Semua Bab Dinikahi Mantan Sepupu: Bab 31 - Bab 40

48 Bab

Bab 31. Ketakutan Fania

Doni menghampiri Rani, “kenapa tidak bilang kalau belum makan?”Doni membalikkan sang istri membingkai wajahnya, “kalau Mas tahu kamu belum makan, Mas tadi ajak kamu_”Rani menggeleng, “tidak apa. Tadi aku belum ingin makan. Oh, iya. Bagaimana acara makannya, apa semua lancar?”Doni menghembuskan nafas, “tadi Mas_”“Ya ampuuun, aku lupa!” Rani langsung meraih tas selempang, berjalan cepat tanpa menghiraukan Doni yang memanggilnya.Rani langsung naik ojek online ketika sudah ada di depan rumah.“Jalan, Bang.” Rani menepuk pundak sang pengemudi.Untuk saat ini, Rani tidak mau berdekatan dengan sang suami terlebih dulu karena, ucapannya dengan Mamah mertua masih tersimpan rapat di otaknya.Rani takut tidak bisa menahan emosi ketika tengah berdekatan dengan Doni.Rani mengusap wajah, menenangkan pikiran yang membuat hatinya kembali terasa sakit.“Untung aku bisa pergi dengan cepat sebelum dia menceritakan semua yang terjadi dengan wanita itu.”“Maaf, Mbak. Ini sudah sampai.”Karena Rani t
Baca selengkapnya

Bab 32. Sombong banget, sih!

“Oh iya, titipkan saja pada Pak satpam. Biarkan nanti dia yang bicara dengan Saya!” Setelah mengatakan itu, Rani benar-benar pergi sembari memeluk Fania yang masih ketakutan.“Maafkan Mamah, Sayang. Karena, terlambat mengetahui keadaanmu di sekolah.” Rani mengeratkan pelukan.“Apa kamu ingin pulang, atau pergi ke tempat lain?”“Mamah, bisakah kita pergi ke tempat bermain yang ada di ujung jalan ini?”Rani mengerutkan kening, “bukannya kamu selalu ... tidak-tidak. Ayo kita pergi ke sana!” Rani memilih untuk mengikuti kemauan Fania saat ini karena itulah yang lebih baik.Dia berjalan sesuai instruksi Fania dan tidak lama, mereka sampai di sebuah taman kota yang letaknya tidak jauh dari sekolah.“Kita sudah sampai Sayang. Apa kamu ingin turun, atau_”“Turunkan saja aku, Mah. Fania ingin duduk di ayunan itu.”Rani melihat ada ayunan yang memang dipe
Baca selengkapnya

Bab 33. Hanya di atas kertas

Doni tertawa mendengar Rani memakinya. Dia bukannya marah tapi malah senang dan gemas.Tanpa dia sadari, sebenarnya kehadiran Rani sudah mengikis ingatannya pada sang istri, akan tetapi belum seutuhnya.“Orang yang banyak uang, wajar dong kalau sombong!” Ucap Doni dengan tangan meraih pundak Rani dan berjalan beriringan.Rani berhenti, dia menghirup udara sebanyak-banyaknya supaya emosinya tidak meledak saking jengkelnya.“Mas itu mau sampai kapan jadi orang sombong!” Rani berkacak pinggang.“Eeemm, sampai uangku habis. Dan sayangnya itu tidak akan terjadi sampai aku mati.” Doni melewati Rani dan merentangkan tangan ketika Fania menghampirinya.“Cih! Apakah aku harus membuang uangnya saja, supaya dia tidak sombong! Tapi sayang kalau dibuang, itu kan hasil kerja kerasnya.”“Atau aku harus membeli semua barang yang aku inginkan!”“Kalau begitu lakukanlah, aku pasti merasa bahagia.”Rani membeku ketika Doni berbisik dan menjilat telinganya.“Ya ampun, Maaas! Kamu itu seperti kucing!”“Ka
Baca selengkapnya

