Roni geleng-geleng kepala, berpikir bahwa Siska pasti sangat terguncang dengan kepergian Pasha untuk selamanya.Di saat yang sama, Siska harap yang dilihatnya bukanlah khayalan. Dia merasa Pasha sedang berdiri tegak tak jauh dari mereka berdua, tepatnya di belakang Roni.“Pasha, jangan pergi ...” Siska berlari ke arah Pasha, tanpa peduli apakah itu hanya halusinasi atau bukan. Dia peluk suaminya yang terasa padat, nyata dan menjelma dalam dekapannya.Siska mendongak, menatap Pasha yang tersenyum kepadanya, lalu dia pingsan ....Ketika sadar kembali, Siska langsung membuka matanya dan disambut oleh senyuman Pasha yang sangat familiar.“Pasha ...?”“Ya, apa yang kamu rasakan?”“Itukah kamu ...?”“Iya, ini aku.”Siska mengerjabkan matanya berulang kali, khawatir jika ini semua hanyalah mimpi.“Apakah ... apa kita ... kamu sudah ada di surga?” tanya Siska terbata. “Kalau kamu sudah di surga, itu artinya ... aku juga sudah tiada? Bagaimana dengan anak-anak kita?”Pasha kembali tersenyum.“T
“Tapi, Sha ....”Pasha tetap dengan keinginannya dan Siska tidak tega untuk membantah lagi. Apa pun akan Siska lakukan selama itu bisa membuat Pasha merasa bahagia dan sehat.Ezra merangkul pundak Pasha erat-erat, sementara Kavita menyaksikan dengan mata berkaca-kaca.“Suami aku kembali, Vit ...” isak Siska saat Kavita memeluknya. “Dia kembali ....”“Iya, Pak Pasha kembali untuk kamu dan anak-anak kalian ...” sahut Kavita dengan tenggorokan tercekat, dia tidak sanggup membayangkan jika hal itu terjadi terhadap Ezra.Setelah suasana mengharu biru itu berakhir, Siska dan Pasha segera berlalu meninggalkan rumah sakit dengan diantar Ezra.Rumah Siska yang akhir-akhir ini terasa suram, seketika berubah syahdu setelah Pasha kembali.“Bagaimana keadaan kamu?” Pasha menyempatkan diri untuk mengobrol dari hati ke hati dengan Siska sebelum tidur malam.“Seharusnya aku yang tanya soal ini ke kamu,” balas Siska dengan suara lirih. “Apakah kamu masih merasakan sakit?”Pasha menggeleng.“Jangan boh
“Apa kamu masih merasa sakit?” tanya Siska khawatir. “Mana yang sakit, bilang sama aku.”Pasha tersenyum sembari menggeleng. “Tidak ada yang sakit, aku baik-baik saja.”Siska memandang Pasha dengan tidak percaya.“Aku mau kerja lagi, Sis.”“Tidak, kamu masih dalam masa pemulihan sampai dokter menyatakan kamu benar-benar sembuh..”“Tapi ....”“Pasha, tolong kali ini kamu dengarkan aku. Jangan sampai aku kecolongan lagi, tidak cukupkah kemarin itu jadi pengalaman?”Pasha tercekat.“Aku hampir saja kehilangan kamu, Sha! Untuk kali ini biarkan saja aku berkorban untuk keluarga kita,” sambung Siska lagi.Pasha memalingkan wajahnya.“Maaf, aku sudah tidak berfungsi sebagai kepala keluarga ....”“Itu tidak benar, jangan bicara seperti itu lagi. Selama ini kamu sudah berkorban waktu untuk aku, tapi aku malah memilih orang lain ... Sekarang izinkan aku menebus semua waktu yang sudah kamu korbankan, oke?”Pasha tidak menjawab, melainkan mendekap Siska dengan begitu eratnya.“Aku mau kita pindah
“Tagihan kamu semakin lama semakin tidak masuk akal, kamu pakai buat apa saja uang ini?”Ririn menyipitkan mata dan mengangguk paham apa yang menjadi pemicu kemarahan suaminya.“Iya, itu karena ... aku fokus perawatan diri supaya kamu senang, Mas! Lagian kamu pernah bilang kan kalau aku boleh pakai kartu ini kapan pun aku butuh?”Roni mengembuskan napas berat, berusaha untuk tidak langsung emosi menghadapi tingkah polos Ririn. Dia ingat, Siska yang memiliki penghasilan sendiri pun tidak akan sampai hati menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan seperti ini.“Kapan pun kamu butuh bukan berarti kamu bebas menggunakannya untuk kebutuhan yang tidak penting, Rin.”“Kok tidak penting sih, Mas? Ini untuk kebutuhan pribadi aku lho, biar aku tetap kencang terawat dan bisa memberikan pelayanan yang lebih maksimal sama kamu.”Roni mengusap wajahnya. Dia berusaha memahami naluri perempuan yang ingin selalu terlihat cantik, tapi apa harus heboh seperti yang dilakukan Ririn?“Ini kamu creambath se
