Beranda / Romansa / Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja / 4. Kalau begitu, Minggu depan kita menikah!

Share

4. Kalau begitu, Minggu depan kita menikah!

Penulis: Nainamira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

[Dhea! Maaf ya, barusan teman Mas Afkar telepon, katanya mobilnya pecah ban. Dia meminta menunda pertemuan.]

Hah? Apa? Jadi temannya Afkar tidak jadi datang? Jadi siapa yang duduk di hadapannya ini? Apakah orang nyasar? 

Mata Dhea menatap ke arah Bram dengan bingung dan curiga, dia menelisik penampilan Bram sekali lagi, lelaki yang tengah diamatinya tengah asik memotong dan memakan daging. Haruskah dia memberitahu lelaki itu jika dia seharusnya janji ketemu dengan lelaki lain? Bukan dirinya?

Sesaat kemudian pandangan Bram mengarah ke depan, di mana posisi Dhea berada, dengan geragapan gadis itu mengalihkan pandangannya agar tidak kepergok tengah mengamati lelaki itu.

"Bagaimana, Dhea? Apakah kau akan mengenalkan dirimu secara terperinci?" tanya lelaki itu masih dengan suara lembut.

Mendengar suara lelaki itu yang cukup menggoda, membuat Dhea bimbang untuk meluruskan kesalahpahaman ini. Mungkinkah sebenarnya lelaki ini seharusnya juga tengah melakukan temu janji dengan perempuan lain? 

Tak ayal Dhea menatap ke seluruh penjuru kafe, di sana memang ada beberapa wanita yang tengah duduk sendirian, apakah di antara wanita itu seharusnya kini tengah bertemu dengan lelaki ini? Bagaimana ini?

"Ehem, Dhea? Apa kau keberatan membuka sedikit identitasmu padaku?"

Bram mengambil serbet di hadapannya dan mengelap mulutnya dengan gaya elegan, cukup membuat Dhea terpana.

Tatapan mata lelaki itu begitu lembut, gerakan tangannya yang kembali mengambil garpu dan pisau begitu anggun. Dia pria yang mapan, pastinya. Wajahnya juga cukup tampan walaupun usianya hampir menyentuh kepala empat, tetapi itu justru tengah berada di puncak pesona sebagai seorang pria. 

Dhea benar-benar bimbang. Apakah dia teruskan saja hubungan dengan lelaki ini? Siapa tahu memang ini rahasia jodoh dari Allah. Biarpun lelaki ini jauh lebih tua darinya, semoga dia memang jodohnya. 

'Bismilllah,' ujar Dhea dalam hati, memantapkan langkahnya ini.

"Aku … hng,  tidak ada yang istimewa denganku." Akhirnya Dhea menjawab pertanyaan Bram yang masih dengan sabar menunggunya sambil menyesap minumannya.

Dhea menarik napas dengan berat, dia merasa langkah yang akan ditempuhnya akan berat, tetapi entah kenapa sisi hatinya yang lain justru begitu semangat menariknya ke arah pria ini.

'Bagi wanita yang akan ketemu Bram malam ini, siapapun dia, aku hanya bisa mengucapkan maaf dalam hati,' batin gadis itu. Sekali lagi dia menghirup napas dan melanjutkan perkataannya. 

"Namaku Dhea Annisa Putri, putri sulung dari tiga bersaudara. Namun delapan tahun yang lalu, ayah, dua adikku dan aku mengalami kecelakaan di jalan tol. Hanya aku yang selamat, kedua adikku dan ayahku tewas di tempat kejadian,” ujar Dhea. 

“Sejak peristiwa tersebut, ibuku menjadi depresi. Dia menghuni rumah sakit jiwa untuk menghilangkan trauma beratnya. Sampai kini belum sembuh, malah ibuku kini divonis menderita kanker lambung."

Dhea menjeda sejenak, untuk membicarakan tragedi dalam hidupnya kepada orang asing, rasanya cukup mendebarkan, walaupun di sisi hatinya cukup lega, bicara mengenai kesedihan dalam hidupnya dengan orang yang baru bertemu dengannya beberapa menit yang lalu rasanya ternyata jauh lebih baik daripada dengan orang yang dia kenal selama ini. Seperti yang sering dia lakukan, menceritakan kesedihannya pada kucing kesayangannya, si Mio. 