Bab 34. Maaf, mungkin ini lebih baik

Rani menatap Doni tanpa berani mengatakan isi hatinya.“Itu memang benar. Tapi tidak ada salahnya bila sekali-kali ingin Gratis-an dari adik sendiri lagi.”“Lagian bukan hanya itu aku ingin dekat dengan Pak Dokter tapi, supaya aku punya teman baik, Mas.”“Mas kan tahu, aku tidak punya teman di rumah itu dan kebetulan Pak Dokter mau berteman.” Rani meremas tangan.Doni membalas tatapan Rani di lampu merah.“Maksudnya punya teman, apa?”“Yaaa, punya teman seperti Mas dengan Mbak Mawar gitu. Jadi, kalau mau makan atau jalan-jalan bisa minta di temani.”“Tidak usah minta sama pasangan karena kita kan orang-orang sibuk. Ga bisa menemani satu sama lain!”Doni terdiam, dia benar-benar tertohok dengan sindiran yang Rani katakan.“Tapi, itu kan_”“Sudah hijau, Mas. Sekarang kita mau ke mana?” Rani mengalihkan pembicaraan karena
Baca selengkapnya

Bab 35. Paket Spesial Dari Penghulu

Pagi hari Doni dibangunkan alarm yang biasa dia pasang setiap hari. Tangannya meraba kasur dan tersenyum.“Ternyata dia tidak tidur di sini.”Doni bangun, segera masuk kamar mandi.“Seperti inikah menikah tanpa cinta!” Senyumnya semakin miris. Mamih mengerutkan kening ketika Doni datang sendiri.“Ke mana istrimu, Don?”“Di kamar Fania, Mam. Mungkin sebentar lagi mereka ke sini.Kerutan semakin terlihat jelas, “Kalian pisah kamar?”“Semalam_”“Ya ampuuun, masalah apalagi ini! Kalian itu pengantin baru, Don! Tidak baik bila sudah pisah kamar. Atau jangan-jangan ... aaah! Mamih pusing dengan kamu!” Mamih memijat kening“Lebih baik kalian pisah saja, dan serahkan Rani pada Pram!”“Mam!”“Apa!” Mamih menatap Doni tidak kalah sengit.Dia tidak habis pikir dengan pikiran anak dan me
Baca selengkapnya

Bab 36. Terisi Namun Belum Seutuhnya

“Iya, Sayang.”Rani bergidik ngeri, mendengar jawaban yang Doni lontarkan.“Sudah, ah. Sekarang kita harus menemui Fania yang pastinya tengah sedih. Udah tua malah manja!”“Manja ke istri sendiri dapat pahala, Sayang.”“Pahala, sih pahala. Tapi, kalau udah tua malah meresahkan.”“Sudah, ah. Kalau Mas tidak mau aku keluar sendiri.”“Tidak! Mas mau semua diselesaikan sekarang.”Rani mengurai pelukan, berbalik menatap Doni.“Masalah apa? Bukannya sudah selesai.”“Kalau begitu, apa kesimpulan pembicaraan kita barusan?” Doni melingkarkan tangan di pinggang Rani. “Sekarang aku tahu, Mas suka sama aku dan cemburu dengan kedekatan aku sama Pak Dokter.”“Heeey, siapa yang suka sama kamu! Jangan tambahkan perkataan yang Mas tidak ucapkan, ya.” Doni mencubit hidung Rani. Sampai si empunya berpa
Baca selengkapnya

bab 37. Bagaikan Roti Sobek

Doni tengah berkutat dengan berkas yang perlu dia periksa kembali sebelum membubuhkan tanda tangan.Sebenarnya semua itu sudah tidak di perlukan lagi, karena dia punya orang yang begitu di percaya untuk memeriksanya, sehingga dia tinggal membubuhkan tanda tangan.Namun karena tingkat ketelitiannya cukup tinggi, juga kewaspadaannya cukup kuat, sehingga dia tidak merasa terbebani dengan apa yang di lakukan.Suara pintu cukup menarik atensi Doni dari berkas yang tengah dia periksa ke depan meja, pasalnya orang yang membuka pintu tengah berdebat.“Aku tidak mau!”“Tapi ini penting, kamu harus hadir dan datang dengan Saya, tidak ada penolakan!”“Aaaagh!” Mawar mengentakkan kaki dan mendekati Doni.Raut wajah Mawar berubah seketika ketika sadar ada Doni di depannya.“Maaas, antar aku ke dokter, yu. Hari ini jadwal aku kontrol.” Tangan mawar mengapit sebelah lengan Doni.Sebelum Doni menjawab, dia menghembuskan nafas karena otaknya terpikirkan Rani di rumah.“Saya, ti_”“Ayolah, Maaas. Aku s
Baca selengkapnya

