Home / Pernikahan / Dinikahi Mantan Sepupu / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Dinikahi Mantan Sepupu: Chapter 11 - Chapter 20

48 Chapters

Bab 11. Menyusul

Doni menatap Pram yang menyeringai. Dia mendengus melihatnya.“Kamu dengarkan apa yang Mamih katakan, Don?”“Iya, Mamih. Doni dengar.”“Syukurlah. Sekarang cepat bawa Mawar pulang, ini sudah malam.” Doni mengangguk.“Oh, iya, Bang. Bisa minta nomor Rani, tidak?”“APA!” Doni menatap Pram dentang permusuhan.Pram kembali menyeringai, “kalau memang tidak boleh, tidak apa. Aku bisa cari cara yang lain untuk mendapatkannya.”“Kamu jangan coba-coba_”“Makanya, Mamih sudah bilang kan, cepat pilih salah satunya.”“Betul, tuh Mam!” Sahut Pram dengan seringai licik.Doni kembali mengepalkan tangan, ingin sekali dia menonjok wajah Pram, tapi sayang, saat ini ada sang Mamih. Mamih tidak tahu di balik ke akrabkan mereka berdua ada sebuah lubang besar yang sukar untuk tertutup.Namun, mereka sepakat un
Read more

Bab 12. Panggilan Menyeramkan

Doni langsung membekap Rani dengan ciuman, tanpa memedulikan orang lain yang melihat kelakuannya.“emmmh!” Rani memukul dada Doni karena kehabisan nafas.“Apa ... yang  ... An, Mas lakukan!” Rani bicara dengan nafas yang tersengal-sengal.“Non Rani tidak apa?” Pak satpam menegur ketika dia sadar dari sok.“Apa perlu Saya_”Rani menggeleng, “tidak apa-apa, Pak. Dia_”“Saya calon suaminya, jadi bisakah Saya membawanya malam ini?” Doni maju sembari menggenggam tangan Rani.“Oooh, calon suami. Tapi, maaf Den. Bapak tidak bisa mengizinkan_”“Bapak, jangan takut, Saya membawanya ke rumah ujung!” Doni menunjuk jalan sebelah kanan darinya sekarang.Satpam terkejut karena, rumah ujung adalah rumah paling besar, dan itu dihuni oleh seorang laki-laki yang begitu dermawan. Seluruh penghuni di kawasan itu pasti kenal dengannya pun men
Read more

Bab 13. Menetapkan Pilihan

“Maaf, karena waktu itu ada sesuatu yang terjadi dengan Mawar, sehingga Saya mengabaikan pesan darimu. Emmmh ... soal pesan itu, karena Saya ...”“Dadar laki-laki berengsek! Tidak punya pendirian, sudah janji mau nikahi orang malah ngajak nikah!”Doni tertegun dengan apa yang Rani katakan, dia menatap Rani dan semakin terkejut ketika melihat Rani tertidur.Dia mengulum senyum dan menatap Rani yang mendengkur halus.“Dasar kamu! Sebegitu kecewakah kamu sama Saya, dalam mimpi pun masih bisa memaki.” Doni mengusap pipi Rani, dan cepat-cepat keluar dari mobil.Doni membawa Rani masuk, setelah seseorang membukakan pintu.“Lo menculik anak orang!” Dia menatap terkejut.“Berisik! Kamarnya sudah siap, bukan?”“Yaaa, seperti yang Tuan inginkan.” Ucapnya mengejek.Doni masuk menuju kamar yang biasa dia gunakan ketika datang ke rumah tersebut.Setelah me
Read more

