Selesai makan, aku membereskan semua bekas makan kami, menumpuk piring jadi satu dan mendorong troli makanan ke dekat pintu, jadi saat nanti petugas hotel datang, bisa langsung membawanya.Sedangkan Mas Raffi masih menatap ke arah luar jendela. Aku menghampirinya."Minum, Mas." Aku menyodorkan satu gelas minuman jeruk hangat padanya."Terimakasih.""Kenapa kok ngelamun nggak kayak biasanya," ucapku padanya."Nggak apa-apa. Aku, masih nggak nyangka aja, akhirnya aku bisa sama-sama sama kamu, aku bersyukur, terimakasih ya, sudah mau menjadi istriku, menerima semua kekuranganku," ucapannya, seketika membuat hati ini menghangat."Sama-sama. Aku juga nggak nyangka, kamu itu kan laki-laki yang banyak di gilai perempuan cantik, di kantor, tapi kamu justru memilihku, aku so merasa ....""Merasa apa?""Beruntung. Apalagi aku ini, hanya orang biasa dan ya, yang kamu tahu, aku ini ....""Sssttt! Bagiku kamu itu luar biasa, dan aku suka semuanya yang ada pada dirimu. Bagiku cuma sama kamu hati in
Aku membuka pelan pintu kamar mandi, dan netra ini langsung memindai seluruh kamar. Ternyata Mas Raffi kembali terlelap.Setengah berlari aku menuju nakas mencari mukena untuk salat. Selesai mengenakan mukena, baru aku membangunkan Mas Raffi."Mas bangun, ayo salat subuh dulu, keburu waktunya habis lho," ucapku sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya, ia menggeliat, kemudian pelan-pelan membuka matanya dan menatapku."Kamu udah salat subuh?" Aku mengangguk. Padahal belum, tentu aku menunggunya, untuk salat berjamaah bersama.Dahinya mengernyit."Kok nggak nungguin aku sih," ucapnya berdecak kesal."Hehe, belum kok, aku nungguin kamu, ayo cepetan mandi, aku tunggu." Aku berkata sambil tersenyum, ia pun ikut tersenyum hendak mengelus pipiku.Secepat kilat aku memundurkan kepalaku."Eeitss! Aku sudah wudhu lho! No!" Aku menggerakkan jari telunjukku tanda tak ingin di sentuh karena sudah ada wudhu.Mas Raffi pun segera bangkit, meraih celana pendek yang berada tak jauh dari tubuhnya kemudia
"Oh ini, dari Mas Adrian kemarin yang di titipkan melalui Dania," sahutku.Tapi wajah Mas Raffi seketika berubah, dan langsung mengambil surat itu dari tanganku."Mas, ak–"Raffi tidak merespon, ia langsung membaca isi surat itu.'Annisa, Selamat atas pernikahanmu, semoga Kau bahagia bersama suamimu yang sekarang.Aku selalu berdoa semoga kau selalu sehat dan bahagia.Aku minta maaf, dengan segenap hati, aku minta maaf pernah menyakitimu. Aku adalah orang paling tolol di dunia ini, yang telah menyia-nyiakan bidadari sepertimu. Sekali lagi aku sangat menyesal Nis.Kini setiap detik waktu yang berjalan, aku hanya bisa meratapi semua ini. Penyesalan yang membelenggu jiwa, hingga aku tak bisa berpikir jernih, memaksamu untuk kembali bersamaku. Tapi hal itu kini sudah menjadi hal yang sangat mustahil.Aku minta maaf.Aku ikhlaskan kau berbahagia dengan jalan yang kau pilih sesuai dengan pintamu saat itu. Selamat berbahagia Sayang.Dari lelaki bodoh di masa lalumu.Tertanda Adrian.'"Ikhla
"Eh kok gitu sih Sayang, jangan gitu dong!" Raffi mengejarku.Pintu lift terbuka aku pun langsung masuk. Namun saat pintu lift hampir tertutup kembali, Raffi sudah lebih dulu menyelinap masuk ke dalam."Yank, Kok gitu sih," ucapnya lagi."Biarin! Lagian aku lagi mode serius kamu malah gitu.""Aku kan bercanda, maksud aku pengin bikin kamu tersenyum gitu lho."Aku diam pura-pura merajuk."Please jangan ngambek," ungkapannya sambil berusaha memelukku."Inget lagi di lift nih, jangan sampai ada cctv bisa kena ciduk kita di kira pasangan mesum!" "Biarin, mesum sama istri sendiri juga.""Awas minggir, sempit nih!" Aku sedikit mendorong tubuhnya, untung saja di lift ini hanya ada kami berdua."Jangan gitu dong, cium nih, kalau masih ngambek." Aku makin mendelik menatapnya.Tapi Raffi justru memajukan tubuhnya semakin mendekat."Iya. Iya! Jangan gini ah, malu kalau di lihat orang!" Lagi aku mendorong tubuh kekarnya."Gitu dong, makanya jangan ngambek, ngambek aku cium ntar!"Duh, gini bange
