Siska termenung lama sembari menghitung setiap detik waktu yang pergi tanpa suara. Dia bahkan tidak tahu kapan senja merayap turun ke bumi untuk menggantikan siang. Biasanya Ezra akan mampir ke rumah sakit setelah pekerjaan di kantornya selesai. Siska bahkan tidak tahu pasti sudah jam berapa sekarang, dia hanya tahu bahwa sebentar lagi seharusnya ada suster yang masuk untuk mengantar makanan. Sampai kemudian Siska tersadar, saat dia tidak lagi merasakan udara hangat yang berembus di permukaan kulitnya. Saat genggaman tangan Pasha perlahan-lahan berubah menjadi sedingin es. Sampai kemudian Siska tersadar, saat dia tidak lagi merasakan udara hangat yang berembus di permukaan kulitnya. Saat genggaman tangan Pasha perlahan-lahan berubah menjadi sedingin es. “Pasha?” panggil Siska pelan. “Kamu ... masih tidur?” Tidak ada jawaban, membuat berbagai dugaan mulai menari-nari di pikiran Siska. “Sha?” panggil Siska lagi seraya menggerakkan jari-jari tangan Pasha yang masih dia genggam.
“Ayah!”“Ayah Pasha!”Siska dan yang lain menoleh ketika anak-anaknya muncul diikuti Roni di belakang mereka.“Saga? Cilla?”Kedua anak Siska langsung mendekat ke tempat tidur Pasha.“Ayah Pasha, jangan tinggalkan Ibu kami!” isak Cilla dengan kedua bahu berguncang hebat.“Ibu cuma bahagia sama Ayah Pasha! Bangun, Yah!” Saga menimpali. “Ayah harus sembuh!”Hati Roni terasa tercabik-cabik ketika menyaksikan bagaimana anak-anaknya memanggil-manggil nama Pasha dan menangisi kepergiannya.“Ayah Pasha, jangan pergi ...!”“Bangun, Yah! Jangan tinggalkan kami!”Di saat dirinya juga memukul kesedihan yang sama, Siska tetap memaksa untuk terlihat kuat.“Cilla, Saga ... biarkan Ayah Pasha diurus pihak rumah sakit, ya? Kita sebaiknya keluar dulu ...” ucap Siska dengan suara bergetar. “Jangan sampai Ayah Pasha menunggu lama.”“Tapi, Bu ...” Cilla kebingungan ketika beberapa petugas medis muncul untuk melakukan tugas mereka terhadap pasien yang sudah tidak terselamatkan lagi.“Kalian harus kuat, ki
Roni geleng-geleng kepala, berpikir bahwa Siska pasti sangat terguncang dengan kepergian Pasha untuk selamanya.Di saat yang sama, Siska harap yang dilihatnya bukanlah khayalan. Dia merasa Pasha sedang berdiri tegak tak jauh dari mereka berdua, tepatnya di belakang Roni.“Pasha, jangan pergi ...” Siska berlari ke arah Pasha, tanpa peduli apakah itu hanya halusinasi atau bukan. Dia peluk suaminya yang terasa padat, nyata dan menjelma dalam dekapannya.Siska mendongak, menatap Pasha yang tersenyum kepadanya, lalu dia pingsan ....Ketika sadar kembali, Siska langsung membuka matanya dan disambut oleh senyuman Pasha yang sangat familiar.“Pasha ...?”“Ya, apa yang kamu rasakan?”“Itukah kamu ...?”“Iya, ini aku.”Siska mengerjabkan matanya berulang kali, khawatir jika ini semua hanyalah mimpi.“Apakah ... apa kita ... kamu sudah ada di surga?” tanya Siska terbata. “Kalau kamu sudah di surga, itu artinya ... aku juga sudah tiada? Bagaimana dengan anak-anak kita?”Pasha kembali tersenyum.“T
