Semua Bab Istri Pengganti Untuk Suamiku: Bab 1 - Bab 10

89 Bab

Chapter 1 - Dipisahkan Oleh Takdir

"Bagas, Sayang." Tangis Aira tidak lagi mampu terbendung saat melihat tubuh suaminya tergeletak lemah di aspal dingin—bersimbah darah."Kumohon, buka matamu!"Aira mengerakkan tangannya ke sembarang arah untuk menjangkau tubuh suaminya. Namun yang ia dapatkan hanya kehampaan. Ketakutan memenuhi hati dan pikirannya, membuatnya nyaris kehilangan akal sehat."Apa yang terjadi? Kenapa aku?" Tubuh Aira bergetar. Ia menatap tangannya, seolah tak yakin dengan apa yang baru saja terjadi padanya.Raungan sirine ambulan menyadarkan Aira. Ia segera beranjak, memberi ruang bagi para petugas untuk menolong suaminya. "Selamatkan suamiku. Kumohon!" pintanya di sela airmata.Belasan personil gabungan antara polisi, pemadam kebakaran dan petugas medis turun dari mobil dan menuju pos kerja mereka masing-masing. Para polisi memasang garis pengaman di sekitar lokasi kecelakaan, menahan orang-orang yang penasaran dengan apa yang terjadi, merengsek masuk dan merusak TKP.Di lain sisi, para pemadam kebakar
Baca selengkapnya

Chapter 2 - Lelah Dan Menyerah

Nafas Aileen tercekat. 'Tuhan, seratus juta?! Ini gila.'"Aku tidak punya uang," sergah Aileen tegas. "Silahkan pergi. Aku tidak punya utang pada kalian. Jadi aku tidak harus membayar apapun.""APA!""Ai," cicit Nani. Dia takut dengan ekspresi para penagih utang. Kali ini mereka mengancam akan mencincangnya, bila tidak mendapatkan uang. "Ai, tolong Ibu.""Pergilah, aku capek." Usir Aileen. Dia tidak peduli meskipun Nani menangis, memohon padanya."Sialan, Ibu dan anak sama saja," sentak pria bertato. Menarik rambut Aileen kasar lalu menghempaskan nya ke dinding."Akh." rintih Aileen kesakitan. Dia merasakan ada cairan hangat, mengalir dari sudut pelipisnya."Ampun, ampuni aku. Ai!" Jerit Nani ketakutan karena pria lainnya mengayunkan pisau ke arahnya.Aileen berlari cepat dan berdiri dihadapan Nani. Menghadang pria yang berencana menusukkan pisau yang di bawanya ke tubuh Nani. Meski Aileen membenci Nani dengan segenap hatinya, tapi dia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa wanita itu
Baca selengkapnya

Chapter 3 - Cahaya Keemasan

Aileen menyeret langkahnya tertatih menyusuri trotoar di sepanjang jalan. Ia tak tahu kemana arah akan membawanya, bahkan dia juga tidak mengukur berapa jarak yang telah ditempuhnya semenjak keluar dari rumah sakit. Pikiran Aileen kosong, hanya kata-kata dokter yang terus berputar layaknya rollercoaster. Membuatnya mual dan ingin muntah."Aileen Andita, anda mengidap kanker perut stadium dua. Tidak terlalu buruk tapi juga tidak baik. Stadium berapapun akan berbahaya bila anda tidak segera menjalani pengobatan dan terapi," jelas sang dokter.Aileen tak banyak bereaksi. Dia tahu seperti apa hidup seorang penyintas kanker perut. Dia melihat dengan kedua matanya, bagaimana Ayah bertarung melawan ganasnya kanker perut yang menggerogoti tubuhnya. Hari demi hari yang dilalui Ayah penuh dengan rintih kesakitan, hingga pada akhirnya dia harus menyerah dan meninggal di meja operasi.'Ayah, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aileen takut,' lirih Aileen dalam hati.***"Ah, akhirnya kamu pulang
Baca selengkapnya