"Aku sudah bekerja sejak aku kelas sepuluh, meski cuma sebagai cleaning service di perpustakaan wilayah. Aku kuliah D3 agar cepat lulus dan cepat kerja, meski dapat beasiswa. Baru-baru ini aku mulai kerja di sebuah perusahaan konstruksi."

Dhea bercerita begitu saja sambil mengunyah makanan tanpa menyadari reaksi Bram yang mendengarkannya. Lelaki itu bahkan sudah meletakkan garpu dan pisaunya, kedua  tangannya menaut begitu fokus mendengarkan cerita Dhea. 

Ketika akhirnya Dhea menatap lelaki itu, tatapan mata mereka terpaut. Ada yang berbeda pada pandangan lelaki itu kepada Dhea, Dhea menyadari itu sehingga dia menjadi gugup dan salah tingkah.  

"Kisah hidupmu yang seperti ini kau bilang tidak istimewa?" tanya Bram dengan suara lirih.

"Maksudnya? Memang begitulah keadaanku," cicit Dhea. Gadis itu buru-buru meneguk minuman rasa mangga yang begitu enak dan segar untuk mengurangi rasa minder yang membuatnya menjadi gugup.

"Apakah ibumu banyak butuh biaya untuk pengobatan?" 

"Tentu saja. Dia menderita kanker, bukan penyakit yang main-main."

"Kalau begitu, Minggu depan segera kau siapkan surat menyuratnya. Kita akan menikah, aku akan menanggung biaya pengobatan ibumu," perintah Bram dengan percaya diri.

Dhea tampak terkejut. Dia tidak menyangka akan mendapatkan reaksi seperti itu dari pria asing di depannya ini. Bram bahkan mengatakan akan membayar biaya pengobatan ibunya.

Secara cuma-cuma? Mana mungkin Dhea bisa langsung percaya!

"Dengan cara apa aku membalasnya?" Dhea bertanya kemudian. Ia tampak ragu.

Bram mengernyit. "Apa maksudmu membalas jasaku? Aku akan menjadi suamimu. Semua kesulitan hidupmu akan menjadi tanggung jawabku. Seluruh hidupmu akan menjadi tanggung jawabku, jadi aku akan menafkahimu dan membiayai pengobatan ibumu."

Dhea menggeleng. “Apa yang kamu inginkan dari aku? Tidak mungkin seseorang mau mengeluarkan banyak uang untuk orang yang baru ia temui satu kali seperti aku.”

Bram tersenyum kecil. "Kamu cukup menjadi istri yang baik, yang selalu menurut apa kataku. Setia padaku dan melaksanakan kewajibanmu, terutama kewajibanmu melayani suamimu, yaitu aku."

Dhea meneguk salivanya. Dia bukannya gadis bodoh. Kewajiban yang dimaksud di sini pastilah urusan ranjang. Meskipun memang itu kewajibannya kelak sebagai seorang istri, tetapi memikirkan itu semua menjadikan Dhea gugup tidak karuan. 

Bayangkan saja! Dia baru sejam lebih bertemu pria ini, tetapi sudah membicarakan urusan ranjang, ini benar-benar ekstrem. Atau jangan-jangan sebenarnya–

“Apakah Abang membutuhkan seorang anak?

"Ha?"

Bram cukup terkejut mendengar perkataan Dhea yang terus terang, bagaimanapun apa yang dikatakan gadis ini tidaklah salah sebenarnya.

"Apa Abang membutuhkan anak misalnya untuk pewaris? Sehingga buru-buru untuk menikah?"

Bram tersenyum menyeringai. Dia pria dewasa. Harusnya hasrat kelelakiannya dalam usianya saat ini sedang di puncak pergolakan, makanya pembahasan mengenai seorang anak pasti akan mengarahkannya pada proses pembuatan anak itu sendiri. Bram menautkan kedua tangannya dan mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan sambil berbisik.

"Tentu saja aku membutuhkan seorang anak untuk melanjutkan keturunan. Tetapi aku lebih butuh prosesnya."

"Ha? Maksudnya?" 

Dhea bukannya tidak paham apa yang pria itu katakan, tetapi rasa malu dan risih membuat wajah gadis itu memerah, pembahasan ini sungguh pembicaraan dua puluh satu plus, tetapi Dhea kan sudah dua puluh tiga tahun. Ia sudah pantas membahas hal seperti ini, tetapi ini bicara dengan orang yang baru dikenalnya? 