“Tapi, Sha ....”Pasha tetap dengan keinginannya dan Siska tidak tega untuk membantah lagi. Apa pun akan Siska lakukan selama itu bisa membuat Pasha merasa bahagia dan sehat.Ezra merangkul pundak Pasha erat-erat, sementara Kavita menyaksikan dengan mata berkaca-kaca.“Suami aku kembali, Vit ...” isak Siska saat Kavita memeluknya. “Dia kembali ....”“Iya, Pak Pasha kembali untuk kamu dan anak-anak kalian ...” sahut Kavita dengan tenggorokan tercekat, dia tidak sanggup membayangkan jika hal itu terjadi terhadap Ezra.Setelah suasana mengharu biru itu berakhir, Siska dan Pasha segera berlalu meninggalkan rumah sakit dengan diantar Ezra.Rumah Siska yang akhir-akhir ini terasa suram, seketika berubah syahdu setelah Pasha kembali.“Bagaimana keadaan kamu?” Pasha menyempatkan diri untuk mengobrol dari hati ke hati dengan Siska sebelum tidur malam.“Seharusnya aku yang tanya soal ini ke kamu,” balas Siska dengan suara lirih. “Apakah kamu masih merasakan sakit?”Pasha menggeleng.“Jangan boh
“Apa kamu masih merasa sakit?” tanya Siska khawatir. “Mana yang sakit, bilang sama aku.”Pasha tersenyum sembari menggeleng. “Tidak ada yang sakit, aku baik-baik saja.”Siska memandang Pasha dengan tidak percaya.“Aku mau kerja lagi, Sis.”“Tidak, kamu masih dalam masa pemulihan sampai dokter menyatakan kamu benar-benar sembuh..”“Tapi ....”“Pasha, tolong kali ini kamu dengarkan aku. Jangan sampai aku kecolongan lagi, tidak cukupkah kemarin itu jadi pengalaman?”Pasha tercekat.“Aku hampir saja kehilangan kamu, Sha! Untuk kali ini biarkan saja aku berkorban untuk keluarga kita,” sambung Siska lagi.Pasha memalingkan wajahnya.“Maaf, aku sudah tidak berfungsi sebagai kepala keluarga ....”“Itu tidak benar, jangan bicara seperti itu lagi. Selama ini kamu sudah berkorban waktu untuk aku, tapi aku malah memilih orang lain ... Sekarang izinkan aku menebus semua waktu yang sudah kamu korbankan, oke?”Pasha tidak menjawab, melainkan mendekap Siska dengan begitu eratnya.“Aku mau kita pindah
“Tagihan kamu semakin lama semakin tidak masuk akal, kamu pakai buat apa saja uang ini?”Ririn menyipitkan mata dan mengangguk paham apa yang menjadi pemicu kemarahan suaminya.“Iya, itu karena ... aku fokus perawatan diri supaya kamu senang, Mas! Lagian kamu pernah bilang kan kalau aku boleh pakai kartu ini kapan pun aku butuh?”Roni mengembuskan napas berat, berusaha untuk tidak langsung emosi menghadapi tingkah polos Ririn. Dia ingat, Siska yang memiliki penghasilan sendiri pun tidak akan sampai hati menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan seperti ini.“Kapan pun kamu butuh bukan berarti kamu bebas menggunakannya untuk kebutuhan yang tidak penting, Rin.”“Kok tidak penting sih, Mas? Ini untuk kebutuhan pribadi aku lho, biar aku tetap kencang terawat dan bisa memberikan pelayanan yang lebih maksimal sama kamu.”Roni mengusap wajahnya. Dia berusaha memahami naluri perempuan yang ingin selalu terlihat cantik, tapi apa harus heboh seperti yang dilakukan Ririn?“Ini kamu creambath se
Mendadak Siska tertawa kecil mendengar omelan Ririn, membuat istri baru mantan suaminya itu tersinggung.“Ngapain kamu tertawa?”“Astaga Ririn, kamu itu jadi istri Roni sudah berapa tahun sih?” ledek Siska dengan senyum miring. “Yang namanya masak, cuci piring, cuci baju dan setrika, itu bukan sepenuhnya kerjaan pembantu.”“Terus kerjaan apa namanya kalau bukan pembantu? Pesuruh? Jongos?”Brak!Pasha yang masih merekat kardus dengan lakban, seketika terkejut karena suara ribut dari ruang tamu terdengar hingga ke tempatnya berada.“Ada apa ribut-ribut?” gumam Pasha, dia melirik Aruna yang tertidur dengan memeluk boneka beruang di lengannya. Setelah itu dia melangkah pergi ke ruang tamu untuk melihat apa yang terjadi.Saga dan Cilla yang sedang sibuk mengepak barang-barangnya sendiri ikut terusik rasa keingintahuan mereka.“Itu kayak suara ibu ....”“Ada tamu mungkin, Kak.”“Tamu apa musuh? Kayak mau ngajak tawuran.”Cilla mengangkat bahunya dan meneruskan pekerjaan beres-beres yang har
