Semua Bab Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan: Bab 121 - Bab 130

194 Bab

121_Sepertinya kamu sudah tidak sayang lagi nenek kamu, ya?

"Biar aku bukakan pintunya," ujar Mutia dengan nada malas. Mutia berjalan dengan lesu menuju pintu, namun ketika pintu sudah terbuka, matanya yang masih terbuka separuh terbelalak melihat kedua lelaki itu sudah berdiri di pintu kamar. "Kalian? pagi-pagi sudah ke sini, mau ngapain?" "Pakai nanya lagi! cepat siap-siap. Kita pulang ke Jakarta sekarang!" perintah Diaz. "Mana Tasya?!" tanya Fadil dengan tidak sabaran. "Masih tidur, ini masih pagi banget. Kami check out dari hotel jam 12 siang." Dengan tidak sabaran, Fadil langsung merangsek masuk ke dalam kamar. "Dokter Fadil, tidak sopan langsung masuk dalam kamar perempuan," seru Mutia. Tetapi Fadil tidak menggubrisnya, malah terus melangkah ke tempat tidur. "Ngapain musti nunggu jam 12 siang, cepat aku tinggi sepuluh menit harus bersiap, kalau nggak biar aku yang menyiapkan!" perintah Diaz dengan tatapan serius. "Sepuluh menit? yang benar aja! kamu belum ada yang mandi" "Baiklah, lima belas menit! kalau belum juga
Baca selengkapnya

122_nama kontak di ponselnya

Diaz hanya mendengus jengkel sepanjang jalan, pasalnya ketika mereka mulai masuk mobil, Tasya dan Mutia berbarengan duduk di bangku belakang, sementara dia terpaksa duduk di bangku depan bersama Fadil yang memegang kemudi. Tadi dalam bayangannya dia bersama Mutia duduk di belakang, sehingga dia bisa memegang tangan wanita itu dengan mesra atau minimal berdekatan. Entah kenapa aroma tubuh Mutia benar-benar sudah membuatnya gila. Ha ... ha ... ha ... Terdengar tawa dari dua wanita di belakang yang cukup menarik perhatian, Mutia dan Tasya rupanya tengah membahas reaksi Raid saat mengetahui Tasya memiliki suami. "Eh, aku lihat dia tadi di lobi." "Sepertinya dia mau jalan-jalan dengan keluarga kecilnya." "Em, ya sebenarnya bener sih maunya kita ambil kesempatan jalan-jalan, toh check out dari hotel juga jam dua siang," sungut Tasya. "Jadi kalian mau jalan-jalan? why not?! kita ke kebun raya Bogor dulu, gimana?" ujar Diaz yang langsung menyambar percakapan dua perempuan itu.
Baca selengkapnya

123_Panggilan sidang

Tak terasa ternyata mereka sudah sampai di kota Jakarta, ketika Diaz membuka mata, dia melihat jalanan sudah padat khas ibu kota. Diaz melirik ke pahanya, di sana Mutia masih terpejam dengan lelap dan merasa nyaman berbantalkan pada paha lelaki itu. "Sudah sampai mana?" tanya Diaz dengan suara serak. "Tenang, Bos. Sebentar lagi sampai apartemenmu," jawab Fadil yang masih fokus memegang stir. "Ngapain ke apartemen? aku sudah lama tidak tinggal di sana." "Oh, kalau begitu, aku harus mengatakan kamu ke rumah ayahmu?" "CK, itu lagi! Mana sudi aku tinggal di sana lebih lama?!" gerutu Diaz. "Lah, terus elu mau tinggal di mana, Bos?" tanya Fadil tidak sabaran, pasalnya lelaki ini juga belum tahu jika Diaz sudah memiliki tempat tinggal baru. "Aku sekarang tinggal di sini, cepat ikuti saja GPS itu!" ujar Diaz sambil memperlihatkan pesan wa di ponselnya. "Oh, oke!" Fadil juga tidak banyak protes langsung mengantar Diaz ke kediaman yang baru, setelah itu dia baru akan mengantar
Baca selengkapnya

124_Apa kau akan datang ke pengadilan?

