Home / CEO / Suami Lansiaku Ternyata CEO / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Suami Lansiaku Ternyata CEO: Chapter 1 - Chapter 10

106 Chapters

SLTC - 001

“Saya datang ke sini, bermaksud untuk melamar putri Bapak Harun, untuk ayah Saya, Pak Roy.” Samar-samar, Sova mendengar suara obrolan yang sepertinya berasal dari ruang tamu. “Melamar?” lirihnya pelan. Sontak Ia pun menghentikan langkahnya untuk mencuri dengar. “Siapa yang dilamar?” tanyanya di dalam hati. Ia pun berjongkok di teras belakang rumahnya, sisi ruang tamu, seraya meletakkan ember berisi piring-piring yang baru saja Ia cuci di sumur umum. Rumah milik Sova merupakan rumah panggung yang berukuran empat kali enam meter, jadi antara ruang tamu dan tempat Ia berjongkok saat ini seolah tak ada sekat, terlebih dinding rumah pun terbuat dari bilik kayu. “Untuk siapa tadi?” Terdengar suara bu Devi, ibu tiri Sova yang mempertanyakan ucapan awal tamu. “Untuk Ayah Saya, Pak Roy,” jawabnya dengan suara yang tegas. Hening sesaat, tak ada suara dari siapapun. Sova mengerutkan keningnya, berpikir tentang satu hal. Biasanya yang datang melamar itu adalah Ayah untuk anaknya, mengapa sek
Read more

SLTC - 002

1 Bulan Kemudian... Sova menutup resleting tas barunya dengan riang. Ia begitu senang karena bu Halimah mengatakan bahwa perlombaan debat bahasa Inggris di Kabupaten dilaksanakan hari ini. Ia selalu bermimpi untuk mewujudkan masa depan yang lebih cerah. “Va, ini Ibu bawakan sesuatu untuk kamu,” ucap bu Halimah di hari kemarin seraya menyodorkan sebuah bingkisan plastik hitam. Sova menatap bingkisan itu dengan penuh haru, tapi juga berbarengan dengan rasa tak enak hati. “Ambillah, Nak!” titah bu Halimah seolah paham apa yang ada di pikiran anak didiknya. “Buat Saya, Bu?” tanya Sova sekali lagi. Ia ingin memastikan bahwa pendengarannya masih berfungsi dengan baik. “Iya. Alhamdulillah Ibu ada rezeki. Besok pas lomba, pakai baju seragam dan tas yang baru ini ya!” titah bu Halimah sekali lagi. Dengan senyum yang mengembang, Sova pun menerima bingkisan itu seraya menciumi tangan gurunya dengan bahagia. Bahkan, ia ingat bahwa kemarin ia menciumi tangan bu Halimah sampai dibolak
Read more

SLTC - 003

“Diam kamu di sini! Berani keluar, tamat riwayat Ayahmu yang pesakitan itu!” ancam bu Devi dengan gerakan tangan seolah memotong leher. “Ingat itu! Selangkah saja kamu pergi, Ayahmu mati!” Wanita itu mengulangi ancamannya. Bola matanya membulat seolah mau keluar. Bu Devi tak sedikitpun merasa iba melihat Sova yang sudah rapi memakai seragam sekolah, kini duduk bersimpuh dengan berurai air mata. “Ma, tolong kasih Sova kesempatan. Sova harus berangkat ke sekolah. Ma, tolong Sova!” rengek gadis berseragam SMA itu sambil memegangi kaki bu Devi yang hendak keluar. Tangisnya terdengar sangat pilu bagi orang yang memiliki hati selembut sutera, tapi tidak bagi ibu tirinya itu. “Heh, anak tak tahu diuntung! Silakan kamu pergi dari sini, tapi Ayahmu mati. Kamu tentu tahu kalau ancaman Mama tidak pernah main-main.” Bu Devi berusaha melepaskan kakinya dari Sova dengan menendang-nendangkan kakinya ke tubuh Sova, tapi gadis itu bertahan. “Ma, izinin Sova sekolah hari ini. Sova janji, Sova aka
Read more

