baca selengkapnya

143_Ah, Payah!

"Mas suapi, ya?" ujar lelaki itu yang sudah memegang sendok. Mutia ingin menolak karena dia masih punya tangan yang sehat, tetapi entah kenapa dia benar-benar ingin dimanja kali ini. Ingin merasakan perhatian yang begitu melimpah dari seorang lelaki yang sudah memenuhi relung hatinya. Melihat Mutia mengangguk, Diaz tersenyum lebar dan menyendok nasi dan mengarahkan ke mulut wanita itu. "Kita makan bersama, Mas juga belum makan," ujar Diaz yang juga menyendok nasi ke mulutnya. "Mas belum makan?" "Iya, tidak sempat makan." Mutia membelai wajah lelaki itu, memang wajahnya tampak kelelahan jika diperhatikan dengan seksama. Melihat Diaz makan dari sendok yang sama, begitu juga minum dari sedotan yang sama dengannya, membuat Mutia semakin menghangat hatinya. Seharusnya pasangan memang begitu, tidak merasa jijik dengan bekas pakai pasangannya. Justru semakin suka, bukankah mereka juga sudah sering berbagi Saliva bila ada kesempatan. Diaz sesekali mengelap bibir Mutia yang bele
Baca selengkapnya

144_Benar-benar Memalukan anak itu

Pagi-pagi sekali Mutia sudah datang ke rumah sakit diantar oleh Diaz, hari ini dia masih cuti. Sedang Diaz justru banyak-banyaknya pekerjaan, tapi dia masih menyempatkan diri mengantar Mutia. "Nenek sudah siuman, Bu Mutia. Tadi pas subuh, dia sudah siuman," ujar perawat yang menjaga nenek. "Oh ya? saya sudah boleh menjenguknya?" "Iya, silahkan. Nanti sekitar jam delapan dokter akan mengobservasi, jika hasilnya bagus akan langsung di bawa ke ruang perawatan lagi." Mutia dan Diaz bergegas memasuki ruang ICU dengan mengenakan pakaian khusus yang disediakan. Di sana neneknya sudah siuman walaupun belum bisa bergerak. Tatapan wanita tua itu menatap dengan binar ke arah sepasang manusia yang mendatanginya. "Nenek, bagaimana perasaan nenek?" tanya Mutia yang langsung menggenggam tangan neneknya "Nenek hanya tersenyum, wajahnya yang ditutupi oleh masker oksigen membuat ekspresi wajahnya tidak terlihat. "Apa nenek masih sakit?" tanya Diaz yang tatapannya juga kuatir. "Nenek su
Baca selengkapnya

145_Kamu berdoa apa tadi?

"Nenek ingin tinggal di desa setelah sembuh, sepertimu suasana desa yang tenang membuat nenek bisa lekas sembuh," permintaan nenek ketika sudah dipindah ke ruang perawatan. "Iya, nanti kalau nenek sudah boleh pulang oleh pihak rumah sakit, ya?" jawab Mutia dengan sabar. Nenek Rosida berasal dari daerah puncak Bogor sebelum menikah dengan kakek dan dibawa ke jakarta. Nenek adalah anak tunggal, sehingga semua harta peninggalan orang tuanya pasti diwariskan pada nenek. Di desa itu, masih ada rumah peninggalan orang tuanya, mungkin sudah tua dan usang, tetapi pada zaman nenek muda dulu, rumah orang tuanya adalah rumah terbesar dan terbagus di desa itu. Sekarang rumah itu sering dibersihkan oleh keponakannya yang rumahnya dekat dengan rumah nenek. Seminggu setelah nenek dioperasi, Mutia mendapat panggilan sidang perceraiannya, sidang akan diadakan dua hari lagi, tepatnya di hari Senin. Sebenarnya akhir pekan ini Tasya mengajaknya untuk ikut mendampinginya saat lamaran Fadil ke Surab
Baca selengkapnya

146_Ini benar jumlah maharnya?

Dengan berbekal map yang diberikan oleh Fadil, akhirnya mereka sampai di rumah yang cukup besar, memang benar ternyata Tasya ini anak orang berada di kota ini. Keluarga besar Tasya juga sudah berkumpul di sini, acara lamaran malah ternyata begitu ramai, sementara dari pihak Fadil hanya didampingi oleh kedua orang tua mereka. Ketika mereka datang, Fadil sudah berada di ruang tamu yang cukup besar, mereka duduk di bawah beralaskan permadani tebal, dia didampingi oleh kedua orang tuanya. Sementara Tasya duduk diapit juga dengan kedua orang tuanya, di sekeliling mereka berkumpul lebih dari dua puluh orang yang merupakan keluarga besar Tasya. "Diaz, sini!" panggil Fadil yang melihat Diaz dan Mutia berjalan masuk ke rumah. Diaz datang dengan tersenyum sambil menggandeng Mutia, ketika melihat Mutia Tasya juga melambaikan tangan ke arahnya. "Aku mendampingi Tasya ya, Mas." Diaz mengangguk dan melepaskan tangan kekasihnya, dia menuju ke arah Fadil. Disalami tangan kedua orang tua Fadil
Baca selengkapnya

147_Kalau kita nikah, mau mahar apa?