"Apa kau dapat rezeki besar? sepertinya kamu senang sekali." "Mas Diaz?!" gumam Mutia menatap lelaki yang begitu menjulang di hadapannya. "Hmmm." Lelaki itu hanya memiringkan wajahnya untuk menelisik Mutia lebih dalam. "Permisi, aku mau lewat," ujar Mutia yang merasa jalannya dihalangi oleh lelaki itu. "Aku belum mendapat jawaban dari pertanyaan ku tadi, bagaimana aku bisa memberimu jalan? Aku lihat tadi kau sujud syukur, sepertinya ada rezeki yang besar, ya?" "Ya, bisa dibilang begitu. Aku dapat ini, hal yang aku nantikan dari lama," ujar Mutia sambil memamerkan amplop coklat ditangannya. "Apa itu?" "Ya, tentu rezeki yang besar seperti yang mas Diaz bilang." Mutia segera melangkah ke depan setelah Diaz menyingkir lebih ke tepi, namun setelah Mutia pas lewat di hadapan lelaki itu, apa yang ada digenggaman Mutia langsung disambar oleh Diaz. "Mas! apaa yang kamu lakukan," pekik Mutia sebagai reaksi aksi yang Diaz lakukan. "Surat dari pengadilan agama? hmm, jadi
Baca selengkapnya

125_Aku antar sampai tempat kerja

"Apa besok kamu bisa menemani aku?" "Ke mana?" "Aku ingin membeli kado untuk ulang tahun keponakan aku." "Oh, kamu punya keponakan, Mas? umur berapa?" "Umur sembilan tahun. Dia keponakan satu-satunya, anaknya kakak perempuanku." "Anaknya laki-laki atau perempuan?" "Laki-laki. Bagaimana? kamu mau, kan?" "Iya, okelah." "Aku jemput kamu di tempat kerja." "Eh, nggak usah. Kita janjian ketemu di mall saja." "Ribet banget sih hidupmu. Aku jemput, titik!" Mutia tidak bisa lagi membantah perkataan lelaki itu, dia tahu betul seberapa keras kepalanya lelaki di depannya ini. Hanya saja, dia tentu merasa malu karena dia masih terikat dengan pernikahan tetapi sudah dijemput oleh lelaki lain. "Aku pulang dulu, besok pagi aku akan sarapan di sini, kamu lekas istirahat, oke?" "Iya." Diaz melangkah menuju pintu, tentu saja Mutia mengikuti karena harus mengunci pintunya. Tetapi setelah sampai di tengah pintu, lelaki itu berbalik sehingga membuat Mutia menabraknya dan membuat hi
Baca selengkapnya

126_Bos sedang jatuh cinta

Mutia tidak bisa berkata-kata, sepertinya di depan Diaz dia tidak bisa mengutarakan setiap keinginannya karena pria itu lebih mendominasi. Apa yang akan dilakukan dan dikatakan oleh Diaz, walaupun selalu ditolak oleh Mutia, tetapi tanpa peduli lelaki itu tetap melaksanakan. Mutia sebenarnya tidak masalah dengan itu jika statusnya sudah jelas, tanpa terikat pernikahan dengan pria lain, tetapi di situasi seperti ini, sepertinya Diaz terlalu terburu-buru. Bukankah itu bisa merusak citra dirinya sendiri? "Turun di simpang itu saja, nanti juga jemput aku di sini. Tidak perlu sampai ke pintu gerbang,' ujar Mutia ketika sudah mendekati lokasi pabrik roti tempatnya bekerja. "Kamu kenapa sih? apa tampangku kau terlalu memalukan untuk mengantar dan menjemputmu," keluh Diaz "Bukan begitu, Mas Diaz. Aku justru sedang melindungi nama baikmu loh, bagaimana bisa bos hebat sepertimu malah mengantar jemput istri orang." "Kamu kan akan bercerai, apalagi memangnya?" "Nah itu, akan ... baru akan,
Baca selengkapnya

127_Aku mendukungmu seratus persen.

Rais segera membacakan jadwal pada bos yang sudah duduk di kursi kebesarannya, kursi itu bergoyang-goyang. Sepertinya hanya Rais yang maklum melihat kondisi bosnya saat ini, dia ingin menggoda lelaki itu tetapi masih belum berani. "Jadi, pihak klien dari kementrian itu ingin bertemu dengan kita untuk membahas proyek itu jam tiga sore ini, Pak. Bagaimana, Pak?" Rais mendelik, pasalnya dari tadi dia ngoceh sepertinya bosnya ini tidak memperhatikan perkataannya sedikitpun, lelaki itu hanya tersenyumlah-senyum sendiri sambil mengusap-usap bibirnya, benar-benar aneh. "Pak, bagaimana, Pak?!" Rais meninggikan suaranya membuat Diaz tersadar dengan reaksi yang cukup terkejut. "Apaan sih, Is?! suara kamu kurang kenceng, tahu! sekarang jam berapa?" tanya lelaki itu tidak nyambung sambil melihat jam di tangannya. "Alah, masih jam sembilan. Masih lama banget jam lima sore, ya?!" gumam Diaz dengan tatapan lemas. "Pak, tadi saya bertanya, Pihak kementrian ingin bertemu dengan kita jam t
Baca selengkapnya

