All Chapters of Istri yang Kau Selingkuhi Ternyata Anak Pewaris: Chapter 141 - Chapter 150

230 Chapters

Bab 141. Jangan Merasa sendiri

"Kalau kamu nggak sama aku, maka siapapun juga tak boleh memilikimu Anisa!" ucapnya lagi setengah berteriak, membuat aku dan Dania terperangah, kami saling pandang. Jujur aku bergidik ngeri melihat Mas Adrian, dia sangatlah berbeda. Aku seperti tak mengenalinya lagi."Mas nyebut Mas!" sentak Dania.Tiba-tiba tangan Mas Adrian mencengkeram tanganku, meski kedua tangannya di borgol tapi tetap saja cengkraman tangannya kuat dan membuat tanganku sakit."Mas sakit Mas, lepas!" Aku berusaha melepaskan tanganku tapi sulit.Hingga tiba-tiba petugas datang dan membantuku melepaskan tangan Mas Adrian."Maaf waktu kunjungan sudah habis," ucap laki-laki berseragam biru muda itu."Anisa! Kamu hanya milikku Nisa!" Masih bisa kudengar teriakan Mas Adrian saat di bawa oleh petugas masuk.Aku dan Dania kembali saling pandang. Kini Dania tampak begitu syok melihat kondisi kakaknya. Entah mengapa aku merasa Mas Adrian seperti orang yang psikologisnya terguncang. Sedalam itukah rasa penyesalan di hatin
Read more

Bab 142. Santai di rumah

Tapi baru saja kaki ini menapaki lantai dua, aku dibuat tercengang mendengar suara Dania yang tengah berbincang dengan seseorang melalui sambungan telepon."Iya Bu. Aku nggak habis pikir sama Mas Adrian, selalu buat ulah." Dania seperti sedang curhat dengan seseorang."Dia selalu bikin masalah, sampai aku tak tahu harus bagaimana lagi."Aku menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan."Apa, maksudnya gimana Bu? Mas Adrian masuk penjara kok tiba-tiba aku di suruh nikah sama anak Ibu. Laki-laki kulkas itu," sungut Dania pada lawan bicaranya di telepon.Berkali-kali Dania membuang napas kasar."Sudah ya Bu Helena, ini aku lagi di rumah Mbak Nisa. Bu Helena nggak usah begitu. Sudah ya Bu, Assalamualaikum."Dania mematikan sambungan teleponnya. "Mbak Nisa!" Tiba-tiba Dania menoleh dan mendapatiku sudah berdiri di belakangnya.Aku menarik senyum untuknya."Ehm, maaf Mbak tadi tetangga, Bu Helena yang telpon. Dia aneh banget, minta aku nikah sama anaknya yang cuek itu, hah! Mal
Read more

Bab 143. Siena datang lagi

"Satu tahun penjara?!" tanyaku yang merasa terkejut."Iya. Memangnya kenapa? Kamu keberatan?""Oh, ya enggak sih, cuma kaget aja tadi, nggak nyangka aja tadi," ucapku yang memang tadi sempat kaget mendengar kabar ini"Oh ya sudah. Kamu sudah makan?" tanya Raffi."Sudah, baru aja selesai, ini mau istirahat, mau tidur siang.""Ya sudah, istirahatlah. Aku mau lanjut kerja. Dah ya, Assalamualaikum, Sayang.""Wa'alaikumusalam," jawabku kemudian menekan tombol merah.Usai mengakhiri telepon dari Raffi, aku menengok Dania yang tampak tertegun menatapku."Ehm Dania, apa kau dengar yang tadi Raffi katakan?"Ia mengangguk. Kemudian mengusap wajahnya, dan membuang napas kasar."Ya Allah, Mas, mungkin ini sudah jadi jalan takdirmu, semoga setelah nanti kau keluar nanti kamu bisa berubah, menjadi lebih n lagi," gumamnya lirih, tapi aku masih bisa mendengarnya."Aamiin." Aku menjawab.Dania masuk ke kamar tamu, dan aku naik ke lantai dua, untuk istirahat siang.*Hari terus berganti tak terasa sebu
Read more