Rasanya gadis itu ingin menenggelamkan wajahnya ke bumi. Sedang Bram mengamati reaksi gadis itu dengan senyum yang membuat Dhea semakin kebat-kebit.

Derttt …. Derrrrtttt ….

Dhea langsung menoleh ke ponselnya yang berdering. Bunyi ringtone itu telah menyelamatkan wajahnya yang gugup dan merasa risih dengan tatapan intens pria di hadapannya.

“P-permisi.” Dhea meminta izin.

Bram mengangguk, masih saja tersenyum.

“Halo?” ucap Dhea setelah mengangkat panggilan tersebut. “Asalamualaikum.”

“Dhea! Dhe, ibu kamu–”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
satu lagi musibsh.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   5. Melihat kondisi calon ibu mertua

    "Dhea! Dhe, ini ibumu pingsan di ruko Tante, Dhe! Sekarang Tante sama Om Ridwan sedang dalam perjalanan membawa ibumu ke rumah sakit." “Apa!?” Mata Dhea membelalak. Yang menghubunginya ternyata adalah rekan bisnis katering ibunya. "Ibu pingsan, Te? Dibawa ke rumah sakit mana, Tante?" tanya Dhea dengan panik. Gadis itu bahkan sampai berdiri saat bicara di teleponnya. Tangannya sudah menggenggam tasnya, seperti siap untuk pergi. “Rumah sakit umum daerah? Aku ke sana ya, Tante!” Bram yang dari tadi memang tengah mengamati gadis muda di hadapannya itu mengernyit melihat kepanikan di wajah gadis itu, spontan saja sikap waspada dan empati di dalam dirinya tersulut, seolah ada yang membangkitkan. Lelaki itu ikut berdiri mengikuti pergerakan Dhea, sikap cemas pada gadis itu juga menular padanya. "Abang, maaf. Pertemuan ini kita sudahi, ya? Ibuku dibawa ke rumah sakit, aku harus langsung ke sana. Maaf ya, Bang!" "Ayo, biar saya antar!" Dhea menghentikan langkahnya menatap Bram seolah ti

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   6. Apakah calon suamimu itu Aryan?

    "Kenapa Abang mengambil keputusan sendiri?" Bram menghentikan langkahnya ketika melihat gadis di sampingnya juga berhenti dengan wajah yang terlihat marah."Maaf, tapi aku melakukan itu demi kebaikan dan kesembuhan ibumu," jawab Bram dengan suara yang tenang dan tatapan mata melembut."Tapi kalau ibu dirawat di Jakarta, siapa yang akan menjaganya? Aku di sini bekerja. Lagipula biaya pengobatannya juga pasti mahal," keluh gadis itu."Nanti aku akan menyewa perawat yang menemani dan merawatnya, kita bisa menjenguknya kalau diakhir pekan. Soal biaya Dhea tidak usah memikirkannya, setelah kita menikah, ibumu menjadi tanggung jawabku. Sekarang yang penting ibu sembuh dulu, ya? Kita harus mengusahakan pengobatan yang terbaik untuk ibu.""Nanti aku akan menyewa perawat yang menemani dan merawatnya, kita bisa menjenguknya kalau diakhir pekan. Soal biaya Dhea tidak usah memikirkannya, setelah kita menikah, ibumu menjadi tanggung jawabku. Sekarang yang penting ibu sembuh dulu, ya? Kita harus m

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   7. Kenapa Abang terburu-buru menikah?

    Part 7"Dia .. dia calon suami Dhea, Bu.""Selamat malam, Ibu. Perkenalkan, Saya Bram. Calon suami putri ibu." Bram mengulurkan tangannya.Paramitha menyambut uluran tangan Bram, namun tak ada senyum di wajahnya. Reaksi yang ditunjukkan oleh Paramita membuat Dhea menjadi gugup, dia tahu pasti ibunya terkejut, memang selintas Bram terlihat masih berusia dibawah tiga puluh tahunan, namun jika diamati lebih dalam, mungkin ibunya bisa menebak jika pria itu jauh lebih tua darinya."Maaf, Bang. Ibuku tidak pernah tersenyum lagi sejak delapan tahun ini, maksudku ... Aku sudah cerita sama Abang, kan?" ujar Dhea pelan, mencoba memberi pengertian pada lelaki itu."Ya, aku paham. Kalau begitu aku pulang dulu, besok aku akan kembali lagi untuk menjemput kalian, dokter sudah mengijinkan ibumu pulang besok. Jangan pergi dulu sebelum aku jemput," ujar Bram dengan suara pelan."Iya, baiklah. Terima kasih sebelumnya," ujar Dhea mencoba tersenyum walau masih terasa kaku."Aku pulang dulu," ujar Bram sa

