"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Raffi Hendrawan bin Hendrawan dengan Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan Mas kawin emas seberat sepuluh gram dan uang tunai sebesar lima juta rupiah di bayar TUNAI!""Saya terima nikah dan kawinnya Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan mas kawin tersebut TUNAI!"sepenggal kalimat ijab kabul di yang diucapkan oleh Wali hakim, dan langsung di jawab oleh Raffi dengan lancar dalam satu kali tarikan napas. Sebelumnya aku sudah mencoba untuk mendatangi Om Aksa, mengingat hanya beliau satu-satunya orang yang dari garis keturunan Bapak. Tapi beliau menolak.Ternyata Om Aksa belum juga berubah meski kondisinya sekarang mendekam dibalik jeruji besi, sikap angkuh dan sombongnya masih saja melekat pada dirinya."Apa? Menjadi wali atas pernikahanmu? Apa aku tak salah dengar?" tanyanya sambil tertawa, saat beberapa waktu lalu aku berkunjung ke lapas tempatnya di tahan."Om, aku datang kemari karena aku menghargaimu sebaga
Aku mengerenyit menerima sepucuk amplop putih dari Dania."Aku turun dulu ya Mbak, sekali lagi selamat ya Mbak." Aku mengangguk tersenyum."Assalamualaikum Mbak, selamat ya akhirnya Mbak Nisa bertemu dengan orang yang tepat." Mas Fariz melangkah maju dan kami bersalaman."Iya Mas Faris, terimakasih ya. Ehm, aku baru tahu kalau Mas Faris kenal sama Dania," ucapku."Ah ya, aku pun baru tahu kalau ternyata Dania adalah adiknya Mas Adrian." Mas Faris tersenyum, dan menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi."Memang dunia sangat sempit ya Mas Fariz, gimana kabar Bu Salma, saya minta maaf tidak sempat memberikan undangan ke Bu Salma, sampaikan salam saya untuk beliau."Mas Faris mengangguk. "Memang kalau sudah jalannya semua pasti berlalu ya Mbak Nisa, bahkan Allah menggantinya dengan berlipat-lipat kebahagiaan. Saya turut bahagia.""Iya Mas, Alhamdulillah. terimakasih ya atas doanya. Allah tak kan pernah tidur dan janji Allah itu pasti, setiap kebaikan, kejelekan, pasti akan ada balasan
Tok! Tok! Tok!"Put! Kamu baik-baik saja? Kok lama banget di dalam?"Suara Raffi mengagetkanku."Ah, iy Fi, aku baik-baik saja, sebentar ya.""Oke. Aku kira kamu kenapa-napa dalam lama banget."Aku menyahut dari dalam, walau sebenarnya aku masih mondar mandir kebingungan di dalam kamar mandi.Sesaat hening, sepertinya Raffi sudah tak ada di depan pintu kamar mandi lagi. Aku tak menyerah, aku coba lagi mencari baju yang bisa kukenakan, koper yang masih berantakan karena isinya sudah berceceran di lantai kamar mandi. Biarlah, untung saja ini kamar mandi kering, bagian basah ada agak kedalam, tertutupi oleh pintu kaca.Akhirnya aku mengenakan yang berwarna salem, masih jenis lingerie juga, berbahan satin silk akan tetapi model kimono. Okelah tak terlalu terbuka. Mini dress dengan bahu terbuka tapi lebih baik karena ada kimono yang menutupi bahu dan dada, dan ada tali yang bisa di ikat ke depan.Aku memasukkan kembali semua baju yang tadi keluar dari koper, kemudian menutupnya. Aku mulai
"Permisi! Pesanan makanan atas nama Ibu Putri." Terdengar suara seorang petugas hotel di ambang pintu.Oh ya, aku baru ingat tadi aku sempat menghubungi petugas hotel memesan makanan untuk makan malam kami, aku lupa menyampaikannya pada Mas Raffi."Sayang, kamu pesan makanan?" teriak Mas Raffi padaku."Iya Mas," sahutku dengan sedikit berteriak dari dalam."Iya, Mas, Istri saya yang pesan, terimakasih ya." sayup-sayup terdengar suara Mas Raffi pada petugas hotel. Kemudian suara pintu di tutup kembali dan Raffi masuk sambil mendorong troli makanan."Kamu tau aja kalau aku juga sudah lapar banget," ucap Raffi setelah melihat makanan yang tertata rapi di atas meja troli makanan itu."Tau lah, aku juga kan lapar." Aku bangkit berdiri dan mulai menyiapkan nasi serta lauk pauk untukku dan Mas Raffi."Pengertian banget sih, sebelum tempur isi bensin dulu, biar nggak lemes, ya kan, hayoo ngaku," ucap Mas Raffi sambil mendekat dibelakangku. Mulai deh sifat usil dan tukang meledeknya kambuh. Te
