Home / Pernikahan / ANAK TUKANG CUCI PIRING / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of ANAK TUKANG CUCI PIRING : Chapter 1 - Chapter 10

63 Chapters

Salah Sasaran?

"Euis, piring di belakang sudah numpuk, tuh!" ucap nenekku pada ibu, yang tak lain tak bukan adalah mertuanya. "Iya, Bu. Euis cuci sebentar lagi." Seraya mengukir senyum ibuku menjawab. "Kok sebentar lagi? Nanti kalau ada tamu yang datang lagi mau makan pakai apa?" sahut nenek terdengar kesal, padahal beliau tahu sendiri ibuku sedang sibuk membungkus makanan, itu pun atas perintahnya. "Biar Imas saja yang cuci piring, Nek." Aku menimpali. "Ya sudah, cepetan! Tuh, udah ada tamu lagi di depan!" sungutnya, kemudian kembali pergi ke ruang depan. "Biar Ibu saja, Mas." Ibu menahan lenganku untuk tidak beranjak. "Nggak apa-apa, Bu. Ibu selesaikan saja dulu pekerjaan ini." "Tapi cucian piringnya banyak, Imas. Sudah, biar Ibu saja." Aku menggeleng, lantas melepas pegangan Ibu dengan lembut. "Sudah, Bu. Nggak apa-apa." Aku mengulas senyum, sementara Ibu hanya terlihat pasrah. Tanpa menunggu lama, aku pun berjalan ke arah belakang, tepatnya keluar dapur, menyambangi tempat khusus cuci
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Hinaan Neneng

"Imas? Imas siapa, Azzam?" kata Pak Suryana membuat beberapa orang menolehku, termasuk Ibu. "Ya Imas putrinya Pak Muslihin, Pak. Bukan Neneng." Kang Azzam menjawab dengan ekspresi wajah yang tak bisa kujelaskan. "Jangan ngawur kamu, Zam. Pak Muslihin itu cuma punya satu putri, yaitu Nyai Neneng. Anak bungsunya Hasbi, masih kelas satu MTs. Benar begitu bukan, Pak?" tandasnya seraya menatap Wa Muslihin, membuat semua orang saling berbisik hingga keadaan terasa riuh kembali. "Betul, Pak." "Tuh, dengar!" ucap Pak Suryana cepat. "Tapi ...," ucap Uwa lagi membuat semua menoleh padanya. "Memang, ada nama Imas di sini. Dia anak adik saya." Seraya melirikku Wa Muslihin berujar, otomatis semua mata tertuju padaku yang masih duduk di paling ujung ini. "Maaf, bukannya Imas itu anak Bapak, ya? Dulu sewaktu sekolah, saya sering lihat Imas diantar sama Bapak." Kang Azzam bersuara lagi. Sejenak aku berpikir, sejak kapan dia melihatku sering diantar Wa Emus? Sejak kapan dia tahu namaku? Sunggu
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Neneng Menikah?

“Seharusnya kemarin kamu tidak menampar Neneng, Mas.” Sembari menuangkan teh hangat pada gelas di hadapanku Ibu berujar.“Tapi dia sudah keterlaluan, Bu. Nggak rela Imas kalau dia ngehina orang tua Imas,” kataku seraya menarik gelas, sisa-sisa amarah itu masih terasa di dalam hati ini.“Iya, Neneng memang sudah keterlaluan.” Bapak menyahut seraya mengunyah singkong rebus yang masih hangat.“Tapi bagaimana kalau nanti Kang Muslihin nggak ngajak kamu kerja lagi, Kang? Akang tahu sendiri ‘kan, bagaimana sikap Teh Muniroh? Dia pasti akan tambah benci karena kejadian ini.” “Ya mau bagaimana lagi, Is? Tidak apa-apa jika Kang Emus berhenti ngajak Akang kerja, masih banyak pekerjaan lain di luar sana,” jawab Bapak terdengar begitu enteng.Bapak memang salah satu pekerja di tempat grosir milik Wa Emus, kakak lelaki Bapak itu sebenarnya memiliki sikap yang baik, hanya saja dia memiliki istri dengan perangai buruk menurutku. Tak jarang Wa Muniroh menghasut suaminya itu agar mengeluarkan Bapak d
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Pernikahan Azzam

