"Begitu tuh, adik sepupumu selalu begitu," ucap Om Hendrawan pada Tante Maya saat kami berempat sudah di meja makan."Ya, ya sudahlah memang sudah begitu tabiatnya dari dulu, mau gimana lagi.""Memang aneh banget tuh Tante Syakira Ma. Kadang maksa juga buat aku jagain Dea dari dulu, ya aku sih sayang sama Dea sebatas adik, tapi Tante Syakira kayaknya selalu meminta lebih," Raffi ikut menimpali."Kalau Papa mengamati di setiap acara kumpul keluarga, Syakira memang sepertinya menginginkan lebih pada Raffi Ma.""Maksud Papa?""Ya, sepertinya dia itu menginginkan Raffi sama sama Dea."Tiba-tiba Raffi terbatuk mendengar ucapan Papanya."Papa apaan sih, ya nggak mungkin lah, sejak kecil kami main bersama, Raffi anggap Dea seperti adik sendiri masak iya harus sama Dea, nikah gitu maksudnya?" sungut Raffi."Ya, itu sih menurut pengamatan Papa ya Fi! Soalnya dari semua saudara kita cuma dia yang sepertinya ingin menonjolkan Dea untuk menarik perhatian Raffi dan juga kita," jelas Om Hendrawan.
"Memangnya Dea ngomong apa, sama kamu?""Ya, intinya tuh, dia bilang aku nggak pantes bersanding sama kamu, yang dia lebih pantes bersanding sama kamu," ucapku jujur teringat perkataan Dea saat acara Anniversary Tante Maya dan Om Hendrawan kala itu.Raffi hanya menghela napas."Tak perlu terlalu di dengarkan, Dea memang seperti itu, aku juga nganggap dia selayaknya adik sepupu, tak lebih."Aku mengangguk percaya dengan kata-kat Raffi.Tak berapa lama mobil telah sampai di pelataran rumahku. Rumah minimalis yang memang tak ada pagar, sengaja biar terlihat luas jika loss seperti ini."Langsung istirahat ya. Aku langsung balik, Assalamualaikum," Raffi langsung pamit pulang karena hari sudah malam."Wa'alaikumusalam. Hati-hati ya." Aku mengangguk, menunggu mobilnya berlalu.Ia tersenyum, senyuman manis yang entah mengapa akhir-akhir ini aku merasa senyumannya itu berbeda, begitu manis dan menawan. Ada rasa bahagia tersendiri melihatnya senyuman itu. Ah, apa ini yang dinamakan cinta.Begi
Setelah ngobrol cukup lama dengan Intan melalui sambungan telepon, akhirnya aku pun memejamkan mata ini, menyambut mimpi.*Tak terasa hari pernikahanku dengan Raffi tinggal seminggu lagi, undangan sudah mulai di sebar pada teman, kerabat, rekanan bisnis kami, semua persiapan sudah hampir 100% rampung, tinggal menunggu hari H yang telah di tentukan.Acara akan digelar di sebuah ballroom salah satu hotel besar di Jakarta. Semua biaya yang keluar juga tak sedikit, aku maupun Raffi, kami sama-sama menggelontorkan dana pribadi, dari Om Hendrawan dan Tante Maya juga memberikan jumlah yang cukup fantastis."Apa kita terlalu berlebihan?" tanyaku saat di perjalanan pulang ke rumah."Aku rasa enggak. Tak apalah sekali seumur hidup, toh ini kemauan Papa dan Mama, aku sama kamu hanya nambahin untuk kekurangannya.Aku mengangguk. Memang Om Hendrawan orang cukup terkenal dalam kalangan bisnis tentu dia akan membuat acara yang mewah tentunya, untuk mengundang para relasi bisnisnya. Banyak para pe
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Raffi Hendrawan bin Hendrawan dengan Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan Mas kawin emas seberat sepuluh gram dan uang tunai sebesar lima juta rupiah di bayar TUNAI!""Saya terima nikah dan kawinnya Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan mas kawin tersebut TUNAI!"sepenggal kalimat ijab kabul di yang diucapkan oleh Wali hakim, dan langsung di jawab oleh Raffi dengan lancar dalam satu kali tarikan napas. Sebelumnya aku sudah mencoba untuk mendatangi Om Aksa, mengingat hanya beliau satu-satunya orang yang dari garis keturunan Bapak. Tapi beliau menolak.Ternyata Om Aksa belum juga berubah meski kondisinya sekarang mendekam dibalik jeruji besi, sikap angkuh dan sombongnya masih saja melekat pada dirinya."Apa? Menjadi wali atas pernikahanmu? Apa aku tak salah dengar?" tanyanya sambil tertawa, saat beberapa waktu lalu aku berkunjung ke lapas tempatnya di tahan."Om, aku datang kemari karena aku menghargaimu sebaga
