Home / Pernikahan / Dinikahi Mantan Sepupu / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Dinikahi Mantan Sepupu: Chapter 1 - Chapter 10

48 Chapters

Bab 1. Pertemuan Mengesalkan

“Tidaaak!” Semua orang berteriak ketika melihat seorang anak menyeberang dengan ceroboh demi memeluk Rani.“Apa kamu tidak apa-apa?” Rani terlihat pucat dan memeriksa si anak dengan teliti.Matilah kauuu! Kalau sampai ada apa-apa dengan anak ini, bisa berabe nanti.Lagian kenapa sih, ni anak tidak ada yang mengawas!Rani menggerutu di dalam hati sembari celingak-celinguk mencari orang tua anak tersebut.“Mamaaah, huhuhu ...” Si anak menangis dengan memeluk erat Rani.“Tidak-tidak, Saya bukan_”“Fania Albarani! Apa yang kamu lakukan!” Doni berdiri dengan nafas ngos-ngosan.Dia berteriak dan menatap tajam pada sang anak yang bernama Fania“Kamu membuat semua orang kawatir! Apa kamu ingin membuat Papah mati mendadak!” Dia pun menarik Fania dengan paksa.“Tidak! Fania ingin dengan Mamah, Papah jahat! Pokonya Fania ingin dengan Mamah!” Fania memeluk erat Rani yang dia panggil Mamah.“Fania! Apa kamu ingin Papah_”“Maaf, Pak. Bisa bicara dengan lembut, kasihan anaknya kesakitan.” Rani yang
Read more

Bab 2. Merasa Bersalah

“Cepat, kecuali apa!” Rani menatap tajam.Doni tersenyum menatap Rani yang kebingungan.Melihat ke arah mana mata Doni, Rani langsung menyilangkan tangan. Andai Rani tahu akan seperti ini akhirnya, lebih baik tadi dia bawa saja anak itu dengan alasan pergi ke dokter.“Hey, cepat katakan!”Rani menarik nafas, mencoba tenang dan menunggu apa seterusnya yang akan Doni katakan.“Kecuali kalau kamu jadi istri saya.”“APA!” Rani terkejut.Begitu pun dengan semua orang yang ada, karena kata-kata itu bermakna kan “Ayo kita menikah.”Mereka tidak percaya dengan apa yang Doni si Tuan mereka katakan, karena selama ini Doni tidak pernah menyinggung tentang pernikahan. Bicara pun seperlunya.Rani mencoba menormalkan detak jantung dan kembali menatap tajam Doni.Dasar Orang Tua aneh!Itulah ungkapan hati Rani dan kalutnya. Dia mencoba menarik nafas perlahan.“Apa Anda bilang? Kalau Saya jadi Istri Anda! Untungnya untuk Saya apa? Lagian, ya, masa mau minta minum saja harus jadi istri!” Rani menggele
Read more

Bab 3. Pilihan yang Sulit

Semua yang ada di sana, terutama orang tua Doni pun Doni sendiri terkejut dengan apa yang terjadi pada wanita yang bernama Rani itu.“Apakah benar, Fania baru bertemu dengan wanita itu, Don?” Wanita paruh baya berbisik.“Yang Doni tahu, itu memang benar. Karena setiap saat Fania di jaga oleh pengasuhnya dan dia terus mengabari semua yang Fania lakukan.”“Tapi sepertinya_”“Mamah ...,” Terdengar Fania siuman.Rani yang mendengar itu langsung mendekat, menggenggam tangannya.“Ya Sayang, Mamah di sini. Apa ada yang sakit?”Fania mengangguk dengan lemas tapi terlihat senang karena Rani ada kembali di sampingnya.“Kamu harus kuat! Mamah percaya kamu pasti bisa sembuh seperti biasa, dan kita akan pergi ke taman bermain setiap hari.” Rani mengusap kepala Fania yang terbalut perban.Tidak lama seorang dokter masuk dan melihat keadaan Fania dengan penuh kehati-hatian.“Kamu memang anak yang kuat! Om bangga, padamu.”Rani menatap sang dokter, wajahnya tidak jauh berbeda dengan wajah papah Fania
Read more

