Semua Bab Pernikahan Kedua yang Dirahasiakan Suamiku : Bab 81 - Bab 90

117 Bab

81 S2: Selagi Ada Kesempatan

“Membosankan sekali ya, Sis?” ujar Pasha saat Siska baru saja tiba untuk bergantian jaga dengan mertua. “Aku sudah tidak sabar mau pulang ke rumah kita.” Siska meletakkan tasnya kemudian duduk di samping Pasha. “Mau di manapun kita berada, asalkan kita masih sama-sama seperti ini ... tidak akan terasa membosankan.” Siska menyandarkan kepalanya di bahu Pasha. “Kecuali kamu sendiri yang sudah bosan sama aku ...” “Mana mungkin aku bosan sama kamu,” sela Pasha sambil merangkul bahu Siska. “Justru aku mau waktu berhenti untuk sementara biar kita bisa seperti ini terus.” Siska memejamkan matanya rapat-rapat, berharap kalau mimpi buruk ini segera berakhir saat dia bangun nanti. Beberapa hari setelah itu Pasha meminta dibawakan beberapa buku untuk mengisi waktu luang sementara dia menjalani pengobatan di rumah sakit. Sedangkan untuk laptop dan ponsel kadangkala Siska simpan di lemari agar Pasha tidak coba-coba bekerja online di belakangnya. “Apa sih yang sedang kamu buat?” tanya Siska i
Baca selengkapnya

82 S2: Beban Tidak Kelihatan

“Minum obat yang rajin, Om.” Saga menimpali. “Biar bisa cepat pulang.” “Tentu saja, kalian nggak usah khawatir. Om pasti pulang, apa pun keadaannya.” Cilla dan Saga saling pandang kembali. Sebelum pergi, Cilla menoleh dan melihat Pasha menutupi wajahnya dengan tangan. “Om Pasha!” Sontak Cilla berbalik dan memeluk Pasha hingga dia terperanjat. “Aku mau punya ayah lagi, Om Pasha harus sembuh dan pulang!” Pasha terperanjat ketika Cilla tersedu di pundaknya. Melihat itu Saga jadi tersentuh hatinya, selama ini sang adik seperti kehilangan perhatian sejak ayah dan ibu mereka berpisah. “Om usahakan nurut sama dokter, kamu jangan khawatir ya ....” “Ayah ... Ayah harus sembuh!” Pasha tertegun. “Kamu panggil om apa, Cilla?” “Ayah ... Om Pasha ayah aku juga, kan?” Mendengar jawaban putri sambungnya, mata Pasha memanas. Selama ini dia tidak pernah mempermasalahkan jika Cilla dan Saga belum bisa memanggilnya dengan sebutan ayah. Namun, hari ini ternyata Cilla sendiri yang memilih untuk
Baca selengkapnya

83 S2: Kamu Sakit Apa?

Siska menarik napas, sayang sekali sebenarnya kalau Lisa tidak ikut dihubungi mengingat mereka sempat bersahabat cukup lama. “Apa kamu berpikir kalau Lisa masih ada perasaan sama kamu, Sha?” tanya Siska ingin tahu. “Mungkin saja kan kalau dia sudah menikah dan punya anak?” Pasha meletakkan ponselnya di meja dan memandang Siska. “Boleh, kalau dia udah punya suami dan anak.” Dia menegaskan. “Tapi kalau dia masih lajang, sebaiknya jangan. Aku takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kamu paham apa maksud aku?” Siska mengangguk mengerti. “Lisa dulu sangat menyukai kamu, sampai menganggap aku sebagai ancaman di dekatnya.” Dia terkenang kembali dengan masa lalu. “Pertemanan kalian rusak karena perasaan satu sama lain ...” “Kita tidak bisa memilih kepada siapa kita akan jatuh cinta,” ungkap Pasha. “Aku ingat terus sama kata-kata kamu yang satu ini.” Siska tersenyum dan membiarkan Pasha berbaring untuk istirahat. “Besok aku harus ambil daftar nilai Runa di sekolah,” ujar Siska mem
Baca selengkapnya