Bab 14. Ternyata Keluarga Angkuh

Tori menyusul Rani setelah melihat mobil yang membawa Rani pergi dan tidak terlihat lagi. Dia langsung menemui Rani yang saat ini tengah melipat baju.Tori mengerutkan kening, dia tahu, kalau baju yang Rani pakai, bukanlah baju biasa yang ada di pasaran.Tori hafal, kalau itu baju brend ternama yang harganya di atas rata-rata.“Tadi aku ke kos-an, tapi kata Pak satpam kamu tidak ada. Semalam ada yang menjemput.”Rani berhenti sejenak, menghirup udara dengan kasar dan mengangguk.“Apa dia laki-laki_”“Mas Doni, namanya Mas Doni, Tor.”“Ok, aku tidak butuh itu, yang jadi pertanyaan sekarang, kenapa dia menjemputmu malam-malam?”Rani mengusap wajah, sepertinya dia tidak bisa lagi merahasiakan semua itu. Dia harus cepat membicarakan semua itu dengan Tori, supaya tidak menimbulkan masa.“Oh, ya. Tadi Tante menelepon, katanya besok mau datang ke kos-an.”Rani m
Read more

Bab 15. Akan Saya balas kamu!

Doni mengikuti ojek online yang membawa Rani pulang. Dia terus memperhatikan Rani yang menangis.“Sial! Sebenar apa yang terjadi!” Doni sudah tidak tahan lagi, akhirnya Doni menyejajarkan mobilnya dengan ojek online tersebut.“Bang, bisa berhenti sebentar?” Teriak Doni sembari tetap melajukan mobil.Bang ojol bukannya berhenti, tapi malah menambah kecepatan. Dia dengan segera meminta bantuan pada temannya, karena merasa nyawanya terancam.Apalagi jaman sekarang banyak perampok yang akal bulusnya semakin menjadi.“Bang, bisa menepi dulu! Saya ada perlu pada penumpang Abang!” Doni kembali berteriak, membuat Bang ojol semakin menarik pedal gas.“Sial!” Doni kembali memaki dan terus mengebut mengejar ojek online yang Rani tumpangi.Rani yang merasa aneh dengan ojek online yang makin cepat, langsung menegur.“Bang, kenapa cepat sekali?”
Read more

Bab 16. Tunggu Pembalasan, Saya!

Rani bersenandung dengan bahagia. Dia tengah membuat bakso yang resepnya dia dapat dari Mang Ujang penjaja bakso keliling.Rani ingin memberikan bakso ini pada Fania, walaupun awalnya ingin dia makan sendiri.“Ya ampuuun! Harusnya aku memisahkan semua sayuran ini.” Rani mendesah kecewa dengan apa yang dia lakukan.“Ini biar aku makan di mobil saja nanti. Yang buat Fania aku bawa terpisah saja.” Rani mengangguk, tersenyum dengan ide miliknya.Karena tengah semangat menyiapkan semuanya, Rani tidak menyadari kalau Doni sudah menunggunya depan kos.“Aaah, akhirnya selesai. Aku mau mandi dulu.” Rani mencium tuhunya sendiri.“Sebenarnya tidak bau, sih. Tapi, masa iya, bertemu dengan Mas Doni tanpa mandi dulu.” Rani cekikikan dengan apa yang dia pikirkan.“Kamu bikin apa?”“Eh, mamah!” Rani terlonjak, “ketika mendapati orang yang bertanya.  &ldq
Read more

Bab. 17. Taruhan

Setelah merasa tenang, Rani mengurai pelukan.“Terima kasih.” Tangannya mengusap jejak air mata dan ingus.“Sudah tenang?” Doni menatap.Anggukan Rani terlihat lemah, dia melirik baju yang Doni pakai, “baju Mas, jadi basah, dan ... dan ada ingusnya. Nanti Rani cucikan.” Rani memalingkan wajah dan menutup mata malu, dengan apa yang dilakukan.“Sekalian saja dengan baju kotor yang ada di rumah Saya!”“Yeeey! Dikasih hati malah minta jantung! Yang aku kotorin kan Cuma baju yang Mas pake, masa jadi semua.”“Lagian, kamu itu ada-ada saja! Membuat Saya malu.” Doni kembali menatap ke jalanan.Rani mengerutkan kening, menoleh, “maksud Mas?”“Seperti orang miskin! Baju kotor, di cuci sendiri, kan ada ART dan Loudry. Ngapain Saya perkerjakan mereka kalau masih pake tangan sendiri!”Rani mendengus, kembali kesal dengan sifat Don
Read more