Chapter 4 - Hari Yang Indah

Aileen membuka matanya perlahan. Cahaya temaram yang masuk dari balik jendela kaca menunjukkan bila hari telah berganti malam. Aileen mengedarkan pandangannya, meneliti ruangan dimana dia berbaring. 'Di mana aku?' batinnya penasaran. 'Apa aku sudah meninggal?'Begitu aroma alkohol menyengat, menyergap hidungnya, Aileen segera tahu, dimana ia saat ini."Ah, aku benci rumah sakit," gumamnya.Aileen berusaha mengangkat tangan kirinya, beberapa detik kemudian dia meringis kesakitan. Aileen melirik perban yang dibebatkan di pergelangan tangan kirinya. Ingatannya kembali mengulang perbuatan nekad yang dilakukannya. Dengan bertumpu pada tangan lainnya, Aileen berhasil duduk. Perlahan dengan hati-hati dia menarik jarum infus di lengannya. "Akh." rintihnya begitu jarum tipis itu tercabut.Darah mulai merembes tapi Aileen segera menekannya untuk menghentikan cairan merah itu terus keluar lebih banyak. Aileen menekuk tangannya yang sakit, mengaitkannya pada tangan lain. Ia turun dari ranjang da
Baca selengkapnya

Chapter 5 - Menyampaikan Pesan

"Sebagian dari kesempurnaan di dunia adalah memiliki keluarga yang bahagia,"— Bianca Lazuardi.***"Aileen Andita! Apa yang kamu lakukan disini?"Daren tiba-tiba muncul di depan Aileen dan Aira. Wajahnya merah dengan napas yang terengah-engah, menatap Aileen tajam."Daren?"Aileen berpaling untuk melihat orang disampingnya yang ternyata mengenal dokter muda itu, Daren Hermawan."Aileen!" panggil Daren.Aileen mengalihkan pandangannya kembali menatap sang dokter. "Oh, aku hanya mencari angin," kilahnya."Ayo masuk." Daren melepas jas dokter yang dikenakan lalu menyampirkannya ke bahu Aileen. "Apa yang dilakukan pasien di tempat sedingin ini," omelnya."Dan lagi, tanganmu belum boleh digerakkan. Kamu mau tanganmu cacat?" Daren menggiring Aileen menuju lift. Meninggalkan Aira yang tersenyum menatap keduanya."Selamat malam, Aileen," ucap Aira sambil melambai pada Aileen yang sempat meliriknya sebelum pintu lift tertutup."Apa yang sebenarnya kamu lakukan disana?" Ulang Daren begitu keduan
Baca selengkapnya

Chapter 6 - Permintaan Aira

Aira menatap wajah Bagas dari kejauhan. Pagi ini dia dikejutkan oleh kabar bahwa suaminya telah sadar. Aira sangat senang, langkahnya cepat menyusuri lorong rumah sakit untuk bisa melihat wajah yang dirindukannya. Namun kebahagiaan hanya sesaat karena wajah itu tak lagi sama. Tatapan hangat yang biasanya terpancar dari binar matanya berubah kosong dan dingin, tidak bersemangat. 'Hidup seolah mati, bagai cangkang tak bertuan.'Selama dua puluh menit berlalu, pria itu hanya menatap pemandangan dari balik jendela lantai dua. Tanpa ada yang tahu, apa dan dimana tatapannya berlabuh. Bagas tidak menyentuh makanan atau minum setetes pun. Bahkan hingga saat ini, dia hanya mengucapkan satu kata dari bibirnya yaitu Aira—nama istrinya."Bagas, apa yang sedang kamu pikirkan?" batin Aira lirih."Bagas." Seorang wanita melewati tubuh Aira, langkahnya mengayun indah menghampiri ranjang dimana Bagas duduk.Bagas meliriknya sekilas lalu kembali melempar pandangan keluar jendela."Bagas, kamu harus ma
Baca selengkapnya

Chapter 7 - Luka Tak Berdarah

Denis mendesah dalam begitu melihat deretan angka di lembar tagihan rumah sakit. 'Lima belas juta? Dari mana dia bisa mendapatkan uang sebesar itu?' lirihnya dalam hati.Bahkan, beberapa hari ini dia dan keluarganya bersembunyi dari para preman yang datang untuk menagih sisa utang Bapak dan Ibu."Apa itu?"Denis segera melipat kertas di tangannya dan menyembunyikan di balik saku jaket."Oh, nggak Kak. Cuma selebaran," kilahnya gugup.Aileen menatap tajam lalu kembali duduk di ranjangnya. "Berikan," ucap Aileen sambil mengulurkan tangannya ke arah Denis. "Tagihan rumah sakit 'kan?"Denis menatap sendu lalu mengangguk. Dia menyerahkan tagihan yang baru diterimanya dari pihak administrasi rumah sakit."Kakak tenang saja. Aku akan segera mencari pinjaman untuk membayar tagihan.""Bagaimana cara mu membayar? Kamu sudah sering melihat para preman itu menagih utang 'kan? Mereka kejam.""Lebih baik kamu pulang dan belajar. Tidak perlu datang malam ini. Aku sudah terbiasa sendiri," usir Aileen
Baca selengkapnya