“Tidak mungkin, Wa. Tiga hari lalu Imas baru saja menerima lamaran Kang Azzam,” ucapku mencoba mengeluarkan suara.“Jangan ngarang kamu, Imas. Orang semalam Azzam dan orang tuanya datang ke sini nentuin tanggal pernikahan dengan Neneng,” jawab Wa Muniroh membuatku semakin tak mengerti.Semalam, katanya? Tapi semalam Kang Azzam masih mengirimiku pesan, bahkan dia berkata akan membelikanku ponsel baru. Tapi, sedari Subuh tadi memang dia tak memberiku kabar. Ada apa sebenarnya? Kenapa semuanya jadi seperti ini.“Imas nggak ngarang, Teh. Tiga hari lalu Azzam memang ke rumah dan meminta jawaban Imas perihal lamaran waktu itu.” Ibu menimpali dengan suara gemetar, sepertinya Ibu juga sama terkejutnya denganku.“Lagi pada ngomongin apa ini?” tanya Nenek yang tiba-tiba datang.“Ini, Bu. Euis sama Imas nggak percaya kalau Neneng sama Azzam bakal menikah, malah bilang tiga hari lalu katanya Azzam ke rumah mereka buat minta jawaban Imas.” Mendengar perkataan Wa Muniroh, Nenek terkekeh cukup lama.
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Tetangga Baru

“Imas, tolong simpan kado-kado ini di kamar Neneng, ya?” Sejenak aku tertegun mendengar perintah Wa Muniroh.“Malah bengong! Ayo simpan ke sana, Imas!” “Tapi kenapa harus sama Imas, Wa? Kenapa nggak sama Uwa saja?” tanyaku langsung, merasa aneh saja dengan perintahnya.“Ih, teu sopan kamu teh, Imas! Disuruh sama orang tua malah nyuruh balik!” ucapnya nyaring.“Justru Imas merasa tidak sopan kalau masuk ke kamar pengantin, Wa.”“Ya bilang permisi saja, atuh. Lagi pula ini masih sore, Neneng sama Azzam belum tidur, pintu kamarnya saja masih sedikit kebuka,” jawabnya membuatku menoleh pada daun pintu yang atasnya terdapat hiasan bunga khas kamar pengantin baru.“Ayo, Imas! Uwa masih banyak tamu di depan, takut keburu pulang!” katanya membuatku memalingkan pandangan dari pintu kamar.Belum sempat aku menjawab, Wa Muniroh menyodorkan beberapa bungkus kado padaku, refleks aku menengadahkan kedua tangan untuk menahan.Wa Muniroh pun kembali pergi ke luar rumah, dari balik kaca jendela yang
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Permintaan Azzam

Belum sempat aku menjawab, Nenek sudah mengambil gulungan kertas yang berada di genggamanku.“Ini dia uang yang aku cari-cari,” ucapnya setelah bend aitu berpindah tangan.“Kamu nemuin di mana?” tanya Nenek.“Dari bantal ini, Nek.” Seraya menunjuk benda empuk itu aku menjawab.“Tadi kamu mau buka, ya? Ngapain?” tanyanya lagi seolah mengintimidasi.“Enggak, Nek. Imas hanya penasaran, soalnya bentuknya aneh.” Aku menjawab lagi dengan jujur.“Aneh bagaimana? Jangan bilang kamu mau ambil uang ini, ya?”“Ya Allah, Nenek bicara apa, atuh? Imas kira itu bukan uang, makanya Imas mau buka. Takutnya ada yang jahil atau apa sama Nenek, habis bentukannya mirip benda milik orang-orang pintar,”“Orang pintar bagaimana maksud kamu, Imas?” “Iya, mirip orang-orang pintar di televisi yang suka main dukun atau punya ajian. Pasti mereka suka punya benda semacam ini.”“Sepertinya kamu terlalu banyak nonton sinetron, Imas. Sudah, lebih baik kamu selesaikan pekerjaanmu!” titahnya dengan tegas, kemudian ber
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

Tawaran Bu Ayu

Suara ketukan pintu tak membuatku ingin beranjak dari kasur berbahan kapas randu ini. Perkataan Kang Azzam dan Teh Neneng masih terus terngiang di telingaku, tajamnya kalimat yang keluar dari mulut mereka terasa merobek hatiku satu-satunya.“Imas?” Suara Bapak terdengar begitu dekat, seharusnya aku mengunci pintu kamar setelah mengambil air wudu untuk salat Magrib tadi.“Jam segini tidur. Sudah salat Isya, kamu?” Sekarang aku bisa menebak kalau Bapak tengah berdiri di samping dipan.“Kata Ibu kamu belum makan.” Mendengar kalimat terakhirnya, sesak di dadaku kembali timbul.Perasaanku benar-benar kacau, mengingat sesuatu yang selalu kami andalkan setiap bulannya hilang begitu saja. Walau hanya sekarung beras, tapi itu sungguh berarti bagi kami semua. Bapak mau pun Ibu tak memiliki sawah seperti kakak dan adiknya, sehingga selama ini kami merasa begitu terbantu dengan adanya bantuan sosial dari pemerintah berupa sembako, terutama makanan pokok.Namun sekarang? Kami benar-benar kehilang
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

