Jingga meremas clutch dalam genggamannya, ia merasa gugup dan salah tingkah. Lalu, ia memalingkan wajahnya ke arah lain, selain kepada Davin yang sejak tadi tak berhenti memandanginya.“Jangan terus-terusan menatapku seperti itu,” gumam Jingga, berdehem. “Aku jadi merasa aku aneh dan jelek berpenampilan seperti ini.”Tangan Davin terulur, menyentuh pipi Jingga dengan lembut. “Kamu cantik,” bisiknya, yang membuat pipi Jingga seketika merona. “Aku jadi berpikir, lebih baik kita pulang lagi sekarang. Kita nggak perlu menghadiri pesta malam ini.”Mata Jingga sedikit terbelalak mendengarnya. Ia menatap pintu ballroom yang terbuka dan banyak orang hilir mudik di sana, lalu menatap wajah Davin kembali. “Kenapa kita pulang lagi? Sekarang kita tinggal selangkah lagi untuk sampai di lokasi pesta, Dave.”Rahang Davin mengeras. Ia merangkul pinggang Jingga dan berbisik di dekat telinganya, “Dalam urusan uang, aku memang dermawan,” akunya dengan jumawa. “Tapi jika itu kamu, aku sangat pelit dan ng
Read more