Semua Bab Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja: Bab 1 - Bab 10

319 Bab

1. Melepaskan Masa Lalu

"Ibu tidak mau besanan dengan orang gila!" Dhea meremas jemarinya sendiri, menahan sakit yang berkecamuk di dalam dada mendengar wanita paruh baya di depannya menghina sang ibu. Kalau dia sendiri yang dihina, dia masih bisa tahan. Namun, ini ibunya yang dikata-katai, sosok yang telah membesarkannya sejak kecil. Gadis ini tiba-tiba merasa enggan bergabung ke dalam keluarga ini. "Ibu, Bu Paramitha itu bukan orang gila, Dia hanya mengalami trauma masa lalu karena suami dan kedua anaknya meninggal karena kecelakaan. Dia ke rumah sakit jiwa hanya untuk menghilangkan traumanya itu," bantah lelaki muda yang duduk di sebelah Dhea. Dhea melirik ke samping diam-diam. Lelaki ini yang berkali-kali menyakinkannya untuk meminta restu dari kedua orang tuanya, agar hubungan mereka bisa berlanjut ke pelaminan setelah tiga tahun. Selama itu pulalah pria ini mengejar-ngejar Dhea karena menganggap Dhea merupakan sosok ideal untuk menjadi istrinya. Namun, ternyata kedua orang tua pria ini tidak ber
Baca selengkapnya

2. Kencan buta

"Selamat malam. Maaf saya terlambat. Apa Anda sudah menunggu lama?”Dhea hampir saja akan meninggalkan kursi yang dia duduki selama satu jam ini ketika mendengar suara bariton yang terdengar menggelitik telinganya. Gadis itu mendongakkan kepalanya melihat seraut wajah yang tidak pernah dibayangkannya. Dia pernah melihat penampilan seperti itu di sebuah film, penampilannya seperti bos mafia, memakai jas hitam, kemeja putih, dan dasi hitam belang putih. Tatapan mata pria itu setajam elang, dengan bola mata berwarna cokelat tua. Hidungnya bangir dan wajahnya ditumbuhi cambang dan kumis tipis–seperti baru tumbuh kembali setelah dicukur. Ada beberapa helai uban di antara rambutnya yang hitam.Lelaki itu langsung duduk di hadapan Dhea, mengamati penampilan gadis di hadapannya dan sedikit terkejut. Lelaki itu menyeringai tipis, membuat Dhea sedikit jengah. Tatapan lelaki tersebut sungguh mengandung misteri."Maaf. Apakah kamu sudah menunggu lama?" ujar lelaki itu lagi dengan suara yang sed
Baca selengkapnya

3. Salah Pasangan?

“Dalam waktu satu minggu, kita akan menikah.”Dhea terkejut. Ia bingung mendengar ucapan lelaki ini. "Apa? Maksudnya apa?" tanyanya."Kita akan menikah seminggu lagi. Besok aku akan mengadakan lamaran pada orang tuamu,” ucap Bram lagi. "Bersiaplah, oke?”"Hei, Bang. Aku memang siap untuk menikah, tapi gak secepat itu juga, Bang.” Dhea sekarang jadi panik. Satu minggu adalah waktu yang teramat singkat untuk menyiapkan sebuah pernikahan yang akan ditempuh seumur hidup.“Kita harus saling mengenal dulu, kalau cocok baru lanjut. Aku mana bisa menikah tanpa mengetahui latar belakangmu dulu,” lanjut Dhea. “Aku sama sekali tidak tahu bagaimana sifatmu, keluargamu ... banyak yang harus dipertimbangkan, Bang.""Yah, maklum. Kamu masih kecil, belum punya banyak pengalaman.” Bram tersenyum tipis. “Apa kamu pikir orang yang berpacaran itu adalah ajang saling mengenal lebih lanjut dan mengetahui latar belakang dan sifat pasangan dengan jujur dan apa adanya? Semua itu hanya omong kosong.” Dhea men
Baca selengkapnya