SLTC - 004

“Sova...!!!” Karena anak tirinya tak juga menghampiri, bu Devi kesal bukan kepalang. Ia pun segera berjalan sambil mengetuk kakinya keras-keras di setiap langkah, bermaksud menghampiri anak tirinya yang tadi masih terdengar menangis di kamarnya. “Iya Ma!” sahut Sova yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Meskipun mata bulatnya sembab dan masih memerah, tapi bibir gadis delapan belas tahun itu melengkungkan senyuman, tentunya senyuman yang tersungging dengan terpaksa. “Dipanggil dari tadi, bukannya nyahut!” bentak bu Devi meluapkan rasa kesalnya. Sova tak ambil pusing dengan teriakan ibu tirinya. Ia tentu tahu alasan sang Mama tiri memanggilnya. Rumah mereka tidaklah luas, bahkan tiga perempat dinding rumahnya terbuat dari bilik khas kampung. Jadi, mana mungkin Sova tak mendengar makian yang diarahkan kepada ayah kandungnya. Saat mendengarnya tadi, Sova berpikir keras tentang apa yang harus Ia lakukan. Ia menetralkan semua rasa gundah di hati. Menarik nafas terdalam demi menyebar
Read more

SLTC - 005

“Akhirnya, kamu pulang juga hah?” teriak bu Devi seraya berkacak pinggang di samping rumah, di sisi pintu dapur. Baru saja Ia melihat Sova dari kejauhan, Ia langsung menghujani gadis itu dengan tatapan membunuh. Sova yang biasanya selalu memasang wajah senyum dalam keadaan apapun, kini nampak lebih cuek dan tak begitu peduli dengan ocehan ibu tirinya. “Assalamu’alaikum!” ucap Sova dengan wajah sumringah, namun tak tertuju untuk bu Devi. Gadis itu tetap menyalami tangan bu Devi dan berlalu begitu saja, memasuki rumah lewat pintu dapur seperti biasanya. Tujuannya kamar, shalat maghrib setelah dia wudhu terlebih dahulu di sumur umum. Sebenarnya Sova diantar pulang menggunakan mobil oleh pak Syamsul, kepala sekolah dimana Ia menuntut ilmu. Mobil sewaan pak Syamsul itu berlaku 24 jam, jadi beliau dengan leluasa bisa mengatar Sova sampai ke rumahnya. Hanya saja, Sova meminta diturunkan di sumur umum. “Heh!” bu Devi mencekal lengan Sova yang berlalu begitu saja setelah menyalaminya.
Read more

SLTC 006

Bu Devi terdiam sesaat setelah mendengar tawaran Sova. Hatinya bertolak belakang dengan kalimat yang diucapkan oleh Sova. Di satu sisi, wanita paruh baya itu memang menginginkan uang lima juta yang ditawarkan oleh Beni, lelaki yang melamarkan Sova untuk ayahnya, Roy. Tapi di sisi lain, Ia sudah berniat untuk menikahkannya, setelah uang itu didapat, ibu Devi akan membuat Sova bercerai dari lelaki tua itu. Ia akan untung berkali-kali lipat karena sudah mendapatkan uang imbalan sebesar 5 Juta, tapi ia pun tidak kehilangan Sova yang selama ini sudah menjadi tulang punggung baginya, juga menjadi pembantu gratisan."Bagaimana? Kalau Mama setuju, Aku siap dinikahi oleh kakek Roy kapanpun dia mau." Tak ada gurat sedih ataupun takut dari wajah sova. Di kepalanya sudah tersusun berbagai macam rencana yang akan Ia lakukan ke depannya."Sepakat, " sahut Yulia sambil menghampiri sova, menyodorkan tangannya untuk bersalaman sebagai tanda dimulainya kesepakatan. "Yulia!
Read more

SLTC 007

“Apa ini?” tanya Hani yang nampak enggan mengambil kertas tersebut. “Tolong Mbak! Kalau tidak ada persetujuan tentang hal ini, maka Saya tidak bersedia menikah,” tekan Sova dengan mata tajam. Ditatap seperti itu oleh sang calon istri bos nya, membuat nyali Hani menciut. Ia pun segera mengangguk dan mengambil kertas tersebut, memotretnya, lantas mengirimkannya langsung kepada Roy. “Sudah. Bisakah kita mulai berhias?” tanya Hani lagi. Ia tak ingin membuang-buang waktu berdua dengan Sova. Ia khawatir akan ada banyak pertanyaan lain yang tak akan sanggup Ia jawab. “Tunggu jawabannya!” titah Sova tanpa melirik sedikit pun ke arah Hani. Tak menunggu lama, ponsel Hani pun segera berdering. Wanita itu pun segera menggeser gambar telepon berwarna hijau untuk menjawab panggilan dari Roy. “Hallo. Iya.” Hanya dua kata itu yang diucapkan oleh Hani, sebelum akhirnya Ia menyerahkan ponsel itu kepada Sova. Sova yang sudah mengira siapa yang menghubungi Hani
Read more