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   8. Pria berumur

    Dhea masuk ke kamar perawatan ibunya dengan perasaan yang gamang, masih ragu di dalam hatinya kalau dia menerima ajakan nikah pria yang bisa dibilang seusia pamannya, jarak mereka lima belas tahun. Tapi tidak juga, jarak Intan dan kakak pertamanya, Bang Andra juga jauh, malah tujuh belas tahun. Intan anak ke empat, karena memiliki tiga putra maka paman sepupunya, Om Muhtar menginginkan anak perempuan, ketika Andra kelas dua SMA, Intan baru lahir. Dilihat ibunya sudah tertidur dengan nyenyak, mungkin pengaruh obat juga yang membuat wanita paruh baya itu lekas tertidur. Dhea duduk di sofa dengan mrnselonjokan kakinya yang terasa letih. Dia mengeluarkan ponselnya dari tas, dia cukup terkejut ternyata dayanya mati. Dia segera mengecas baterainya agar bisa nyala kembali, untung saja dia selalu membawa charger ke manapun dia pergi. Kemudian dia tinggalkan untuk melakukan salat isya, untung juga dia selalu membawa mukena lipat ke manapun dia pergi. Setelah salat isya, daya ponselnya su

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   9. Pekerja Magang

    "Eh, Tan. Baju ini pas banget buat aku. Ini baju kapan?" Intan menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sudah terbuka, pertanyaannya tadi belum sempat dijawab oleh bibinya, kini di depannya Dhea sudah siap untuk berangkat kerja. "Itu bajuku waktu magang dulu, waktu aku masih kurus. Ambil saja untukmu, dengan aku juga sudah gak muat." "Jangan dong, nanti kalau kamu sudah lahiran siapa tahu kurus lagi," ujar Dhea yang tengah merapikan riasannya. Intan hanya tersenyum sambil mengelus perutnya yang tengah isi tiga bulan. "Aku pergi, ya? Aku minta tolong jagain ibu, ya? Aku akan usahakan pulang cepat." "Kami kayak sama siapa aja, Bi Mitha itu juga Bibiku. Aku sudah ijin sama mas Afkar untuk menjaganya hari ini. Nanti Mama juga akan ke sini." "Oke, kalau gitu terima kasih. Bu ... Dhea berangkat kerja dulu, kalau ada apa-apa cepat kabari, ya?" Dhea mencium punggung tangan ibunya dan mencium pipi wanita tua itu. "Iya, kamu gak usah kuatir, kerja aja yang benar." "Ayo, aku antar samp

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   10. Menghadapi atasan gila

    Menjadi karyawan magang memiliki kesulitan yang tidak sedikit. Karena paling junior sering kali Dhea di suruh-suruh oleh para senior di luar tupoksi kerjanya. Di suruh membelikan sarapan atau makan siang serta membuatkan kopi walaupun di sana ada OB yang bertugas. Di suruh memfoto copy bahkan disuruh mengerjakan laporan yang seharusnya di kerjakan oleh para seniornya.Di bagian keuangan ini ada delapan orang pegawai, yang baik padanya hanya dua orang yang mengajaknya berbincang tadi, Nilam dan Mario. Yang lain, dengan dalih men-training-nya, malah justru sering memanfaatkan tenaga Dhea.Dhea melakukan pekerjaan itu dengan berusaha bersikap ikhlas dan legowo, dia selalu memotivasi dirinya agar bekerja lebih keras, bisa diterima bekerja di perusahaan ini merupakan anugerah yang sangat besar baginya.Namun demikian, ada satu hal yang selalu membuat Dhea takut dan selalu waspada, yaitu ruang kerja atasannya Faisal. Baru beberapa hari Dhea bekerja, Faisal sudah bersikap kurang ajar padanya

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   11. Dhea sudah dipinang pria tua?