Bab 18. Terbentur kenyataan

Rani tidak percaya dengan apa yang dia lihat, di depannya sudah terpampang layar besar yang memperlihatkan detik-detik peluit panjang tanda permainan akan segera di mulai.“Mas, ini_”“Supaya seru, mereka akan menjadi saksi taruhan kita. Mas, harap kamu tidak mengingkari janji.”Panggilan Doni sudah berubah, dia menyebut dirinya dengan kata Mas. Membuat Rani malu, dan tersipu.“Kenapa, apa Saya harus_” Rani menutup mulut Doni.“Aku senang, Mas sudah mulai baik.”“Itu harus, karena sebentar lagi kita akan menikah, sesuai taruhan kita.”Rani menelan ludah, dia gugup, dengan apa yang akan terjadi nanti.“Jangan gugup, nikmati saja semua. Tapi Mas yakin, Mas yang akan menang.” Bisikan itu membuat Rani semakin tegang.Namun, setelah peluit panjang terdengar, Rani melupakan semua dan masuk jauh dengan situasi riuh para penonton.Pertandingan selesai membuat Rani menurunkan pundak. Dia menatap Doni yang melipat tangan dan memperlihatkan kesombongannya.“Ayo kita pulang, besok kita siapkan_”
Read more

Bab 19. Fania Sang Penyelamat

Rani terdiam dia lebih memilih mengalah dengan tidak bicara lagi setelah melihat keseriusan Doni. “Jangan pernah mencari cara untuk menggagalkan perjanjian kita dengan otak kecil ini!” Rani menghembuskan nafas dan akhirnya turun setelah mereka sampai di depan rumah. “Jangan berharap ada yang menyambut orang rumah, karena mereka pasti sudah tidur.” Doni berucap ketika melihat Rani melihat sekeliling. “Aku lebih suka seperti ini!” Rani mendengus. “Lagian, siapa yang berharap di sambut.” Doni tersenyum, merangkul Rani untuk berjalan masuk. “Mas, lepaskan. Tidak enak_” “Mamih kira Fania berbohong.” Rani buru-buru melepaskan rangkulan Doni. “Eh, Tante. Maaf, Rani bertamu malam-malam.” Mamih Doni tersenyum, “tidak apa. Kamu sudah makan?” “Sudah, Tante.” “Syukurlah. Kalau begitu, Ran. Kita bicara besok saja, ya. Tante mengantuk.” “Eh, iya, Tanten. Sil
Read more

Bab 20. Salah mencari teman

“Mudah-mudaaan Fania tidak bicara_”“Bicara tentang apa_ Kamu belum mandi juga!”Rani mendongak, “kiyaaa! Apa yang Mas lakukan di kamarku!” Rani terkejut sampai dia kepala terbentur tempat tidur.“Awh!” Rani meringis dan melihat Doni dari ujung mata.Bibirnya mengerucut, “biasanya laki-laki akan sigap menolong, kaya di novel-novel, begitu. Ini, malah diam saja.”“Itu salah kamu, karena tidak hati-hati. Lagian, Mas bukan laki-laki di novel, yang lebay dan terus-menerus ngurusin wanita tanpa bekerja. Ingaaat, kita itu hidup bukan cuma butuh pendamping, tapi juga butuh uang.”“Tapi apa salahnya perhatian, lagian, uang tidak akan di bawa mati.” Rani masih cemberut dan kesal.Doni mendengus, menyentil kening Rani, “uang memang tidak dibawa mati, tapi seseorang tanpa uang akan mati. Memangnya, kebutuhan untuk hidup itu gratis! Yaaa, kecuali, kalau kamu
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status