128_Minta maaf itu lewat tindakan

Sore sudah menjelang, Diaz yang masih banyak kerjaan buru-buru menutup laptop setelah melihat jam menunjukan pukul enam belas. Dia segera meraih kunci mobil dan tas kecil di atas meja, berlari ke arah pintu. Jelas dia tidak akan melewatkan menjemput Mutia di tempat kerja. Demi bisa bertemu wanita itu, apa yang nggak bisa dia lakukan, dia saja baru saja men-cancel rapat penting dengan nilai transaksi miliyaran rupiah. Ketika sampai persimpangan, mobilnya dia jalankan dengan lambat, ternyata Mutia belum ada di sana, sementara wanita itu memintanya menunggu di sini, apa langsung disusul ke kantornya saja? tetapi Mutia sudah mewanti-wanti untuk menunggunya di sini, kalau ke slisipan gimana nanti? Mutia sendiri gelisah melihat jam di ponselnya sudah jam empat lewat dua puluh menit, sementara Sultan masih saja membahas masalah internal karena ini sudah akhir bulan. "Pak, bolehkan berkas ini saya kerjakan di rumah? hari ini saya ada acara, keponakan saya ulang tahun, saya akan mencari
Baca selengkapnya

129_Namamu siapa?

"Mas Diaz, sabar ya? ini belum waktunya," ujar Mutia "Ah, sial. Kapan sih waktunya? lama banget," ujar lelaki itu masih dalam mode merajuk. Tetapi Mutia malah menertawakan aksi lelaki itu yang menurutnya sangat lucu seperti bocah lagi ngambek nggak dibelikan permen. "Kita mau beli apa?" tanya Mutia kembali, karena pertanyaan yang sama belum lelaki itu jawab. "Kita lihat-lihat saja dulu, aku juga belum tahu mau beli apa. Kita ke stand pernak-pernik remaja laki-laki saja dulu," jawab lelaki itu. "Keponakanmu namanya siapa?" "Namanya Farrel Dewangga Putra." "Dia sukanya apa? hobinya apa?" "Ah, mana aku tahu." "Kamu kan pamannya, masak nggak tahu?" "Banyak banget yang aku urus, bukan cuma ngurusin dia saja, toh masih ada emaknya walaupun bapaknya sudah pergi." "Kenapa bapaknya pergi?" "Cerai sama emaknya, karena berselingkuh." "Oh? kasihan ya, keponakan Mas, kalau gitu kita cari hadiah uang spesial. Apa ayahnya masih sering menjenguknya?" "Tidak lagi, setelah
Baca selengkapnya

130_Bertemu anak lampir

Setalah bocah itu hilang dari pandangannya, Mutia bergegas mencari keberadaan Diaz, ternyata lelaki itu masih serius dengan panggilan ponselnya, menelpon siapa, sih? kok dari tadi tidak selesai-selesai? Mutia segera mendekati lelaki itu, ketika Diaz melihat Mutia, dia segera mengakhiri panggilannya. "Ya, sudah. Begitu saja ya, Is! buat persis seperti yang aku katakan tadi, besok pagi hasilnya segera bawa ke ruanganku." Lelaki itu tersenyum ke arah Mutia dan melihat di tangan wanita itu sudah menenteng paperbag. "Kamu sudah dapat hadiahnya, Sayang?" "Ya, kamu dari tadi belum juga memilih bola basket?" "Ah, ya. Maaf, tadi ada telepon penting dari Rais, masalah pekerjaan yang tidak bisa ditunda, jadi aku menerima panggilannya dulu. Nah, aku bayar ini dulu, ya? kamu membayar kadomu sendiri?" "Iya, cuma hadiah murah kok, aku masih mampu beli sendiri." Diaz bergegas membayar belanjaannya dan menerima kantong belanja berlogo merk produk tersebut, ketika tengah berjalan Diaz men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
20
DMCA.com Protection Status