Bukannya aku pesimis aku hanya takut tak bisa secepatnya memberikan keturunan untuk keluarga ini. Walaupun hasil pemeriksaan beberapa dokter semuanya mengatakan aku sehat. Kalau aku lihat, Mama Maya dan Papa Hendra dari sudut netra mereka sangat terlihat jelas, mereka begitu mengidamkan kehadiran cucu. *"Sayang kamu kenapa? Kok sejak tadi kayaknya banyak diam?" tanya Mas Raffi. Saat ini kami tengah mengemasi barang-barang kami, akan check out dari hotel, dan malam ini juga kami akan terbang ke pulau Dewata Bali."Aku nggak apa-apa Mas.""Kamu capek? Kalau kamu capek, kita bisa ambil penerbangan besok pagi aja," ucapnya lagi."Oh, enggak kok. Aku nggak apa-apa. Terbang malam ini pun oke."Kami pun sama-sama berkemas memastikan semua barang milik kami berdua sudah semuanya masuk ke dalam koper.Setelah semuanya selesai kami langsung turun, di bawah Papa dan Mama sudah menunggu di lobby."Sudah siap pulang siang ini?""Sudah Ma," sahutku."Nggak ada yang ketinggalan kan?""Nggak ada,
"Sini kamu! Silakan pergi dari sini!" Raffi menarik kuat lengan Siena, dan menyeretnya hingga keluar pintu depan."Ngapain sih kesini, cuma bikin onar! Sudah berapa kali aku bilang, kita sudah selesai! Nggak ada lagi yang harus di bahas! Aku sudah nikah, dan aku mohon kamu jangan ganggu hidupku lagi!" sentak Mas Raffi seraya menghempaskan dengan kasar tubuh Siena."Tega kamu Fi! Kamu tega! Kamu lupa dengan semua yang pernah kita lakukan! Bahkan kamu dulu sangat memujaku. Aku yakin pernikahan kamu dengan perempuan sok suci itu pasti hanya pelarian semata kan? Aku tahu di hati kamu hanya ada aku kan Fi?! Ayolah, sekarang aku sadar, aku datang untuk kembali sama kamu, aku mau kita sama-sama lagi kayak dulu, ayolah Fi, aku janji nggak akan mengulangi kesalahanku. Aku minta maaf, aku khilaf. Sekarang laki-laki yang aku cintai hanya kamu seorang Raffi! Aku cinta kamu Sayang."Aku menajamkan pendengaran dan melihat wanita itu dengan penuh drama menarik simpati Mas Raffi.Benar-benar sudah gi
"Indah banget ya Mas, pemandangannya.""Iya."Salah satu bukti kebesaran Allah, yang menciptakan semua pemandangan yang memukau, bak di dalam lukisan. Sangat indah.Lautan lepas berwarna biru, debur ombak bersahutan, membuat siapapun akan betah berlama-lama di sini, menatap birunya lautan bersamaan dengan semilir angin yang berhembus mengibarkan hijab berwarna abu-abu yang kukenakan.Aku menatap ke bawah, kakiku yang basah oleh air laut karena terbawa ombak, lalu kemudian surut dan disusul lagi oleh ombak yang lain. Begitu terus hingga pasir putih yang lembut dibawah telapak kaki, perlahan makin membenamkan kakiku di bawah sana.Pelan kurasakan satu tangan Mas Raffi merangkul pundakku, kami sama-sama menikmati indahnya ia panorama alam yang begitu indah. Menatap jauh hamparan laut yang luas berpadu dengan birunya langit cerah pagi ini.Lalu Mas Raffi menggandeng tanganku, mengajakku berjalan di sepanjang bibir pantai, menikmati setiap detik waktu yang kelak akan menjadi sebuah memori
"Oh Tuhan, siapa lagi ini?" Aku mengusap wajahku, kemudian menatap wajah suamiku yang masih terlelap dalam damainya.Semoga saja dia bukan siapa-siapa.Aku masih sibuk dengan pikiranku, ketika tiba-tiba Mas Raffi menggeliat, perlahan matanya terbuka dan menatapku yang berada di sebelahnya dengan ponsel miliknya berada dalam genggamanku"Sayang, kamu lagi ngapain?" Ia sedikit terkejut."Enggak ngapa-ngapain. Cuma mau lihat-lihat foto-foto kita tadi di pantai." Aku mengukir senyum untuknya."Oh. Astaghfirullah! Aku belum salat salat dhuhur, jam berapa sekarang?" "Jam dua siang. Salat dulu Mas.""Kamu udah?" tanyanya."Udah, tadi kamu tidur pules banget, aku jadi nggak tega mau bangunin jadi aku salat duluan tadi.""Ya udah nggak apa-apa. Mas mau salat dulu."Ia pun bangun dan berjalan ke kamar mandi.Aku meletakkan kembali ponsel miliknya di atas nakas, biarlah nanti setelah Mas Raffi salat, aku baru akan menanyakan soal wanita yang mengirim pesan padanya.Aku merebahkan tubuhku di pem
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m