Pasha lagi-lagi hanya bisa tersenyum mendengar celetukan Siska di tengah emosi yang sempat berkobar.“Panasnya ...” keluh Siska ketika Ririn akhirnya pergi dari hadapan mereka.“Kamu juga, ngapain sih dia ditanggapi?”“Dia menuduh Cilla sebagai penyebab keguguran janinnya, siapa yang tidak emosi?”Pasha tidak menjawab, dia paham kalau Siska masih dalam keadaan mendidih karena kedatangan istri Roni tadi. Karena itulah dia tidak mau menambah runyam suasana hati Siska yang sudah panas.“Lebih baik kita cepat pindah, Sha. Biar pembagian rumah ini cepat selesai dan aku tidak perlu lagi berurusan sama Roni dan istrinya itu!” kata Siska menggebu-gebu.“Ide bagus, ayo. Kita harus cepat biar bisa pindah minggu ini juga.”“Oke, aku akan cek kamar Saga dan Cilla dulu.”Sementara itu di kantor Roni ....“Mas, Siska itu menyebalkan! Masa aku tadi mampir ke rumah kamu buat silaturahmi, tapi sama dia malah dihina-hina!” Roni yang sebetulnya sedang mengawasi tim audit kantor melakukan tugas mereka,
Pasha mengangguk kuat-kuat, dia sendiri tidak habis pikir apa motif Ririn melakukan itu. Disuruh Roni kah? “Apa? Jadi Ririn adalah salah satu pelaku?” Siska terbelalak lebar ketika Pasha menyampaikan apa yang dilihatnya tadi. Pasha mengangguk. “Benar-benar keterlaluan, dia sudah bikin aku dan sahabatku malu luar biasa. Aku harus telepon Roni sekarang!” “Buat apa, mau bikin keributan?” “Istrinya yang kurang kerjaan, masa suaminya sampai tidak tahu?” Pasha juga sama herannya, dia tidak kuasa menahan Siska yang terlihat memendam emosi tak tertahankan. Sementara itu, Roni sedang berada di jalan ketika ponselnya berdering nyaring. “Siska ... Halo?” “Ron, kamu tuh bisa mendidik istri kamu atau tidak sebenarnya?” Siska langsung menyembur telinga Roni dengan api kemarahan. “Maksud kamu apa?” “Aku yang seharusnya tanya, maksud Ririn apa pakai ngumbar-ngumbar masa lalu aku di akun berita online?” “Aku tidak paham, ini aku juga baru saja dihubungi polisi karena Ririn ada di sana!” “B
Pasha memeluk bahu Siska dengan penuh kehangatan. “Aku janji akan menyelesaikan ini semua, aku juga resah sama pemberitaan itu.” “Maaf ....” “Jangan minta maaf, bukan salahmu.” Siska membalas pelukan Pasha dengan erat, dia bertekad ingin menatap langsung wajah pelaku yang telah mengganggu ketenangan hidupnya itu. “Pokoknya siapapun dia, aku mau dia dihukum berat.” “Pasti, biar dijadikan pelajaran oleh siapa pun untuk tidak menggali masa lalu seseorang seenak jidat.” Setelah pembicaraan mereka berakhir, Siska memutuskan untuk tidur karena dia ingin berangkat lebih awal ke kantor. “Gimana, Mas?” Di kediaman Roni, Ririn sedang menghidangkan secangkir teh hangat dan roti selai. “Aku dapat beberapa kontrak dari klien baru,” kata Roni memberi tahu. “Apakah klien itu dari mereka-mereka yang membatalkan kerja sama dengan perusahaan saingan kamu?” “Aku tidak tahu, karena aku tidak pernah tanya-tanya soal itu. Menurutku tidak bagus kalau kita terlalu menunjukkan kesenangan kita atas b