    Part 11"Hai, Dhe?" Dhea membeku melihat orang yang ada di belakang Afkar. Dhea lupa kalau suami sepupunya itu juga berprofesi sama dengan lelaki di sebelahnya, ternyata mereka juga sekantor? Kebetulan sekali."Hai, Bang? Oh, maaf semua ... Saya buru-buru, saya permisi dulu, ya?" Sungguh Dhea tidak ingin berada di situasi canggung seperti ini. Bertemu dengan mantan? Hal itulah yang selalu Dhea hindari selama ini."Kamu mau ke rumah sakit?" tanya Afkar."Iya, Mas. Saya pergi dulu, ya?" Dhea terburu-buru pergi ke arah lobi kantor, dia segera memutus percakapan yang menurutnya sangat tidak penting ini."Siapa yang sakit?" tanya Aryan setelah mereka masuk ke dalam lift."Ibunya Dhea, sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Oh, ya ... Bang Aryan kenal sama Dhea?" tanya Afkar dengan nada penasaran."Ya," jawab Aryan dengan singkat.Sebenarnya Afkar ingin bertanya banyak, seperti kenal di mana? Seberapa dekat mereka? Namun melihat sikap Aryan yang dingin dan acuh jadi diurungkan.Afkar meman

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   12. Maaf, gak bisa dibatalin

    Bab 12Sementara itu, di ruang kerja departemen keuangan tampak sibuk, mereka bekerja di kubikel masing-masing dengan serius."Nilam, ke mana anak baru itu? Jam segini kok belum nampak batang hidungnya! Pemalas banget!" tanya seseorang dengan nada ketus."Eh, Bu Gracia? Dhea izin Bu hari ini, ibunya masuk rumah sakit," jawab Nilam dengan kalem."Ijin? Baru sebulan kerja sudah berani ijin. Memangnya kantor ini punya keluarganya? Memangnya siapa yang mengizinkan!?" ujar wanita yang dipanggil Bu Gracia itu berang."Tadi Dhea sempat datang ke kantor, terus dipanggil Pak Faisal, setalah dari ruang Pak Faisal dari langsung pulang, katanya Pak Faisal yang mengijinkannya.""Aduh, jadi bagaimana nasib laporan saya ini? Mana besok harus sudah selesai lagi," keluh Gracia."Nilam, mana Dhea? Saya mau suruh foto copy berkas ini empat rangkap untuk bahan meeting nanti jam sepuluh," ujar seorang lelaki empat puluhan menuju meja kerja Nilam."Dia ijin, Pak. Gak masuk, ibunya sakit." Nilam menjawab de

Bab terbaru

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   320

    Jangan takut, Bu Dhea ada lembur malam ini, mungkin akan pulang sedikit malam, karena ada pekerjaan penting yang tidak bisa ditunda. Jadi, mari kita makan dulu, ini juga ada kopi gingseng yang dipesan dari cafe, sangat cocok untuk bapak-bapak yang berkerja sebagai pengawal biar tidak ngantuk," bujuk Anita. Secara diam-diam Anita mengirim pesan kalau para pengawal sudah berada di meja kopi dekat pantai, Dhea bisa bebas menyelinap. Dengan sedikit berlari, Dhea menuju lift, untuk lift belum penuh karena baru setengah jam lagi waktunya pulang kerja.. Sampai parkiran, Dhea menekan kunci mobil untuk menemukan di mana mobil Anita. Dengan cepat Dhea memasuki mobil Anita, dia mengamati pintu keluar dari tempat parkir. Setelah jam empat sore, bnyak orang yang sudah keluar dari kantor sehingga mencari keberadaan Adi sedikit banyaknya ada gangguan. "Ah, itu dia? kenapa dia berjalan dengan terburu-buru?!" seru Dhea bicara sendiri. Dhea segera menghidupkan mesin, melihat Adi memasuki mobil

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   319

    Anita langsung menjalankan perintah Dhea. Dia sudah bersiap menuju ruang staf dan disambut oleh seseorang yang memperhatikannya. Dia adalah seorang lelaki yang selama dua hari ini selalu mengajaknya bicara dan selalu mencari kesempatan untuk bertemu. "Dek Anita? Kenapa ke sini?" "Eh, Mas Heru. Apa ini lantai ruangan pak Malik, ya? maklum saya baru di sini jadi belum hapal semua ruangan." "Oh, bukan. Ini lantai ruangan direktur utama, lantai ruangan pak Malik ada di lantai tiga. Pak Malik direktur pemasaran, kan?" "Iya. Maaf kalau begitu, saya akan mencari ke lantai tiga." "Ini sudah masuk jam makan siang, kenapa tidak makan siang dulu? bagimana kalau kita ke kantin dulu, makanan di kantin juga enak-enak, kok." "Oh, baik kalau begitu." Memang itu yang dimau Anita. Dia tidak mungkin mengawasi Adi sendirian, dia harus memanfaatkan sumberdaya, apalagi dilihat dari gelagatnya Heru purwanto, staf ahli direktur utama ini tertarik padanya dari pandangan pertama. "Dek Anita ken