Chapter 8 - Pilihan Bagas

Aileen menyusuri lorong panjang rumah sakit. Karena kejadian siang tadi, ia enggan untuk kembali ke kamar. Pikiran dan hatinya butuh sedikit ruang dari segala pertanyaan orang-orang di sekitarnya. "Kamu mau kemana, Ai?Aileen melirik sosok yang mensejajarkan langkahnya. "Jalan-jalan," sahutnya datar.Mardiana, wanita tua itu selalu datang menemui Aileen setiap kali punya waktu luang. Sebagai ketua perwakilan para penghuni kasat mata di rumah sakit ini, wanita itu tampak sangat sibuk menyusuri setiap sudut rumah sakit untuk mendengar keluhan kaumnya."Kamu baik-baik saja?""Ini bukan hal baru 'kan?" Aileen membalas pertanyaan dengan pernyataan yang menunjukkan bahwa dia sudah terbiasa.Mardiana mengeratkan bibirnya untuk tidak bertanya hal yang sama lagi. Sepanjang perjalanannya mengenal Aileen, bocah itu tidak suka orang-orang mengasihani takdir hidupnya."Apa yang dilakukannya disana?" Tanya Aileen. Dia menunjuk Aira yang berdiri di depan pintu ruang rawat VIP."Oh, itu ruangan suami
Baca selengkapnya

Chapter 9 - Putus Asa

"Ba—Bagas mau lompat dari atap," ucap Aira terbata."Apa?""Ai, kumohon. Tolong Bagas." Ulang Aira, jatuh berlutut di depan ranjang Aileen, memohon pertolongannya."Bangunlah." Paksa Aileen."Kak Ai, kenapa? Kakak ngomong sama siapa sih?"Aileen mengabaikan rasa penasaran Denis yang terus mencercanya dengan pertanyaan. Dia turun dari ranjang dan berlari keluar. Melihat itu, Aira dan Denis segera menyusulnya.'Kumohon, kumohon!' batin Aileen. Ia terus merapal doa yang sama di setiap langkah besarnya. "Hei, berhenti!" Teriaknya begitu pintu lift terbuka. "Jangan melakukan hal bodoh!"Semilir angin mengaburkan pandangan Aileen. Samar-samar terlihat tubuh kurus seorang pria berpakaian seragam pasien rumah sakit, merentangkan tangannya, berdiri di balik pagar pembatas gedung. Aileen menyibak rambutnya yang menghalangi pandangan. Sesaat ia dapat melihat refleksi dirinya saat melakukan hal yang sama."Siapa kamu?""A-aku?" Aileen menggaruk kepalanya, bingung. "A-aku, namaku Aileen."Bagas me
Baca selengkapnya

Chapter 10 - Bertahan Terluka

"Kenapa kamu tidak hati-hati? Sebelum menolong orang lain, pikirkan dirimu sendiri dulu."Aileen mengerutkan keningnya hingga berlapis-lapis. Telinganya lelah mendengar rentetan omelan Daren yang di mulai sejak satu jam yang lalu. Pria itu terus mengingatkan tentang kondisi tangannya sambil menjahit serta membalut ulang perban."Berhentilah mengomel. Kalau di hitung, omelan mu sama panjangnya dengan perban ini," keluh Aileen. Dia menunjuk tangannya yang di bebat dengan sangat rapat."Lagipula, jika aku sibuk memikirkan diriku sendiri, kapan aku menolong pria bodoh itu?" bantah Aileen tapi dia buru-buru menutup mulutnya karena Daren mendelik tajam."Oke, aku salah." Aku-nya menyerah."Ke depannya kamu harus lebih berhati-hati," ucap Daren lebih tenang. Ia merapikan peralatan yang digunakannya untuk menjahit ulang luka Aileen lalu meletakkannya kembali ke tempat semula."Kamu mengenal, Kak Bagas?""Kak Bagas? Kalian dekat?" Balas Aileen.Daren mengangguk kecil. "Dia sepupuku," jelasny
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status