Mendadak Siska tertawa kecil mendengar omelan Ririn, membuat istri baru mantan suaminya itu tersinggung.“Ngapain kamu tertawa?”“Astaga Ririn, kamu itu jadi istri Roni sudah berapa tahun sih?” ledek Siska dengan senyum miring. “Yang namanya masak, cuci piring, cuci baju dan setrika, itu bukan sepenuhnya kerjaan pembantu.”“Terus kerjaan apa namanya kalau bukan pembantu? Pesuruh? Jongos?”Brak!Pasha yang masih merekat kardus dengan lakban, seketika terkejut karena suara ribut dari ruang tamu terdengar hingga ke tempatnya berada.“Ada apa ribut-ribut?” gumam Pasha, dia melirik Aruna yang tertidur dengan memeluk boneka beruang di lengannya. Setelah itu dia melangkah pergi ke ruang tamu untuk melihat apa yang terjadi.Saga dan Cilla yang sedang sibuk mengepak barang-barangnya sendiri ikut terusik rasa keingintahuan mereka.“Itu kayak suara ibu ....”“Ada tamu mungkin, Kak.”“Tamu apa musuh? Kayak mau ngajak tawuran.”Cilla mengangkat bahunya dan meneruskan pekerjaan beres-beres yang har
Pasha lagi-lagi hanya bisa tersenyum mendengar celetukan Siska di tengah emosi yang sempat berkobar.“Panasnya ...” keluh Siska ketika Ririn akhirnya pergi dari hadapan mereka.“Kamu juga, ngapain sih dia ditanggapi?”“Dia menuduh Cilla sebagai penyebab keguguran janinnya, siapa yang tidak emosi?”Pasha tidak menjawab, dia paham kalau Siska masih dalam keadaan mendidih karena kedatangan istri Roni tadi. Karena itulah dia tidak mau menambah runyam suasana hati Siska yang sudah panas.“Lebih baik kita cepat pindah, Sha. Biar pembagian rumah ini cepat selesai dan aku tidak perlu lagi berurusan sama Roni dan istrinya itu!” kata Siska menggebu-gebu.“Ide bagus, ayo. Kita harus cepat biar bisa pindah minggu ini juga.”“Oke, aku akan cek kamar Saga dan Cilla dulu.”Sementara itu di kantor Roni ....“Mas, Siska itu menyebalkan! Masa aku tadi mampir ke rumah kamu buat silaturahmi, tapi sama dia malah dihina-hina!” Roni yang sebetulnya sedang mengawasi tim audit kantor melakukan tugas mereka,
“Runa, bawa mainan ini ke kamar ya?” pinta Roni sambil tersenyum. “Terima kasih, Yah!” Setelah Aruna menghilang ke dalam rumah, Roni lantas memandang Siska. “Ririn bikin keributan atau kamu dan Pasha sengaja mengeroyok dia?” “Apa kamu bilang? Kami mengeroyok? Astaga, benar kan? Dia pasti playing victim dan akan selalu seperti itu.” “Aku serius, Siska. Sebagai sesama perempuan, aku pikir kamu akan berempati sama Ririn yang mengalami keguguran. Bukankah kamu pernah hamil dan melahirkan, tapi kenapa kamu seperti tidak punya empati sama dia?” Siska berdecak sambil geleng-geleng kepala. “Betul kan dugaan aku? Ririn pasti mengadu yang tidak-tidak tentang aku dan anak kamu, playing victim ... Bahkan sampai mengungkit-ungkit kejadian dia keguguran di rumah ini, niat dia tuh apa sih?” “Ririn berniat baik dengan datang ke sini untuk berkunjung, tapi kamu dan Pasha malah menyerangnya habis-habisan.” “Menyerang? Kami menyerang Ririn pakai apa kalau boleh tahu?” “Jangan mengelak, Sis. Bah
Siska ikut tersenyum bahagia melihat keceriaan yang terbit di wajah anak-anaknya. Setelah kenangan buruk yang ditinggalkan Roni dalam pikiran mereka, kini anak-anak tak bersalah itu mendapatkan bahagia.Malam itu, Pasha membawa keluarganya ke salah satu restoran seafood yang sering dikunjungi keluarga besar Danadyaksa.“Kalian bebas pilih menu, ayo!” suruh Pasha mempersilakan. “Siska, kamu mau makan apa?”“Nasi goreng seafood, Sha.”Ketika sedang asyik memilih makanan, tiba-tiba Roni dan Ririn mendatangi meja mereka.“Wah, kebetulan sekali kita bertemu di sini!” sapa Ririn sambil tersenyum lebar.Apa sih, cari perhatian banget. Cilla melirik ibu tirinya sembari membatin dalam hati, ekspresi tidak suka terlihat jelas di wajahnya.“Kalian tidak kebagian meja?” tanya Siska sambil celingukan ke sana kemari dan terlihat ada meja yang masih kosong.“Bukan begitu, kami tadinya mau pakai meja itu dan kebetulan melihat kalian ...” Roni memberi tahu.“Jadi?”“Sekalian saja kami mau b