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   318

    Pekerjaan Dhea sangat terbantu dengan keberadaan Anita di sampingnya. Adi yang baru datang dari Palembang juga hanya sesekali menemui Dhea untuk melihat dan membimbing pekerjaannya. Setiap ada kesempatan Dhea langsung melakukan video call dengan Naima. Sepertinya Bram juga meminta Ibrahim untuk mengirim Bik Siti dan Mang Khaidir membantu Naima mengasuh Angga membuat Dhea sedikit lega. Ini sudah hari ketiga suaminya ke luar kota, Bram hanya menghubunginya ketika malam tiba, alasannya karena kesibukan jadi tidak sempat untuk menghubungi. Dhea sebenarnya juga melakukan video call, tetapi Bram selalu menolak, dia bilang sedang bersama rekan kerja dari luar kota sehingga tidak enak jika melakukan panggilan video. Awalnya Dhea percaya saja, hingga di hari ketiga dia tidak sengaja melihat Fikri yang buru-buru keluar dari kantor dan memasuki mobil kijang Innova pada jam kantor, mobil yang tidak pernah dikendarainya sehingga tidak membuat siapapun akan menduga kalau itu adalah Fikri, tanga

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   317

    Di vidio terlihat Angga yang sedang tertidur dipangkuan Naima, sementara Azka tidur di bangku belakang. "Dia sudah tidur?" ujar Dhea sambil tersenyum mengamati putranya yang tertidur dengan lelap. "Iya, Bu. Baby Angga pinter banget, diperjalanan dia langsung tertidur. Ibu jangan kuatir, baby Angga akan saya rawat dengan baik. Ibu fokus dengan pekerjaan ibu, kalau di perusahaan sudah stabil, baru saya bawa kembali baby Angga ke jakarta, Bu. Kalau ibu kangen ibu bisa video call, ibu juga bisa berkunjung ke Palembang." Suster Naima tidak tega melihat Dhea yang sudah meleleh air matanya, bagaimana bisa tahan dipisahkan dengan anaknya yang masih bayi, apalagi Angga juga masih menyusui. "Baiklah, jaga baik-baik anak saya ya, Suster. Saya akan memerah ASI saya di sini, dan saya akan membayar orang untuk mengantar ke Palembang. Saya tidak ingin anak saya tidak diberi ASI saya, walaupun kini saya jauh, saya tidak bisa membiarkan dia tidak mendapatkan kasih sayang ibunya." Dhea mengak

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   316

    Dhea datang membawa segelas jus mangga yang masih penuh, belum diminum sama sekali, rencananya setelah dia duduk baru dia akan menikmati jus tersebut. "Minuman ini belum kamu minum kan, Sayang?" tanya Bram. "Belum." "Ayo, kita pulang!" "Ha? kok cepat nian, aku belum makan, belum minum." Dhea terkejut mendengar ajakan suaminya yang tampak terburu-buru, melihat jus mangga yang baru saja dia bawa membuatnya sangat sayang jika tidak diminum. "Jangan meminum jus itu, kita beli di luar saja!" Tanpa menghiraukan tatapan protes istrinya, Bram langsung mengamit tangan istrinya dan beranjak untuk pergi dari lokasi pesta. Dia tidak lupa berpamitan pada semua orang, terutama direksi yang menjadi panitia penyelenggara. "Saya pamit dulu, putra saya sedang kurang sehat dan terpaksa kami tinggal. Istri saya juga harus menyusuinya." Semua orang mengangguk dengan maklum keputusan Bram yang pergi terlebih dahulu meninggalkan lokasi pesta, semntara mendengar alasan suaminya Dhea juga m