84 S2: Tolong Kamu Hargai

“Tanya saja, aku juga bisa tanya sama Dokter Arjun.” Siska membalas sambil melipat kedua tangannya di dada. “Biarpun aku harus maksa-maksa dokternya dulu ...”“Jangan seperti ini, Sis.” Pasha menegur Siska sambil menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan menatapnya lembut. “Maksud aku tidak apa-apa itu aku tidak keberatan menjalani semua proses pengobatan ini. Aku mengerti kalau kamu sudah lelah lihat aku begini, tapi ... aku akan berusaha demi kamu, Sis.”Siska balas memandang Pasha yang menurutnya tidak bisa memahami apa yang dia inginkan.“Apa susahnya sih bagi kamu untuk memberi tahu yang sebenarnya sama aku?” tanya Siska serius. “Aku ini istri kamu, Sha ... Aku bukan orang lain. Masa sebagai istri, aku sampai tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Sha?”“Tidak cuma kamu, orang tua kandung aku saja tidak aku beri tahu.” Pasha berusaha meyakinkan Siska. “Bukan apa-apa, Sis ... Seperti alasan semula, aku cuma tidak mau kalian kepikiran dan auranya sedih terus saat bertem
Baca selengkapnya

85 S2: Kamu Harus Sembuh

“Dugaan ada banyak, tapi saya tidak mau asal menduga.” Ezra menggelengkan kepalanya. “Saya tetap percaya kalau Dokter Arjun akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan Pasha.” “Tapi Pak ... Apa kita mau sampai seterusnya tidak tahu apa-apa soal penyakit Pasha?” tanya Siska murung. “Terpaksa, asalkan Pasha benar-benar ditangani dengan sangat baik.” Ezra terpaksa menganggukkan kepalanya. “Dokter Arjun pernah bilang kalau Pasha tidak akan mau meneruskan pengobatannya kalau sampai informasi penyakitnya diketahui publik, meskipun itu oleh keluarganya sendiri.” Kali ini Siska yang menarik napas. “Kita percaya saja sama Pasha. Yang terpenting sekarang adalah kita tidak boleh menekan Pasha sedikitpun biar dia tidak kepikiran dan justru malah menghambat kesembuhannya,” kata Ezra panjang lebar. “Iya Pak, sekali lagi saya minta maaf.” Siska mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. “Bukan salah kamu,” tepis Ezra. “Apa pun keinginan Pasha sekarang, lebih baik kita turuti saja.”
Baca selengkapnya

86 S2: Terhenti Sampai di Sini

Namun, tidak berapa lama kemudian Pasha meletakkan ponselnya dan berbaring sambil memejamkan mata. “Kenapa, Sha?” tanya Siska khawatir. “Apa yang sakit?” “Kepalaku pusing,” jawab Pasha pelan. “Kamu benar Sis, mungkin tidak seharusnya aku jalan-jalan dulu.” “Aku panggil Dokter Arjun, ya?” kata Siska dengan wajah khawatir. “Tidak usah,” cegah Pasha. “Aku mau kamu tetap di samping aku sampai kapanpun.” Siska tidak menolak dan memilih untuk tetap menemani Pasha seperti permintaannya. “Aku sangat berharap supaya kamu cepat sembuh,” katanya dengan tenggorokan tercekat. Dia sendiri tidak tahu kenapa dirinya mendadak merasa terpukul tanpa sebab. “Aku menghargai doa kamu,” sahut Pasha sambil membelai kepala Siska. “Siapa tahu sebentar lagi aku akan terbebas dari penyakit ini.” Siska tidak berkomentar apa-apa. “Aku mau menghabiskan waktu sama kamu,” pinta Pasha sembari menunjuk tempat di sebelahnya. “Duduk sini.” Siska menggeser tubuhnya dan duduk bersandar di samping Pasha. “Peg
Baca selengkapnya

87 S2: Mimpi Indah Ya, Pasha

Tertangkap oleh pandangan mata Pasha bagaimana Siska mengatupkan bibirnya rapat-rapat dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca, dan dia menggeleng perlahan untuk mencegahnya menangis di depan Aruna. Setelah puas memeluknya, Pasha segera melepas putri sambungnya. “Nanti kalau mainannya sudah ayah beli, biar kakaknya ayah yang antar ke kamu,” ujar Pasha sambil tersenyum. “Sekarang ayah mau pamit istirahat, soalnya ayah nggak boleh lama-lama duduk sambil ngobrol.” “Ayah masih harus istirahat, ya?” tanya Aruna ingin tahu. “Dokter yang suruh?” “Pintar kamu,” angguk Pasha sambil tersenyum tipis. “Sekarang kamu ikut Ayah Roni lagi, ya?” Aruna menganggukkan kepala seraya turun dari pembaringan ayah sambungnya. Siska lantas mengantarnya kembali kepada Roni yang masih duduk menunggu di luar. “Aku titip Runa lagi,” ujar Siska dengan suara berat. Roni mendongak dan heran mendapati wajah Siska yang terlihat sedih. “Kamu kenapa, apa terjadi sesuatu sama Pasha?” tanya Roni, dalam hati d
Baca selengkapnya