“Tapi aku belum punya bukti untuk menguatkan kecurigaan aku,” ujar Pasha menyesalkan. “Aku juga tidak mau kalau Cuma asal tuduh saja, semua kasus di dunia ini membutuhkan bukti.” “Kamu suruh orang saja untuk memata-matai Roni, cari yang profesional.” Ezra mengusulkan. “Oke, tapi aku juga harus tanya pendapat Siska dulu. Jangan sampai apa yang aku lakukan justru menimbulkan masalah baru.”Ezra memandang Pasha dengan sangat serius.“Kamu bertindak terlalu hati-hati ternyata.”“Bukankah harus? Keselamatan istri dan anak-anak sambungku juga harus dipikirkan,” kilah Pasha.“Aku setuju kalau yang kita bicarakan ini adalah tentang Shadan atau Monic yang agak-agak psikopat, tapi Roni? Aku bahkan tidak tahu menahu latar belakangnya selain dia adalah mantan suami Siska.”Pasha terdiam.“Dia pernah mendapat kontrak kerja di edisi sebelumnya,” katanya mengingatkan.“Ya, dua poin itu.”Setelah mempertimbangkan baik buruknya, pasha akhirnya setuju untuk mengintai Roni diam-diam.Beber
“Aku tahu Vit, kamu tidak perlu khawatir. Pasha tidak tinggal diam, aku yakin Pak Ezra juga akan berbuat sesuatu untuk pelaku yang sudah menyebarkan masa lalu kita ke orang banyak.” “Ezra juga mulai mengusut masalah ini, Sis. Biasanya dia kerja sama dengan suami kamu dalam segala hal kan?” Siska mengangguk. “Aku penasaran siapa pelakunya.” “Apa mungkin ... pelakunya adalah Yura?” Siska menatap Kavita dengan sangat lekat. “Tapi aku tidak ada urusan apa-apa sama Yura, Vit. Kalau betul dia pelakunya, maka sama saja dia sudah mengibarkan bendera perang terhadapku.” Kavita diam sambil berpikir. “Betul juga, kalau sama aku sih wajar. Yura tidak punya motif apa-apa untuk menjatuhkan kamu atau perusahaan Pak Pasha.” Sepasang sahabat itu sibuk berpikir dengan logika masing-masing. “Otakku buntu, aku tidak punya tersangka yang bisa aku curigai.” Siska akhirnya menyerah. “Kalau begitu biarkan suami-suami kita yang menyelidikinya.” “Betul, kamu juga jangan terlalu kepikiran. Masa lalu b
“Maksud kamu? Dih, aku nggak sebodoh yang kamu pikirkan! Kalau orang sudah nggak percaya, tentu mereka akan beralih untuk mencari perusahaan baru kan? Nah, situasi ini bisa kamu manfaatkan, Mas!”Roni terdiam, betul juga apa yang Ririn katakan. Namanya persaingan bisnis, sah-sah saja kan jika dia mengambil kesempatan dalam situasi seperti apa pun?***Untuk pertama kalinya sejak berita tentang masa lalu itu terbongkar luas di platform digital, Siska dan Kavita bertemu di kafe untuk minum kopi bersama.Kalau biasanya mereka memilih kafe standar masyarakat umum, khusus untuk pertemuan kali ini mereka memilih kafe ekslusif demi kenyamanan privasi masing-masing.“Vit, bagaimana kabar kamu?” tanya Siska begitu mereka duduk berhadapan.Wajah Kavita tampak sayu seperti orang yang kekurangan waktu tidur yang berkualitas.“Aku? Baik, Sis.”Suasana sedikit canggung, sehingga Siska bingung bagaimana cara untuk mencairkannya.“Kita ... sudah lama tidak bertemu, ya? Jujur aku kangen ngopi-
“Jadi ... kita diam saja, Sha?”“Untuk sementara, nanti kalau mereka sudah tahu dan bergerak, baru kita ikut bantu.”Siska terpaksa setuju, dia geram sekali dengan si pembuat berita yang mengumbar masa lalunya.Bahkan Kavita juga ikut dikulik habis-habisan.Sesuai dengan rencana Pasha, Siska tidak berani menghubungi Kavita sejak berita tentang masa lalu mereka beredar. Bukan apa-apa, dia merasa tidak enak hati sendiri jika harus pertama kali membahas topik itu.Meskipun jauh di sudut hatinya, Siska juga sangat penasaran mengenai kebenaran pernikahan kontrak yang terjadi antara Kavita dan Ezra, bos mereka sendiri.“Sha, Pak Ezra bagaimana?” tanya Siska setelah berdiam diri selama beberapa hari tanpa mengontak Kavita. “Setiap aku bertemu sama dia, sikapnya tidak ada yang aneh ....”“Mustahil berita itu belum sampai ke telinga Pak Ezra!” bisik Siska dramatis. “Kecepatan informasi di jaman ini kan benar-benar gila, Sha. Aku khawatir seandainya tanpa sepengetahuan kita, Pak Ezra d
