Gartama Wirasesa. Entah kenapa nama itu terpatri begitu kuat dalam benakku. Apa pun kondisi yang sedang kami hadapi, walau badai menghadang, tanah longsor, nama pria itu selalu ada dalam hatiku. Cih, menjijikan. “Naina, apa kamu baik-baik saja?” Radit bertanya khawatir.Aku mengerjap bingung, lalu saat menyadari ada tangan yang meremas tanganku, segera kutarik. Kurang ajar. “Maaf, Pak. Tadi Anda tanya apa?” Aku berusaha untuk tetap tersenyum, walau dalam hati dongkol.Lagi-lagi dia tersenyum. Aku heran dengan bibirnya, apa dia tidak takut robek karena sedari tadi tidak berhenti tersenyum lebar. “Apa Naina bersedia bekerja denganku?” tanyanya kembali.Oh, itu. Aku meletakkan garpu yang sedari tadi kupegang untuk menusuk-nusuk cake di atas piring. Kini, aku merubah posisi duduk lebih condong ke depan dengan kedua tangan menempel di atas meja. Tidak lupa aku memberikan senyum manis. “Maaf, Pak Radit. Sepertinya saya masih ingin istirahat. Lagipula,” jedaku, menyandarkan punggung ke k
Terakhir Diperbarui : 2024-02-04 Baca selengkapnya