88 (TAMAT Season 2) S2: Relakan Dia

Siska termenung lama sembari menghitung setiap detik waktu yang pergi tanpa suara. Dia bahkan tidak tahu kapan senja merayap turun ke bumi untuk menggantikan siang. Biasanya Ezra akan mampir ke rumah sakit setelah pekerjaan di kantornya selesai. Siska bahkan tidak tahu pasti sudah jam berapa sekarang, dia hanya tahu bahwa sebentar lagi seharusnya ada suster yang masuk untuk mengantar makanan. Sampai kemudian Siska tersadar, saat dia tidak lagi merasakan udara hangat yang berembus di permukaan kulitnya. Saat genggaman tangan Pasha perlahan-lahan berubah menjadi sedingin es. Sampai kemudian Siska tersadar, saat dia tidak lagi merasakan udara hangat yang berembus di permukaan kulitnya. Saat genggaman tangan Pasha perlahan-lahan berubah menjadi sedingin es. “Pasha?” panggil Siska pelan. “Kamu ... masih tidur?” Tidak ada jawaban, membuat berbagai dugaan mulai menari-nari di pikiran Siska. “Sha?” panggil Siska lagi seraya menggerakkan jari-jari tangan Pasha yang masih dia genggam.
Baca selengkapnya

89 S3: Belum Siap Tanpa Pasha

“Ayah!”“Ayah Pasha!”Siska dan yang lain menoleh ketika anak-anaknya muncul diikuti Roni di belakang mereka.“Saga? Cilla?”Kedua anak Siska langsung mendekat ke tempat tidur Pasha.“Ayah Pasha, jangan tinggalkan Ibu kami!” isak Cilla dengan kedua bahu berguncang hebat.“Ibu cuma bahagia sama Ayah Pasha! Bangun, Yah!” Saga menimpali. “Ayah harus sembuh!”Hati Roni terasa tercabik-cabik ketika menyaksikan bagaimana anak-anaknya memanggil-manggil nama Pasha dan menangisi kepergiannya.“Ayah Pasha, jangan pergi ...!”“Bangun, Yah! Jangan tinggalkan kami!”Di saat dirinya juga memukul kesedihan yang sama, Siska tetap memaksa untuk terlihat kuat.“Cilla, Saga ... biarkan Ayah Pasha diurus pihak rumah sakit, ya? Kita sebaiknya keluar dulu ...” ucap Siska dengan suara bergetar. “Jangan sampai Ayah Pasha menunggu lama.”“Tapi, Bu ...” Cilla kebingungan ketika beberapa petugas medis muncul untuk melakukan tugas mereka terhadap pasien yang sudah tidak terselamatkan lagi.“Kalian harus kuat, ki
Baca selengkapnya

90 S3: Kamu Sudah di Surga?

Roni geleng-geleng kepala, berpikir bahwa Siska pasti sangat terguncang dengan kepergian Pasha untuk selamanya.Di saat yang sama, Siska harap yang dilihatnya bukanlah khayalan. Dia merasa Pasha sedang berdiri tegak tak jauh dari mereka berdua, tepatnya di belakang Roni.“Pasha, jangan pergi ...” Siska berlari ke arah Pasha, tanpa peduli apakah itu hanya halusinasi atau bukan. Dia peluk suaminya yang terasa padat, nyata dan menjelma dalam dekapannya.Siska mendongak, menatap Pasha yang tersenyum kepadanya, lalu dia pingsan ....Ketika sadar kembali, Siska langsung membuka matanya dan disambut oleh senyuman Pasha yang sangat familiar.“Pasha ...?”“Ya, apa yang kamu rasakan?”“Itukah kamu ...?”“Iya, ini aku.”Siska mengerjabkan matanya berulang kali, khawatir jika ini semua hanyalah mimpi.“Apakah ... apa kita ... kamu sudah ada di surga?” tanya Siska terbata. “Kalau kamu sudah di surga, itu artinya ... aku juga sudah tiada? Bagaimana dengan anak-anak kita?”Pasha kembali tersenyum.“T
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status