"Sudah selesai semua, kita pulang sekarang?" tanya Raffi saat kita bertiga sudah ada di mobil."Kita pulang ke rumah Mama Ya Put, makan malam bareng dulu di rumah, sudah lama kan, kita nggak makan bersama," ucap Tante Maya begitu masuk ke dalam mobil."Oh, iya baik Ma." Aku menjawab."Oke, kita jalan sekarang ya," ucap Raffi kemudian mulai menjalankan mobilnya.Sampai di rumah, ternyata ada sebuah mobil berwarna hitam terparkir di halaman rumah."Ada tamu, Ma?" tanyaku pada Tante Maya."Ehm nggak tahu, Nggak ada telepon dari siapapun sih, eh tapi kok ini kayak mobilnya Tante Syakira ya Fi?" tanya Tante Maya pada Raffi.Sejenak Raffi memperhatikan mobil itu, kemudian mengangguk."Iya Ma, bener ini mobilnya Tante Syakira. Tumben main kesini Ma, ada apa?" Tante Maya hanya menggendikan bahu. Sedangkan aku, sudah langsung badmood mendengar nama itu disebut."Eh baru pada pulang, kami nungguin dari tadi lho!" Suara Tante Syakira dengan ciri khasnya."Hei, Mas Raffi, mentang-mentang sudah
"Begitu tuh, adik sepupumu selalu begitu," ucap Om Hendrawan pada Tante Maya saat kami berempat sudah di meja makan."Ya, ya sudahlah memang sudah begitu tabiatnya dari dulu, mau gimana lagi.""Memang aneh banget tuh Tante Syakira Ma. Kadang maksa juga buat aku jagain Dea dari dulu, ya aku sih sayang sama Dea sebatas adik, tapi Tante Syakira kayaknya selalu meminta lebih," Raffi ikut menimpali."Kalau Papa mengamati di setiap acara kumpul keluarga, Syakira memang sepertinya menginginkan lebih pada Raffi Ma.""Maksud Papa?""Ya, sepertinya dia itu menginginkan Raffi sama sama Dea."Tiba-tiba Raffi terbatuk mendengar ucapan Papanya."Papa apaan sih, ya nggak mungkin lah, sejak kecil kami main bersama, Raffi anggap Dea seperti adik sendiri masak iya harus sama Dea, nikah gitu maksudnya?" sungut Raffi."Ya, itu sih menurut pengamatan Papa ya Fi! Soalnya dari semua saudara kita cuma dia yang sepertinya ingin menonjolkan Dea untuk menarik perhatian Raffi dan juga kita," jelas Om Hendrawan.
"Memangnya Dea ngomong apa, sama kamu?""Ya, intinya tuh, dia bilang aku nggak pantes bersanding sama kamu, yang dia lebih pantes bersanding sama kamu," ucapku jujur teringat perkataan Dea saat acara Anniversary Tante Maya dan Om Hendrawan kala itu.Raffi hanya menghela napas."Tak perlu terlalu di dengarkan, Dea memang seperti itu, aku juga nganggap dia selayaknya adik sepupu, tak lebih."Aku mengangguk percaya dengan kata-kat Raffi.Tak berapa lama mobil telah sampai di pelataran rumahku. Rumah minimalis yang memang tak ada pagar, sengaja biar terlihat luas jika loss seperti ini."Langsung istirahat ya. Aku langsung balik, Assalamualaikum," Raffi langsung pamit pulang karena hari sudah malam."Wa'alaikumusalam. Hati-hati ya." Aku mengangguk, menunggu mobilnya berlalu.Ia tersenyum, senyuman manis yang entah mengapa akhir-akhir ini aku merasa senyumannya itu berbeda, begitu manis dan menawan. Ada rasa bahagia tersendiri melihatnya senyuman itu. Ah, apa ini yang dinamakan cinta.Begi
Setelah ngobrol cukup lama dengan Intan melalui sambungan telepon, akhirnya aku pun memejamkan mata ini, menyambut mimpi.*Tak terasa hari pernikahanku dengan Raffi tinggal seminggu lagi, undangan sudah mulai di sebar pada teman, kerabat, rekanan bisnis kami, semua persiapan sudah hampir 100% rampung, tinggal menunggu hari H yang telah di tentukan.Acara akan digelar di sebuah ballroom salah satu hotel besar di Jakarta. Semua biaya yang keluar juga tak sedikit, aku maupun Raffi, kami sama-sama menggelontorkan dana pribadi, dari Om Hendrawan dan Tante Maya juga memberikan jumlah yang cukup fantastis."Apa kita terlalu berlebihan?" tanyaku saat di perjalanan pulang ke rumah."Aku rasa enggak. Tak apalah sekali seumur hidup, toh ini kemauan Papa dan Mama, aku sama kamu hanya nambahin untuk kekurangannya.Aku mengangguk. Memang Om Hendrawan orang cukup terkenal dalam kalangan bisnis tentu dia akan membuat acara yang mewah tentunya, untuk mengundang para relasi bisnisnya. Banyak para pe