“Besok ayah traktir sepuasnya, ayah baru saja dapat kontrak kerja ....”“Yes!”“Makan-makan!”Siska dan Pasha tertawa lebar bersama anak-anak mereka.Ketika kebahagiaan mewarnai keluarga baru Siska, hal yang berbeda justru tengah dirasakan Roni dan istrinya.Semangat Roni yang tadinya menggebu-gebu kini seolah tidak lagi ada, seluruh harapan yang semula dia pikul di pundak seketika luruh tanpa sisa.“Apa mungkin kamu bikin kesalahan yang bikin pemilik kontrak kerja itu nggak mau pilih perusahaan kamu, Mas?” tanya Ririn sok tahu.“Maksud kamu apa sih?”“Nggak mungkin kan kalau perusahaan kamu baik-baik saja, tapi kalah sama perusahaan suami Siska?”Roni melirik Ririn, ingin sekali dia mengomel karena ketidakpekaan istrinya. “Kamu tidak bisa baca situasi ya?”“Maksud kamu?”“Seharusnya kamu bisa lihat kan, apa yang aku rasakan sekarang ini?”Ririn melongo. “Kok jadi kamu yang terbawa perasaan sih, Mas? Aku kan tanya baik-baik ....”“Terserah,” potong Roni, dia berdiri dar
“Aku tidak bermaksud apa-apa, Rin. Takutnya kalau kamu berisik terus, aku tidak bisa dengar apa yang dikatakan pembawa acara.”Ririn semakin sewot mendengar alasan Roni yang menurutnya konyol sekali, memangnya suara dia sekeras apa coba?“Rin, lihat! Sebentar lagi akan diumumkan perusahaan siapa yang berhasil mendapatkan kontrak!” bisik Roni antusias.Mendengar ucapan Roni, kini giliran Ririn yang mengerutkan keningnya.Tadi katanya nggak boleh ribut, gimana sih. Perempuan itu membatin kesal.Di kursi lainnya, Siska dan Kavita tidak kalah tegang menunggu pengumuman pemenang kontrak. “Ezra atau Pak Pasha?” Kavita menoleh ke arah Siska.“Pak Ezra atau Pasha, bebas!”Kavita mengangguk, sebelah tangannya meremas jemari Siska untuk menyalurkan ketegangan yang terasa.“... akan ada dua perusahaan yang mendapatkan kontrak kerja ini, sehingga kolaborasi keduanya diharapkan bisa meningkatkan daya beli konsumen dan menjaga persaingan sehat di masa-masa yang akan datang.”Siska dan Ka
Ririn menganggukkan kepalanya seraya memahami layar laptop Roni yang menyala. “Dyaksa Company, itu perusahaan Siska?” celetuk Ririn. “Bukan, itu perusahaan pesaing aku. Siska kerja di situ sudah lama, sejak aku masih merintis dari nol.” “Oh ya? Terus kenapa dia masih jadi pegawai di sana setelah kamu sukses?” Roni menarik napas, dia berusaha mengingat kembali momen ketika Siska tidak ingin berhenti kerja dari Dyaksa Company. “Katanya dia merasa sayang sama pencapaian dia di perusahaan itu,” ucap Roni lambat-lambat. “Siska nyaman bekerja di sana, jadi dia mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga demi pekerjaannya di Dyaksa Company. Padahal aku sudah bilang sama dia kalau aku sanggup memenuhi semua kebutuhan rumah tangga, tapi dia tidak mau melepaskan pekerjaannya.” Ririn bahkan sampai melongo mendengar penjelasan Roni tentang alasan Siska. Kok bodoh banget ya Siska itu, pikir Ririn. Punya suami sukses, disuruh berhenti kerja malah nggak mau. Kan enak tinggal ongkang-ongkang ka