4. Kalau begitu, Minggu depan kita menikah!

[Dhea! Maaf ya, barusan teman Mas Afkar telepon, katanya mobilnya pecah ban. Dia meminta menunda pertemuan.]Hah? Apa? Jadi temannya Afkar tidak jadi datang? Jadi siapa yang duduk di hadapannya ini? Apakah orang nyasar? Mata Dhea menatap ke arah Bram dengan bingung dan curiga, dia menelisik penampilan Bram sekali lagi, lelaki yang tengah diamatinya tengah asik memotong dan memakan daging. Haruskah dia memberitahu lelaki itu jika dia seharusnya janji ketemu dengan lelaki lain? Bukan dirinya?Sesaat kemudian pandangan Bram mengarah ke depan, di mana posisi Dhea berada, dengan geragapan gadis itu mengalihkan pandangannya agar tidak kepergok tengah mengamati lelaki itu."Bagaimana, Dhea? Apakah kau akan mengenalkan dirimu secara terperinci?" tanya lelaki itu masih dengan suara lembut.Mendengar suara lelaki itu yang cukup menggoda, membuat Dhea bimbang untuk meluruskan kesalahpahaman ini. Mungkinkah sebenarnya lelaki ini seharusnya juga tengah melakukan temu janji dengan perempuan lain?
Baca selengkapnya

5. Melihat kondisi calon ibu mertua

"Dhea! Dhe, ini ibumu pingsan di ruko Tante, Dhe! Sekarang Tante sama Om Ridwan sedang dalam perjalanan membawa ibumu ke rumah sakit." “Apa!?” Mata Dhea membelalak. Yang menghubunginya ternyata adalah rekan bisnis katering ibunya. "Ibu pingsan, Te? Dibawa ke rumah sakit mana, Tante?" tanya Dhea dengan panik. Gadis itu bahkan sampai berdiri saat bicara di teleponnya. Tangannya sudah menggenggam tasnya, seperti siap untuk pergi. “Rumah sakit umum daerah? Aku ke sana ya, Tante!” Bram yang dari tadi memang tengah mengamati gadis muda di hadapannya itu mengernyit melihat kepanikan di wajah gadis itu, spontan saja sikap waspada dan empati di dalam dirinya tersulut, seolah ada yang membangkitkan. Lelaki itu ikut berdiri mengikuti pergerakan Dhea, sikap cemas pada gadis itu juga menular padanya. "Abang, maaf. Pertemuan ini kita sudahi, ya? Ibuku dibawa ke rumah sakit, aku harus langsung ke sana. Maaf ya, Bang!" "Ayo, biar saya antar!" Dhea menghentikan langkahnya menatap Bram seolah ti
Baca selengkapnya

6. Apakah calon suamimu itu Aryan?

"Kenapa Abang mengambil keputusan sendiri?" Bram menghentikan langkahnya ketika melihat gadis di sampingnya juga berhenti dengan wajah yang terlihat marah."Maaf, tapi aku melakukan itu demi kebaikan dan kesembuhan ibumu," jawab Bram dengan suara yang tenang dan tatapan mata melembut."Tapi kalau ibu dirawat di Jakarta, siapa yang akan menjaganya? Aku di sini bekerja. Lagipula biaya pengobatannya juga pasti mahal," keluh gadis itu."Nanti aku akan menyewa perawat yang menemani dan merawatnya, kita bisa menjenguknya kalau diakhir pekan. Soal biaya Dhea tidak usah memikirkannya, setelah kita menikah, ibumu menjadi tanggung jawabku. Sekarang yang penting ibu sembuh dulu, ya? Kita harus mengusahakan pengobatan yang terbaik untuk ibu.""Nanti aku akan menyewa perawat yang menemani dan merawatnya, kita bisa menjenguknya kalau diakhir pekan. Soal biaya Dhea tidak usah memikirkannya, setelah kita menikah, ibumu menjadi tanggung jawabku. Sekarang yang penting ibu sembuh dulu, ya? Kita harus m
Baca selengkapnya

7. Kenapa Abang terburu-buru menikah?

Part 7"Dia .. dia calon suami Dhea, Bu.""Selamat malam, Ibu. Perkenalkan, Saya Bram. Calon suami putri ibu." Bram mengulurkan tangannya.Paramitha menyambut uluran tangan Bram, namun tak ada senyum di wajahnya. Reaksi yang ditunjukkan oleh Paramita membuat Dhea menjadi gugup, dia tahu pasti ibunya terkejut, memang selintas Bram terlihat masih berusia dibawah tiga puluh tahunan, namun jika diamati lebih dalam, mungkin ibunya bisa menebak jika pria itu jauh lebih tua darinya."Maaf, Bang. Ibuku tidak pernah tersenyum lagi sejak delapan tahun ini, maksudku ... Aku sudah cerita sama Abang, kan?" ujar Dhea pelan, mencoba memberi pengertian pada lelaki itu."Ya, aku paham. Kalau begitu aku pulang dulu, besok aku akan kembali lagi untuk menjemput kalian, dokter sudah mengijinkan ibumu pulang besok. Jangan pergi dulu sebelum aku jemput," ujar Bram dengan suara pelan."Iya, baiklah. Terima kasih sebelumnya," ujar Dhea mencoba tersenyum walau masih terasa kaku."Aku pulang dulu," ujar Bram sa
Baca selengkapnya