Masa Lalu Nenek

“Mau ke mana, Bu?” tanyaku saat melihat Ibu berjalan menuju pintu.“Ini, mau mengembalikan rantang milik Mih Enur. Sekalian ngasih singkong.”“Oh. Rantang bekas makanan itu, ya? Biar Imas saja kalau begitu,” ucapku sembari bangkit dari duduk.“Jangan, Mas. Kamu baru pulang, lebih baik kamu makan sana, Ibu sudah buat telur dadar.”“Tidak apa, Bu. Imas belum lapar,” kataku seraya meraih rantang dan singkong mentah dari tangan Ibu.“Benar tidak apa-apa?” tanya Ibu lagi.“Iya, Bu. Lebih baik Ibu di rumah saja, sebentar lagi ‘kan Ilham pulang sekolah diniyah. Nanti suka nyariin kalau Ibu nggak ada.”“Ya sudah, atuh. Terima kasih ya, Sayang.” Ibu mengusap kepalaku yang masih terbalut kerudung berwarna biru tua.Walau sebenarnya aku masih merasa capek, tapi aku lebih tidak tega jika melihat Ibu lelah. Lagi pula, rumah Mih Enur tidak terlalu jauh, aku masih bisa berjalan kaki untuk sampai ke tempat tinggalnya.“Eh, Imas. Masuk, Neng.” Dengan senyuman rumah, wanita yang tengah menyapu halaman
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

Ibu Untuk Syifa

Selepas Magrib, aku diajak Bapak pergi ke rumah Bu Ayu. Katanya ada pekerjaan lain namun akan lebih baik dilakukan oleh perempuan.“Loh, kirain yang ke sini Bu Euis, Pak.” Bu Ayu berujar saat aku sudah berada di dalam dapur mewah miliknya. Dengan cepat aku menyalami wanita yang sangat anggun itu.“Istri saya sedang buat adonan gorengan untuk jualan besok pagi, Bu. Akhirnya saya ajak anak saya saja. Tidak apa-apa ‘kan, Bu?”“Tidak apa-apa, Pak Mis. Tidak apa-apa. Tapi, saya takutnya Imas kecapekan, dia ‘kan baru pulang kerja tadi sore,” katanya seraya menatapku dan Bapak bergantian, senyumannya yang ramah tak pernah berhenti tersungging.“Tidak, Bu. Imas tidak capek, kok. Alhamdulillah,” jawabku sesopan mungkin.“Jadi merepotkan begini ya, saya. Kalau bukan karena Abidzar, saya tidak akan meminta bantuan Imas atau Bu Euis. Tadi sewaktu pulang kerja, Abidzar tiba-tiba bawa udang, katanya mau dimasakin udang asam manis, tapi saya nggak bisa buatnya.” Bu Ayu terkekeh di ujung kalimat, aku
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

Calon Istri Abidzar

Entah sudah berapa lama aku tidak memainkan ponsel karena tidak memiliki kuota internet, dan hari ini Bu Ayu dengan baiknya memberikan sebuah voucher, katanya imbalan untukku karena sudah mau mengantar Syifa sekolah.Padahal aku melakukannya dengan tulus, yang terpenting aku tidak kehilangan pekerjaan saja. Namun aku sendiri tak bisa menampik rasa bahagia saat menerima hadiah berupa voucher kuota internet yang nominalnya begitu besar, selama hidup aku tak pernah membeli kuota sebesar ini.Beberapa notifikasi masuk, paling banyak adalah dari platform kepenulisan, karena aku memang suka membaca juga iseng menulis cerita berbentuk online jika memiliki kuota. “Siapa, sih?” gumamku seorang diri saat beberapa kali notifikasi masuk dari aplikasi hijau yang digandrungi banyak manusia.Aku tidak memiliki banyak teman, makanya aku jarang membuka aplikasi tersebut. Paling-paling hanya mengecek grup alumni dan selalu setia menjadi silent reader. Tapi notifikasi yang terus menerus membanjiri pon
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status