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   315

    Akhirnya di sinilah Dhea, memakai gaun hitam panjang dengan hiasan sulam benang emas, jilbab berwarna emas dan sepatu high heel hitam, pakaian yang dipesan khusus oleh Bram pada disainer busana muslimah terkenal tanah air. Gaun berharga puluhan juta itu rasanya sangat sayang uangnya, tapi demi menghormati suaminya, dia terpaksa memakainya. Memang ada harga, ada rupa, memakai gaun itu, Dhea benar-benar terlihat seperti seorang ratu dengan penampilan elegan, berwibawa dan benar-benar menjadi bintang yang bersinar malam ini. Pesta yang diadakan di sebuah hotel mewah di jakarta ini, tentunya juga menghabiskan budget yang tidak sedikit, untungnya hotel ini salah satu usaha milik Aditama grup. "Halo, Bu Dhea? selamat atas diangkatnya menjadi komisaris utama HG Aditama grup, Semoga perusahaan ini semakin maju dan semakin banyak menyumbang pajak untuk kontribusi terhadap pembangunan bangsa," sapa seorang gubernur DKI dengan senyum yang cerah menyambut kedatangan Dhea. "Wah, terima k

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   314

    Bram dan Dhea tentu terkejut mendengar perkataan Sayuti yang bernada menghina itu, Bram begitu geram mendengarnya, tadi waktu rapat tidak ada bersuara setelah rapat baru berani berkoar-koar. "Apa ini rencana kalian? suami istri menguasai hampir semua saham, apa perusahan juga tidak akan kenapa-napa dipimpin oleh bocah ingusan seperti ini, mana dia perempuan pula. bisa apa perempuan muda seperti dia?" serang Sayuti dengan nada tidak senang. "Ini juga bukan keinginan kami, Om! ini keinginan nenek. kalau aku boleh memilih lebih baik istriku tinggal di rumah menjadi ibu rumah tangga dan merawat anak kami," balas Bram tak kalah kesal pula. "Halah, munafik kamu! sejak kamu menikahinya, dia sudah kamu beri kedudukan sebagai direktur di anak cabang perusahan padahal pendidikan dan kemampuannya tidak kualified." Bram ingin membalas kembali perkataan pamannya ini, tetapi Dhea sudah mencekal lengannya dan dengan gelengan dia mengisyaratkan agar suaminya ini menghentikan perdebatan. "

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   313

    "Tidak bisa! apa tidak ada kandidat yang lain? masih banyak orang yang kompeten selain wanita yang masih muda itu. Lagipula, dia juga punya riwayat pernah di penjara, dia juga sudah sangat lama absen dan telah mengundurkan diri dari perusahaan." "Pak Sayuti, jaga bicara anda!" Bram yang sudah membuka mulut, ternyata kalah cepat dengan ucapan Samsudin, pengacara itu menatap Sayuti dengan tajam seperti malaikat pencabut nyawa yang diutus di ruangan itu, segala apa yang dikatakan Samsudin berlindung dari hukum, ada juga petugas pengadilan dan kejaksaan yang menyaksikan jalannya rapat. "Pak sekretaris, putar lagi vidionya!" perintah Samsudin. "Demikianlah pesan dan wasiatku, saya ingatkan buat semuanya, patuhilah semua yang saya katakan ini, jika ada salah satu pihak menentang ataupun tidak patuh dan tidak menuruti semua yang saya katakan, saya sudah mengajukan perkara hukum dengan pengacara saya, dan menuntut untuk hukuman yang tidak main-main." "Ha!" Beberapa orang mendeng

  • Pasangan Kencan Butaku Ternyata Bos di Tempat Kerja   312

    "Sebelum Nyonya Hartina wafat, beliau meminta saya menjadi pengacaranya, untuk mengurus semua harta benda yang dia tinggalkan dan meninggalkan surat wasiat untuk dibacakan di depan semua anggota direksi perusahaan HG Aditama grup." Semua orang memusatkan perhatian pada Samsudin, lelaki itu memang pandai berbicara hingga membius semua orang, pantasan saja menjadi pengacara top dalam waktu enam tahun. "Saudara sekalian lihat? ini adalah surat yang ditulis tangan sendiri oleh Nyonya Hartina, ada tanda tangan beliau dan cap tiga jari di sini. Tetapi selain itu, beliau juga membuat rekaman vidio, karena jika dengan surat menurut beliau tidak kuat, jadi setelah bangun dari koma, beliau langsung menghubungi saya dan meminta rekaman vidio, coba tolong putar vidionya," pinta pengacara itu pada Fikri yang sudah siap di depan laptop. Di hadapan mereka sudah terpajang layar monitor dengan sorot ini infokus yang mulai memutarkan sebuah tayangan vidio, kemudian sosok nenek Hartina yang tenga

DMCA.com Protection Status