Bab 4. Syarat yang Diajukan

Rani menatap ke depan, melihat hamparan kota yang penuh lampu yang berkelap-kelip. Untung dia ada di lantai 3 jadi bisa melihat pemandangan yang tidak mau dia lihat ulang lagi, karena ini ada di rumah sakit.“Anda pernah bilang, kalau Anda yakin, istri Anda masih hidup. Jadi, bilamana itu terjadi benar, dan kita masih dalam ikatan pernikahan, apa yang akan Anda lakukan?”Doni terdiam, dia tidak pernah menyangka kalau wanita di depannya akan berpikir sejauh itu.“Apa Anda akan langsung membuang Saya? Karena kebutuhan diri Anda sudah ada yang mengisi kembali, atau ... Anda akan tetap bersama Saya yang mungkin waktu itu telah mengandung benih dari Anda.”Doni semakin dibuat terdiam. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Rani, karena dia pikir itu tidak akan terjadi sebab mereka menikah dikarenakan Fania dan tidak akan ada cinta di dalamnya.“Saya tidak bisa munafik, mungkin saja berbagi peluh akan Saya minta, walaupun menikah tanpa cinta. Lagian, cinta dan suka akan tumbuh dengan se
Read more

Bab 5. Dia yang Pertama

Doni pulang dengan hati cukup hampa. Ruang hati yang mulai terbuka terasa kosong karena wanita yang dia harapkan malah memilih pergi.“Bang!” Sang adik menghampiri, “kalau dia buat aku saja bagaimana?”Doni mengerutkan kening,“Ya elaaah! Wanita yang tidak jadi menikah dengan Abang!”“Maksud kamu?”“Karena dia tidak jadi menikah dengan Abang, bagaimana kalau dia menikah denganku, itu sama saja kan.”Doni menatap tajam, sedangkan sang adik malah tersenyum.“Jangan _”“Selama janur kuning belum melengkung, aku akan pastikan dia menikah denganku.” Dia pergi tanpa menghiraukan ucapan Doni.Tangan Doni terkepal kuat, “tidak akan aku biarkan kamu kembali mengambil kebahagiaanku!” Kakinya kembali melangkahkan pergi.Doni pulang dengan hati cukup kacau. Wanita yang bernama Rani itu benar-benar sudah membuat hatinya terasa tidak tenang. Ditambah lagi dengan adiknya yang berucap demikian.“Apa ini balasan yang kamu berikan untuk aku, Fan? Karena tidak bersamamu, Apa lagi ketika kamu sakit.” Don
Read more

Bab 6. Karena Lampu Merah

Setelah kejadian kemarin malam, Doni pikir hubungannya dengan Rani berjalan semakin dekat.Namun, ternyata tidak. Hari ini, ketika dia pergi ke kantor seperti biasa, Doni melihat Rani tengah di bonceng Tori dengan wajah ceria.Doni yang merasa kesal menurunkan kaca jendela, menegur Rani.“Ran, kamu mau ke mana?”“Eh, Pak Doni. Selamat pagi ... Biasa Pak, Saya mau ke tempat kerja. Bapak juga mau pergi kerja, ya?”Rani cukup kaget ketika Doni menyapanya di samping ketika lampu merah, tapi Rani mencoba untuk tenang dan bersifat normal, sampai keluarlah ucapan demikian.Doni mengangguk, “kalau begitu, kamu bisa_”“Wah, sudah hijau. Kalau begitu, Saya duluan, ya, Pak. Selamat jalan ...” Rani bicara sopan tanpa peduli seperti apa wajah Doni saat itu.“Kamu tidak apa-apa?” Tori melihat lewat kaca spion.“Sudahlah, cepat pergi!” Rani meminta Tori untuk melaj
Read more

Bab 7. Doni menjengkelkan!