SLTC 8

Sova tak pernah mengira akan bertemu lagi dengan orang tersebut. Rasa kesal yang baru saja melanda karena kabar bahwa dirinya sudah dinikahi, ternyata sedikit terlupakan saat melihat sosok suaminya. “Duduk si sini, Neng!” pinta pak RT yang sedari tadi duduk di tempat saksi, menepuk karpet yang tak diduduki siapa pun, tepat di samping mempelai pria. Roy menyunggingkan senyumannya kepada Sova. Senyuman tulus sebagai tanda bahwa lelaki itu menikahi Sova dengan baik. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan saat berbicara di sambungan telepon. “Ayo!” Lina berdiri untuk menuntun Sova duduk di tempat yang sudah disediakan oleh pak RT, tepat di samping lelaki yang baru menjadi suaminya. Sova pun menurut, melangkahkan kakinya untuk duduk di samping Roy. Seolah mengerti dengan kegelisahan yang sofa rasakan, Pak RT dengan inisiatifnya sendiri membuka galeri video yang ada pada ponsel miliknya. Ia memperlihatkan sebuah video kepada Sova, “Ini, saat ijab kabul tadi!"
Read more

SLTC 009

“Aaahhh... “ Mendengar teriakan Sova, seketika Roy bangkit dan berlari tunggang langgang. “Ada apa?” tanya Roy seraya menarik Sova dari guyuran shower di atas bathtub, di dalam toilet. Roy menarik Sova keluar dari bathtub sekuat tenaga, sampai kaki Sova terpentuk sisi bathtub. “Ada apa?” tanya Roy lagi sambil melihat ke arah Sova yang masih memejamkan matanya, berusaha menghilangkan bekas air yang mengguyur dari ujung kepalanya. “Kang, lepas dulu!” pinta Sova masih memejamkan matanya. Sova berada dalam pelukan Roy karena lelaki itu menarik paksa Sova yang berada di bawah guyuran shower, di atas bath tub. Roy yang melihat Sova basah, seketika hasratnya membuncah. Terlebih lekuk tubuh Sova yang membentuk, sangat menantang untuk segera Ia jamah. Bibir Sova yang seksi dan berwarna merah alami, membuat pikiran Roy semakin kotor. Tapi, hatinya yang mengatakan bahwa Sova Ia nikahi bukan untuk Ia jadikan budak nafsu, segera menahan hasrat yang sudah lama Ia pendam. Hasrat yang Ia kubur be
Read more

SLTC 010

Roy bergegas mengeluarkan ponselnya. Sambil terus melangkah menjauhi ruangan rawat inap yang ditempati pak Harun, Roy pun segera menghubungi Beni. Tak membutuhkan nada panggilan lebih banyak, Beni, sang tangan kanan Roy langsung menerima panggilan darinya. “Malam, Bos!” ucap Beni di sebrang telepon. “Di mana?” tanya Roy tanpa basa-basi. “Baru sampai rumah. Ada yang bisa saya lakukan, Bos?” tanya Beni. Ada rasa tak tega di hati Roy saat mendengar titik keberadaan Beni. Padahal, biasanya Ia seolah sudah tak memiliki empati terhadap Beni. Jika dia membutuhkan sesuatu, apapun caranya harus terlaksana saat itu juga. “Siapa yang jaga di sini?” tanya Roy pada akhirnya. “Agus, Heru dan Jack. Apa Bos tak melihat keberadaan mereka?” tanya Beni memastikan. Masalahnya, selama dia mengawali pernikahannya, Roy sudah meminta bodyguard bayangan agar tak menimbulkan kecurigaan untuk Sova, maupun orang-orang yang berada di sekitar Sova. “Bilang saja sama mereka, carikan baju untuk aku d
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status