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Raffi Hendrawan bin Hendrawan dengan Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan Mas kawin emas seberat sepuluh gram dan uang tunai sebesar lima juta rupiah di bayar TUNAI!""Saya terima nikah dan kawinnya Annisa Andhara Putri Hadiwijaya binti Hadiwijaya dengan mas kawin tersebut TUNAI!"sepenggal kalimat ijab kabul di yang diucapkan oleh Wali hakim, dan langsung di jawab oleh Raffi dengan lancar dalam satu kali tarikan napas. Sebelumnya aku sudah mencoba untuk mendatangi Om Aksa, mengingat hanya beliau satu-satunya orang yang dari garis keturunan Bapak. Tapi beliau menolak.Ternyata Om Aksa belum juga berubah meski kondisinya sekarang mendekam dibalik jeruji besi, sikap angkuh dan sombongnya masih saja melekat pada dirinya."Apa? Menjadi wali atas pernikahanmu? Apa aku tak salah dengar?" tanyanya sambil tertawa, saat beberapa waktu lalu aku berkunjung ke lapas tempatnya di tahan."Om, aku datang kemari karena aku menghargaimu sebaga
Aku mengerenyit menerima sepucuk amplop putih dari Dania."Aku turun dulu ya Mbak, sekali lagi selamat ya Mbak." Aku mengangguk tersenyum."Assalamualaikum Mbak, selamat ya akhirnya Mbak Nisa bertemu dengan orang yang tepat." Mas Fariz melangkah maju dan kami bersalaman."Iya Mas Faris, terimakasih ya. Ehm, aku baru tahu kalau Mas Faris kenal sama Dania," ucapku."Ah ya, aku pun baru tahu kalau ternyata Dania adalah adiknya Mas Adrian." Mas Faris tersenyum, dan menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi."Memang dunia sangat sempit ya Mas Fariz, gimana kabar Bu Salma, saya minta maaf tidak sempat memberikan undangan ke Bu Salma, sampaikan salam saya untuk beliau."Mas Faris mengangguk. "Memang kalau sudah jalannya semua pasti berlalu ya Mbak Nisa, bahkan Allah menggantinya dengan berlipat-lipat kebahagiaan. Saya turut bahagia.""Iya Mas, Alhamdulillah. terimakasih ya atas doanya. Allah tak kan pernah tidur dan janji Allah itu pasti, setiap kebaikan, kejelekan, pasti akan ada balasan
Tok! Tok! Tok!"Put! Kamu baik-baik saja? Kok lama banget di dalam?"Suara Raffi mengagetkanku."Ah, iy Fi, aku baik-baik saja, sebentar ya.""Oke. Aku kira kamu kenapa-napa dalam lama banget."Aku menyahut dari dalam, walau sebenarnya aku masih mondar mandir kebingungan di dalam kamar mandi.Sesaat hening, sepertinya Raffi sudah tak ada di depan pintu kamar mandi lagi. Aku tak menyerah, aku coba lagi mencari baju yang bisa kukenakan, koper yang masih berantakan karena isinya sudah berceceran di lantai kamar mandi. Biarlah, untung saja ini kamar mandi kering, bagian basah ada agak kedalam, tertutupi oleh pintu kaca.Akhirnya aku mengenakan yang berwarna salem, masih jenis lingerie juga, berbahan satin silk akan tetapi model kimono. Okelah tak terlalu terbuka. Mini dress dengan bahu terbuka tapi lebih baik karena ada kimono yang menutupi bahu dan dada, dan ada tali yang bisa di ikat ke depan.Aku memasukkan kembali semua baju yang tadi keluar dari koper, kemudian menutupnya. Aku mulai
"Permisi! Pesanan makanan atas nama Ibu Putri." Terdengar suara seorang petugas hotel di ambang pintu.Oh ya, aku baru ingat tadi aku sempat menghubungi petugas hotel memesan makanan untuk makan malam kami, aku lupa menyampaikannya pada Mas Raffi."Sayang, kamu pesan makanan?" teriak Mas Raffi padaku."Iya Mas," sahutku dengan sedikit berteriak dari dalam."Iya, Mas, Istri saya yang pesan, terimakasih ya." sayup-sayup terdengar suara Mas Raffi pada petugas hotel. Kemudian suara pintu di tutup kembali dan Raffi masuk sambil mendorong troli makanan."Kamu tau aja kalau aku juga sudah lapar banget," ucap Raffi setelah melihat makanan yang tertata rapi di atas meja troli makanan itu."Tau lah, aku juga kan lapar." Aku bangkit berdiri dan mulai menyiapkan nasi serta lauk pauk untukku dan Mas Raffi."Pengertian banget sih, sebelum tempur isi bensin dulu, biar nggak lemes, ya kan, hayoo ngaku," ucap Mas Raffi sambil mendekat dibelakangku. Mulai deh sifat usil dan tukang meledeknya kambuh. Te