Aku mengerenyit menerima sepucuk amplop putih dari Dania."Aku turun dulu ya Mbak, sekali lagi selamat ya Mbak." Aku mengangguk tersenyum."Assalamualaikum Mbak, selamat ya akhirnya Mbak Nisa bertemu dengan orang yang tepat." Mas Fariz melangkah maju dan kami bersalaman."Iya Mas Faris, terimakasih ya. Ehm, aku baru tahu kalau Mas Faris kenal sama Dania," ucapku."Ah ya, aku pun baru tahu kalau ternyata Dania adalah adiknya Mas Adrian." Mas Faris tersenyum, dan menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi."Memang dunia sangat sempit ya Mas Fariz, gimana kabar Bu Salma, saya minta maaf tidak sempat memberikan undangan ke Bu Salma, sampaikan salam saya untuk beliau."Mas Faris mengangguk. "Memang kalau sudah jalannya semua pasti berlalu ya Mbak Nisa, bahkan Allah menggantinya dengan berlipat-lipat kebahagiaan. Saya turut bahagia.""Iya Mas, Alhamdulillah. terimakasih ya atas doanya. Allah tak kan pernah tidur dan janji Allah itu pasti, setiap kebaikan, kejelekan, pasti akan ada balasan
Tok! Tok! Tok!"Put! Kamu baik-baik saja? Kok lama banget di dalam?"Suara Raffi mengagetkanku."Ah, iy Fi, aku baik-baik saja, sebentar ya.""Oke. Aku kira kamu kenapa-napa dalam lama banget."Aku menyahut dari dalam, walau sebenarnya aku masih mondar mandir kebingungan di dalam kamar mandi.Sesaat hening, sepertinya Raffi sudah tak ada di depan pintu kamar mandi lagi. Aku tak menyerah, aku coba lagi mencari baju yang bisa kukenakan, koper yang masih berantakan karena isinya sudah berceceran di lantai kamar mandi. Biarlah, untung saja ini kamar mandi kering, bagian basah ada agak kedalam, tertutupi oleh pintu kaca.Akhirnya aku mengenakan yang berwarna salem, masih jenis lingerie juga, berbahan satin silk akan tetapi model kimono. Okelah tak terlalu terbuka. Mini dress dengan bahu terbuka tapi lebih baik karena ada kimono yang menutupi bahu dan dada, dan ada tali yang bisa di ikat ke depan.Aku memasukkan kembali semua baju yang tadi keluar dari koper, kemudian menutupnya. Aku mulai
"Permisi! Pesanan makanan atas nama Ibu Putri." Terdengar suara seorang petugas hotel di ambang pintu.Oh ya, aku baru ingat tadi aku sempat menghubungi petugas hotel memesan makanan untuk makan malam kami, aku lupa menyampaikannya pada Mas Raffi."Sayang, kamu pesan makanan?" teriak Mas Raffi padaku."Iya Mas," sahutku dengan sedikit berteriak dari dalam."Iya, Mas, Istri saya yang pesan, terimakasih ya." sayup-sayup terdengar suara Mas Raffi pada petugas hotel. Kemudian suara pintu di tutup kembali dan Raffi masuk sambil mendorong troli makanan."Kamu tau aja kalau aku juga sudah lapar banget," ucap Raffi setelah melihat makanan yang tertata rapi di atas meja troli makanan itu."Tau lah, aku juga kan lapar." Aku bangkit berdiri dan mulai menyiapkan nasi serta lauk pauk untukku dan Mas Raffi."Pengertian banget sih, sebelum tempur isi bensin dulu, biar nggak lemes, ya kan, hayoo ngaku," ucap Mas Raffi sambil mendekat dibelakangku. Mulai deh sifat usil dan tukang meledeknya kambuh. Te
Selesai makan, aku membereskan semua bekas makan kami, menumpuk piring jadi satu dan mendorong troli makanan ke dekat pintu, jadi saat nanti petugas hotel datang, bisa langsung membawanya.Sedangkan Mas Raffi masih menatap ke arah luar jendela. Aku menghampirinya."Minum, Mas." Aku menyodorkan satu gelas minuman jeruk hangat padanya."Terimakasih.""Kenapa kok ngelamun nggak kayak biasanya," ucapku padanya."Nggak apa-apa. Aku, masih nggak nyangka aja, akhirnya aku bisa sama-sama sama kamu, aku bersyukur, terimakasih ya, sudah mau menjadi istriku, menerima semua kekuranganku," ucapannya, seketika membuat hati ini menghangat."Sama-sama. Aku juga nggak nyangka, kamu itu kan laki-laki yang banyak di gilai perempuan cantik, di kantor, tapi kamu justru memilihku, aku so merasa ....""Merasa apa?""Beruntung. Apalagi aku ini, hanya orang biasa dan ya, yang kamu tahu, aku ini ....""Sssttt! Bagiku kamu itu luar biasa, dan aku suka semuanya yang ada pada dirimu. Bagiku cuma sama kamu hati in
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m