"Baiklah kita mulai," ujar penghulu. Ayah Tasya melihat kertas yang ditulis calon menantunya dengan mata yang memicing, kaca mata plus yang bertengger di atas hidungnya sebentar-sebentar dia perbaiki, dia takut salah melihat tulisan yang ada di tangannya. "Ini benar-benar jumlah maharnya?" tanya pak Yunus sekali lagi "Benar, Pak," jawab Fadil dengan percaya diri. Ayah Tasya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, di merasa tidak yakin dengan yang dibaca di kertas tersebut. "Ini terlalu banyak, m-banking juga gak bisa mentransfer uang sebanyak ini, sebaiknya pakai uang cash yang dimiliki oleh Nak Fadil saja," ujar Ayah Tasya. "Ah, iya. Sebaiknya begitu, ini Ibu beri kalung, gelang dan cincin ibu buat mas kawin kamu, Fadil. Dan ini ada uang cash satu juta juga," ujar ibu Fadil yang sudah melepas perhiasan yang melekat ditubuhnya. "Iya, ayah tambahi uang dua juta, ambillah," ujar ayah Fadil yang sudah mengeluarkan uang dari dompetnya. "Iya, Fadil. Aku juga ada uang cash l
Baca selengkapnya

148_Begitulah cerita tentang mahar satu miliyar

"Kalau kita menikah, mau mahar apa?" Diaz dengan sabar menanyakan hal itu kembali. "Em, apa ya? aku tidak bisa berkata-kata," jawab Mutia yang memang tidak tahu harus menjawab apa. "Apa jika kuberi hal yang sama dengan Tasya, kamu tidak keberatan?" tanya Diaz kembali, kini lelaki itu menatap Mutia dengan tatapan yang menelisik. "Oh, uang satu miliyar, ya? Sepertinya itu tidak perlu! Kemarin waktu aku menikah dengan Tommy juga maharnya satu miliyar," jawab Mutia dengan tatapan menerawang, mengingat kejadian setahun setengah yang lalu. "Apa? ternyata ....." Diaz terperangah mendengar jawaban dari Mutia, tidak menyangka saja kalau Tommy memberi mahar sebesar itu. "Kamu dinikahi dengan mahar satu miliyar, tetapi Tommy menganggukkan kamu begitu saja, apa tidak merasa rugi? bodoh banget Tommy itu," ujar Diaz sambil terkekeh menertawakan kebodohan Tommy. Setelah puas tertawa, Diaz kembali menatap Mutia dengan tatapan heran, lagi-lagi menelisik wajah wanita itu dengan lebih teliti
Baca selengkapnya

149_Apa begitu senang kamu aku ceraikan?

Hari berlalu, saat ini adalah sidang terakhir perceraian Mutia. Tentu saja Mutia harus datang, karena akan ada pembacaan talak dari Tommy. Ketika sampai di gedung pengadilan, di depan ruang sidang sudah ada Tommy, Siska dan juga Diana.. Ketika melihat Mutia, Diana langsung menyongsongnya, mata wanita itu berkaca-kaca melihat calon bekas menantunya ini. Biar bagaimanapun, mereka pernah tinggal bersama dan pernah berhubungan baik sebagai mertua dan menantu. "Apa kabar, Mutia?" tanya Diana. Mutia tersenyum menanggapi sapaan dari Diana, Mutia tidak pernah menyimpan dendam buat wanita paruh baya ini, walaupun demi mendapatkan cucu, wanita ini tidak lagi mendukung Mutia pada akhirnya. "Baik, Bu. Ibu Diana apa kabar juga?" Diana terperangah mendengar Mutia memanggilnya seperti itu. Dahulu Mutia akan memanggilnya dengan Mama, tetapi saat ini sepertinya wanita itu sudah siap untuk menganggapnya bukan siapa-siapa. "Walaupun nanti kamu bukan lagi menjadi istri Tommy, maukah kamu tet
Baca selengkapnya

150_Mama ingin pernikahan anaknya hancur?

"Mama pulang dulu ya, Mutia. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan dalam hidupmu," ujar Diana sambil memegang tangan Mutia. "Terima kasih, Ma. Mama juga harus bahagia dan selalu jaga kesehatan mama," jawab Mutia. Setelah ketiga orang itu pergi menuju parkiran, Mutia menatap map di tangannya, dia membuka dan melihat akta cerai yang baru saja didapatnya. Senyumnya mengembang, dia menghembuskan napas berulang-ulang dengan kuat, menandakan kelengahan yang luar biasa yang dia rasakan. Wanita itu baru melangkah beberapa langkah, tetapi langkah kakinya berhenti mana kala melihat seseorang menyongsong ke arahnya. "Bagaimana sidangnya?" "Mas? kamu datang?" seru Mutia menyongsong lelaki itu dengan langkah cepat. "Iya, maaf aku terlambat, apa sidangnya sudah selesai?" "Sudah selesai. Ini, lihat ... aku sudah memiliki akta cerai sekarang," ujar Mutia sambil memamerkan berkas di dalam map. "Wah, syukurlah. Penantianku selama ini terbayar sudah," jawab lelaki itu dengan tatapan penu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status