Selesai makan, aku membereskan semua bekas makan kami, menumpuk piring jadi satu dan mendorong troli makanan ke dekat pintu, jadi saat nanti petugas hotel datang, bisa langsung membawanya.Sedangkan Mas Raffi masih menatap ke arah luar jendela. Aku menghampirinya."Minum, Mas." Aku menyodorkan satu gelas minuman jeruk hangat padanya."Terimakasih.""Kenapa kok ngelamun nggak kayak biasanya," ucapku padanya."Nggak apa-apa. Aku, masih nggak nyangka aja, akhirnya aku bisa sama-sama sama kamu, aku bersyukur, terimakasih ya, sudah mau menjadi istriku, menerima semua kekuranganku," ucapannya, seketika membuat hati ini menghangat."Sama-sama. Aku juga nggak nyangka, kamu itu kan laki-laki yang banyak di gilai perempuan cantik, di kantor, tapi kamu justru memilihku, aku so merasa ....""Merasa apa?""Beruntung. Apalagi aku ini, hanya orang biasa dan ya, yang kamu tahu, aku ini ....""Sssttt! Bagiku kamu itu luar biasa, dan aku suka semuanya yang ada pada dirimu. Bagiku cuma sama kamu hati in
Aku membuka pelan pintu kamar mandi, dan netra ini langsung memindai seluruh kamar. Ternyata Mas Raffi kembali terlelap.Setengah berlari aku menuju nakas mencari mukena untuk salat. Selesai mengenakan mukena, baru aku membangunkan Mas Raffi."Mas bangun, ayo salat subuh dulu, keburu waktunya habis lho," ucapku sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya, ia menggeliat, kemudian pelan-pelan membuka matanya dan menatapku."Kamu udah salat subuh?" Aku mengangguk. Padahal belum, tentu aku menunggunya, untuk salat berjamaah bersama.Dahinya mengernyit."Kok nggak nungguin aku sih," ucapnya berdecak kesal."Hehe, belum kok, aku nungguin kamu, ayo cepetan mandi, aku tunggu." Aku berkata sambil tersenyum, ia pun ikut tersenyum hendak mengelus pipiku.Secepat kilat aku memundurkan kepalaku."Eeitss! Aku sudah wudhu lho! No!" Aku menggerakkan jari telunjukku tanda tak ingin di sentuh karena sudah ada wudhu.Mas Raffi pun segera bangkit, meraih celana pendek yang berada tak jauh dari tubuhnya kemudia
"Oh ini, dari Mas Adrian kemarin yang di titipkan melalui Dania," sahutku.Tapi wajah Mas Raffi seketika berubah, dan langsung mengambil surat itu dari tanganku."Mas, ak–"Raffi tidak merespon, ia langsung membaca isi surat itu.'Annisa, Selamat atas pernikahanmu, semoga Kau bahagia bersama suamimu yang sekarang.Aku selalu berdoa semoga kau selalu sehat dan bahagia.Aku minta maaf, dengan segenap hati, aku minta maaf pernah menyakitimu. Aku adalah orang paling tolol di dunia ini, yang telah menyia-nyiakan bidadari sepertimu. Sekali lagi aku sangat menyesal Nis.Kini setiap detik waktu yang berjalan, aku hanya bisa meratapi semua ini. Penyesalan yang membelenggu jiwa, hingga aku tak bisa berpikir jernih, memaksamu untuk kembali bersamaku. Tapi hal itu kini sudah menjadi hal yang sangat mustahil.Aku minta maaf.Aku ikhlaskan kau berbahagia dengan jalan yang kau pilih sesuai dengan pintamu saat itu. Selamat berbahagia Sayang.Dari lelaki bodoh di masa lalumu.Tertanda Adrian.'"Ikhla
"Eh kok gitu sih Sayang, jangan gitu dong!" Raffi mengejarku.Pintu lift terbuka aku pun langsung masuk. Namun saat pintu lift hampir tertutup kembali, Raffi sudah lebih dulu menyelinap masuk ke dalam."Yank, Kok gitu sih," ucapnya lagi."Biarin! Lagian aku lagi mode serius kamu malah gitu.""Aku kan bercanda, maksud aku pengin bikin kamu tersenyum gitu lho."Aku diam pura-pura merajuk."Please jangan ngambek," ungkapannya sambil berusaha memelukku."Inget lagi di lift nih, jangan sampai ada cctv bisa kena ciduk kita di kira pasangan mesum!" "Biarin, mesum sama istri sendiri juga.""Awas minggir, sempit nih!" Aku sedikit mendorong tubuhnya, untung saja di lift ini hanya ada kami berdua."Jangan gitu dong, cium nih, kalau masih ngambek." Aku makin mendelik menatapnya.Tapi Raffi justru memajukan tubuhnya semakin mendekat."Iya. Iya! Jangan gini ah, malu kalau di lihat orang!" Lagi aku mendorong tubuh kekarnya."Gitu dong, makanya jangan ngambek, ngambek aku cium ntar!"Duh, gini bange