“Kamu ken_” Tori yang mengekor dari belakang tidak melanjut perkataan ketika melihat Doni.“Bukankah itu, orang yang_”“Pak, Anda datang ke sini?” Rani memotong perkataan Tori dan bergegas mendekati Doni.“Bapak, ada keperluan apa ke mari?” Rani mengulang pertanyaan.Doni, menaikkan alis ketika mendengar Rani memanggilnya dengan sebutan Bapak.Terlihat ada seulas senyum di sana, “kamu ingin main-main dengan Saya! Akan Saya ikuti.” Doni berucap di dalam hati.“Ya! Karena Saya ingin menemui calon istri Saya!”“Apa, calon istri! Siapa sih itu ... aku penasaran banget!” Celetuk seorang pengunjung.“Apa mungkin ...” Semua orang menatap Rani, tidak terkecuali Tori. Dia langsung terlihat penasaran.Keadaan itu membuat Rani sungguh tidak karuan.“Ran, dia itu_”“Eh, Pak. Bapak ingin menanyakan itu, mari ikut Saya dulu.” Rani gelagapan, secara kasar menarik Doni untuk keluar dan itu malah membuat semua orang semakin penasaran.“Ran!”“Aku bicara dulu dengan Pak Doni, tolong kerja sendiri du
Read more

Bab 8. Ditinggal Sendiri

Dan akhirnya, Rani memilih diam memperhatikan jalan asing tapi tidak membuat bosan karena pemandangannya membuat berdecap kagum.“Kita sudah sampai, ayo kita turun.” Doni turun terlebih dahulu dan dengan cepat, membukakan pintu untuk Rani.Semua orang melotot tidak percaya karena, baru kali ini Tuan mereka melakukan hal yang demikian setelah Nyonya tidak ada.Rani pun terkejut dengan apa yang Doni lakukan. Dengan sangat canggung, dia turun sembari menatap sekeliling.“Sungguh arsitektur yang sangat indah.” Gumam Rani sembari menatap sekeliling.“Mas, ini rumah siapa?” Rani menatap takjub.“Rumah kita. Ayo masuk. Saya sudah menyuruh dapur untuk menyediakan berbagai macam bahan masakan.”“Rumah kita? Maksudnya!” Rani menatap Doni yang tersenyum bangga.“Rumah yang akan kita tempati setelah kita menikah. Kamu suka?” tangannya merangkul pundak Rani.“Selamat sore, Tuan, Nyonya. Semua yang di butuh kan sudah kami siapkan.” Seorang pelayan membungkuk hormat.Doni hanya mengangguk, membawa R
Read more

Bab 9. Kita Kembali Jalankan

Sekitar satu jam tiga puluh menit yang lalu Rani sudah menyelesaikan semua makanan yang dia masak.Bahkan sudah tertata rapi dan tersimpan di kotak makan tahan panas dan pastinya tetap menjaga suhu makanan tetap baik sampai nanti ketika dimakan.“Kenapa Mas Doni belum juga datang.”Leher Rani sudah terasa pegal karena terus menengok ke arah pintu masuk.Dia mulai gelisah, apalagi pesan yang dia kirim belum juga dibuka.“Apa urusan sangat susah, sampai lama begini.” Rani kembali menatap layar TV yang membosankan.Suara deringan telepon membuat Rani duduk dengan ceria, namun itu langsung hilang ketika melihat nama yang tertera bukanlah orang yang dia tunggu.“Hallo,”“Kamu di mana? Kenapa rumahmu masih gelap!”Rani duduk menegang, “em ... ak_aku sedang di rumah teman, ya, rumah teman.”“Teman yang mana, aku akan menyusulnya, untuk menjemp
Read more

Bab 10. Cepat Pilih Salah Satunya.

Doni menatap punggung Rani, dia melihat begitu besar kekecewaan yang tidak mudah Doni hilangkan. Ingin sekali Doni mengejar, tapi dia tidak mau kembali membuat Rani sedih. Dia sadar, semua ini memang salahnya yang tidak bisa bersikap tegas pada Mawar. Tadi, setelah Doni sampai di rumah Mawar, dia melihat Mawar tengah menangis dengan luka di tangannya. “Apa yang terjadi!” Doni menatap Mawar dan beberapa pelayan bergantian. “Dia datang lagi, Don. Dia datang lagi!” Mawar menangis dengan memeluk lutut. Doni mendekat, memeluk dan mengusap punggung, “kamu jangan takut, ada aku di sini.” Mawar semakin menangi, memeluk Doni dengan mata menatap para pelayan supaya pergi. “Ka_karena sudah ada Tuan di sini, kami akan pergi.” “Ya, kami mohon jaga Nona, karena saat ini dia tengah rapu, Tuan.” “Kapan orang itu datang?” Doni berucap dengan mata penuh amarah. “Setengah jam yang lalu, saat ini dia tengah tertidur
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status