Bab 144. Persiapan Pernikahan

"Apa?! Siena ke kantor kamu? Mau ngapain?" Raffi terpekik kaget. Belum tahu dia Siena sudah dua kali ini datang, bahkan kedatanganya yang pertama lebih mencengangkan lagi."Ya, seperti biasa, apa lagi kalau bukan untuk mengumpat diriku. Dan satu lagi, Siena itu kayaknya tergila-gila banget sama kamu, apa kamu yakin akan tetap sama ....""Putri! Kamu ngomong apa sih! Kan aku udah jelasin semuanya, saat aku katakan perasaanku sama kamu, artinya aku sudah tak ada keterikatan hubungan dengan siapapun! Termasuk Siena! Putri, aku juga laki-laki punya perasaan, saat aku bilang sayang, dan memintamu untuk jadi istriku, itu artinya aku sudah benar-benar siap, berkomitmen bersama dengan kamu sampai nanti." Raffi berkata panjang."Jadi tolong, jangan ragukan perasaan ini," ungkapnya lagi."Masalah Siena, itu perasaan dia, dan itu di luar kendaliku. Yang penting hatiku, di hatiku hanya ada kamu, kau mengerti?"Aku tercenung memahami setiap kata yang diucapkan Raffi."Maafkan aku Fi, aku hanya kur
Read more

Bab 145. Dea

"Sudah selesai semua, kita pulang sekarang?" tanya Raffi saat kita bertiga sudah ada di mobil."Kita pulang ke rumah Mama Ya Put, makan malam bareng dulu di rumah, sudah lama kan, kita nggak makan bersama," ucap Tante Maya begitu masuk ke dalam mobil."Oh, iya baik Ma." Aku menjawab."Oke, kita jalan sekarang ya," ucap Raffi kemudian mulai menjalankan mobilnya.Sampai di rumah, ternyata ada sebuah mobil berwarna hitam terparkir di halaman rumah."Ada tamu, Ma?" tanyaku pada Tante Maya."Ehm nggak tahu, Nggak ada telepon dari siapapun sih, eh tapi kok ini kayak mobilnya Tante Syakira ya Fi?" tanya Tante Maya pada Raffi.Sejenak Raffi memperhatikan mobil itu, kemudian mengangguk."Iya Ma, bener ini mobilnya Tante Syakira. Tumben main kesini Ma, ada apa?" Tante Maya hanya menggendikan bahu. Sedangkan aku, sudah langsung badmood mendengar nama itu disebut."Eh baru pada pulang, kami nungguin dari tadi lho!" Suara Tante Syakira dengan ciri khasnya."Hei, Mas Raffi, mentang-mentang sudah
Read more

Bab 146. Perasaan Dea

"Begitu tuh, adik sepupumu selalu begitu," ucap Om Hendrawan pada Tante Maya saat kami berempat sudah di meja makan."Ya, ya sudahlah memang sudah begitu tabiatnya dari dulu, mau gimana lagi.""Memang aneh banget tuh Tante Syakira Ma. Kadang maksa juga buat aku jagain Dea dari dulu, ya aku sih sayang sama Dea sebatas adik, tapi Tante Syakira kayaknya selalu meminta lebih," Raffi ikut menimpali."Kalau Papa mengamati di setiap acara kumpul keluarga, Syakira memang sepertinya menginginkan lebih pada Raffi Ma.""Maksud Papa?""Ya, sepertinya dia itu menginginkan Raffi sama sama Dea."Tiba-tiba Raffi terbatuk mendengar ucapan Papanya."Papa apaan sih, ya nggak mungkin lah, sejak kecil kami main bersama, Raffi anggap Dea seperti adik sendiri masak iya harus sama Dea, nikah gitu maksudnya?" sungut Raffi."Ya, itu sih menurut pengamatan Papa ya Fi! Soalnya dari semua saudara kita cuma dia yang sepertinya ingin menonjolkan Dea untuk menarik perhatian Raffi dan juga kita," jelas Om Hendrawan.
Read more