8. Pria berumur

Dhea masuk ke kamar perawatan ibunya dengan perasaan yang gamang, masih ragu di dalam hatinya kalau dia menerima ajakan nikah pria yang bisa dibilang seusia pamannya, jarak mereka lima belas tahun. Tapi tidak juga, jarak Intan dan kakak pertamanya, Bang Andra juga jauh, malah tujuh belas tahun. Intan anak ke empat, karena memiliki tiga putra maka paman sepupunya, Om Muhtar menginginkan anak perempuan, ketika Andra kelas dua SMA, Intan baru lahir. Dilihat ibunya sudah tertidur dengan nyenyak, mungkin pengaruh obat juga yang membuat wanita paruh baya itu lekas tertidur. Dhea duduk di sofa dengan mrnselonjokan kakinya yang terasa letih. Dia mengeluarkan ponselnya dari tas, dia cukup terkejut ternyata dayanya mati. Dia segera mengecas baterainya agar bisa nyala kembali, untung saja dia selalu membawa charger ke manapun dia pergi. Kemudian dia tinggalkan untuk melakukan salat isya, untung juga dia selalu membawa mukena lipat ke manapun dia pergi. Setelah salat isya, daya ponselnya su
Baca selengkapnya

9. Pekerja Magang

"Eh, Tan. Baju ini pas banget buat aku. Ini baju kapan?" Intan menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sudah terbuka, pertanyaannya tadi belum sempat dijawab oleh bibinya, kini di depannya Dhea sudah siap untuk berangkat kerja. "Itu bajuku waktu magang dulu, waktu aku masih kurus. Ambil saja untukmu, dengan aku juga sudah gak muat." "Jangan dong, nanti kalau kamu sudah lahiran siapa tahu kurus lagi," ujar Dhea yang tengah merapikan riasannya. Intan hanya tersenyum sambil mengelus perutnya yang tengah isi tiga bulan. "Aku pergi, ya? Aku minta tolong jagain ibu, ya? Aku akan usahakan pulang cepat." "Kami kayak sama siapa aja, Bi Mitha itu juga Bibiku. Aku sudah ijin sama mas Afkar untuk menjaganya hari ini. Nanti Mama juga akan ke sini." "Oke, kalau gitu terima kasih. Bu ... Dhea berangkat kerja dulu, kalau ada apa-apa cepat kabari, ya?" Dhea mencium punggung tangan ibunya dan mencium pipi wanita tua itu. "Iya, kamu gak usah kuatir, kerja aja yang benar." "Ayo, aku antar samp
Baca selengkapnya

10. Menghadapi atasan gila

Menjadi karyawan magang memiliki kesulitan yang tidak sedikit. Karena paling junior sering kali Dhea di suruh-suruh oleh para senior di luar tupoksi kerjanya. Di suruh membelikan sarapan atau makan siang serta membuatkan kopi walaupun di sana ada OB yang bertugas. Di suruh memfoto copy bahkan disuruh mengerjakan laporan yang seharusnya di kerjakan oleh para seniornya.Di bagian keuangan ini ada delapan orang pegawai, yang baik padanya hanya dua orang yang mengajaknya berbincang tadi, Nilam dan Mario. Yang lain, dengan dalih men-training-nya, malah justru sering memanfaatkan tenaga Dhea.Dhea melakukan pekerjaan itu dengan berusaha bersikap ikhlas dan legowo, dia selalu memotivasi dirinya agar bekerja lebih keras, bisa diterima bekerja di perusahaan ini merupakan anugerah yang sangat besar baginya.Namun demikian, ada satu hal yang selalu membuat Dhea takut dan selalu waspada, yaitu ruang kerja atasannya Faisal. Baru beberapa hari Dhea bekerja, Faisal sudah bersikap kurang ajar padanya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
32
DMCA.com Protection Status