Bab 38. Semua karena pasangan

“Rani tidak malu, yang terpenting Mas sehat, dan yang paling utama, Mas tidak punya niat mendua atau poligami. Uuuh, membayangkannya saja, sudah membuat Rani merinding.” Rani bergidik ngeri.“Ingat, ya, Mas. Jangan salahkan Rani bila nanti Rani pergi tidak ada kabar. Yang harus Mas lakukan mengingat apa Mas berselingkuh atau tidak.”Doni menguatkan pelukan dan membawa Rani dalam gendongan. Dia mendudukkan Rani di pahanya.“Mana mungkin Mas berpaling ke wanita lain, bila semua kebutuhan Mas, sudah kamu penuhi. Karena berselingkuh itu awalnya dari tidak adanya komunikasi dan juga tidak perhatiannya pasangan.”Doni membenahi rambut Rani, “seorang pasangan itu, bukan hanya butuh perhatian tapi, dia pun butuh yang namanya ketenangan dan rasa di hargai.”“Banyak orang berselingkuh karena tidak punya ketenangan juga merasa tidak di hargai, walaupun semua perhatian dia dapatkan.”“Con
Baca selengkapnya

bab 39. Sebab miskin dan jelek

Rani menarik nafas panjang, membuangnya perlahan setelah melepaskan cengkeraman tangan Doni di pipinya.“Aku tidak bis janji, Mas.”“Kenapa, kenapa kamu tidak bisa, apa kamu_”Doni kembali mencengkeram wajah Rani dengan sorot mata kembali marah.“Jangan seperti ini!” Rani menghempaskan tangan Doni.“Dengarkan dulu penjelasanku!” Rani menepuk punggung tangan Doni.“Mas harus ingat ini, aku pernah bilang, aku tidak akan pergi ke mana pun, selama Mas bisa menjaga hati dan tidak menduakan diriku. Untuk saat ini, masalah Mbak Mawar, mungkin akan aku maklumi bila memang harus berdekatan degan kamu, Mas. Tapi, bila dalam satu bula Mas masih berdekatan dengannya, mungkin aku tidak bisa jamin.”“Tapi, Sayaaang.”“Kalau begitu, jangan harap aku mau menjaga jarak dengan dokter Pram!”Doni, tidak bisa bicara. Dia lebih memilih untuk menjauhi dan memutuskan hubungan dengan Mawar, dari pada harus melihat Rani berdekatan dengan Pram.Dia tidak mau semua mimpi buruknya dulu terulang kembali.“Mas, ti
Baca selengkapnya

Mengaku salah.

“Bagaimana ini, Bu. Semua tidak mau dengan apa yang Bu Rani sarankan. Haruskah_”“Tidak usah, Bu. Kita pakai cara ambil suara saja, dan karena tadi banyak yang menyetujui, kita ambil kesimpulan saja, kalau kita tetap tidak mengizinkan untuk membawa mobil pribadi.”“Baiklah. Kalau begitu, nanti Saya bagikan suratnya lewat grup.”Rani tersenyum, “terima kasih, Bu. Kalau begitu Saya pamit undur diri.”“Silakan, Bu. Terima kasih atas kerja samanya.” “Sama-sama, Bu.” Rani menerima uluran tangan Bu Ira dan pergi untuk menemui Fania yang tengah bersama satpam sekolah.“Mamaaah!” Fania berlari menghampiri Rani yang tersenyum sambil merentangkan tangan.“Kamu keluar dari tadi, Sayang?”Fania menggeleng, “baru saja, Mah.”“Ok. Sekarang kamu mau ke mana? Apa mau langsung pulang, atau kita_”“Papaaah!” Fani kembali menghampiri Doni yang baru saja datang.“Aduuuh, ternyata Papahnya Fania itu sangat mengerikan.”Rani mengerutkan kening ketika mendengar ucapan salah satu wali murid yang terus men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status