Bab 147. Teleponan dengan Intan

"Memangnya Dea ngomong apa, sama kamu?""Ya, intinya tuh, dia bilang aku nggak pantes bersanding sama kamu, yang dia lebih pantes bersanding sama kamu," ucapku jujur teringat perkataan Dea saat acara Anniversary Tante Maya dan Om Hendrawan kala itu.Raffi hanya menghela napas."Tak perlu terlalu di dengarkan, Dea memang seperti itu, aku juga nganggap dia selayaknya adik sepupu, tak lebih."Aku mengangguk percaya dengan kata-kat Raffi.Tak berapa lama mobil telah sampai di pelataran rumahku. Rumah minimalis yang memang tak ada pagar, sengaja biar terlihat luas jika loss seperti ini."Langsung istirahat ya. Aku langsung balik, Assalamualaikum," Raffi langsung pamit pulang karena hari sudah malam."Wa'alaikumusalam. Hati-hati ya." Aku mengangguk, menunggu mobilnya berlalu.Ia tersenyum, senyuman manis yang entah mengapa akhir-akhir ini aku merasa senyumannya itu berbeda, begitu manis dan menawan. Ada rasa bahagia tersendiri melihatnya senyuman itu. Ah, apa ini yang dinamakan cinta.Begi
Read more

Bab 148. Hari Bahagia

Setelah ngobrol cukup lama dengan Intan melalui sambungan telepon, akhirnya aku pun memejamkan mata ini, menyambut mimpi.*Tak terasa hari pernikahanku dengan Raffi tinggal seminggu lagi, undangan sudah mulai di sebar pada teman, kerabat, rekanan bisnis kami, semua persiapan sudah hampir 100% rampung, tinggal menunggu hari H yang telah di tentukan.Acara akan digelar di sebuah ballroom salah satu hotel besar di Jakarta. Semua biaya yang keluar juga tak sedikit, aku maupun Raffi, kami sama-sama menggelontorkan dana pribadi, dari Om Hendrawan dan Tante Maya juga memberikan jumlah yang cukup fantastis."Apa kita terlalu berlebihan?" tanyaku saat di perjalanan pulang ke rumah."Aku rasa enggak. Tak apalah sekali seumur hidup, toh ini kemauan Papa dan Mama, aku sama kamu hanya nambahin untuk kekurangannya.Aku mengangguk. Memang Om Hendrawan orang cukup terkenal dalam kalangan bisnis tentu dia akan membuat acara yang mewah tentunya, untuk mengundang para relasi bisnisnya. Banyak para pe
Read more

Bab 149. Ijab Kabul

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Raffi Hendrawan bin Hendrawan dengan Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan Mas kawin emas seberat sepuluh gram dan uang tunai sebesar lima juta rupiah di bayar TUNAI!""Saya terima nikah dan kawinnya Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan mas kawin tersebut TUNAI!"sepenggal kalimat ijab kabul di yang diucapkan oleh Wali hakim, dan langsung di jawab oleh Raffi dengan lancar dalam satu kali tarikan napas. Sebelumnya aku sudah mencoba untuk mendatangi Om Aksa, mengingat hanya beliau satu-satunya orang yang dari garis keturunan Bapak. Tapi beliau menolak.Ternyata Om Aksa belum juga berubah meski kondisinya sekarang mendekam dibalik jeruji besi, sikap angkuh dan sombongnya masih saja melekat pada dirinya."Apa? Menjadi wali atas pernikahanmu? Apa aku tak salah dengar?" tanyanya sambil tertawa, saat beberapa waktu lalu aku berkunjung ke lapas tempatnya di tahan."Om, aku datang kemari karena aku menghargaimu sebaga
Read more

Bab 150. Lingerie

Aku mengerenyit menerima sepucuk amplop putih dari Dania."Aku turun dulu ya Mbak, sekali lagi selamat ya Mbak." Aku mengangguk tersenyum."Assalamualaikum Mbak, selamat ya akhirnya Mbak Nisa bertemu dengan orang yang tepat." Mas Fariz melangkah maju dan kami bersalaman."Iya Mas Faris, terimakasih ya. Ehm, aku baru tahu kalau Mas Faris kenal sama Dania," ucapku."Ah ya, aku pun baru tahu kalau ternyata Dania adalah adiknya Mas Adrian." Mas Faris tersenyum, dan menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi."Memang dunia sangat sempit ya Mas Fariz, gimana kabar Bu Salma, saya minta maaf tidak sempat memberikan undangan ke Bu Salma, sampaikan salam saya untuk beliau."Mas Faris mengangguk. "Memang kalau sudah jalannya semua pasti berlalu ya Mbak Nisa, bahkan Allah menggantinya dengan berlipat-lipat kebahagiaan. Saya turut bahagia.""Iya Mas, Alhamdulillah. terimakasih ya atas doanya. Allah tak kan pernah tidur dan janji Allah itu pasti, setiap kebaikan, kejelekan, pasti akan ada balasan
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
23
DMCA.com Protection Status