“Pa, Syifa mau es krim.” Gadis di pangkuanku itu berujar sembari menunjuk pedagang es krim yang berada di depan, padahal kami sudah bersiap hendak pulang.“Iya, boleh.” Pak Abidzar menjawab sambil tersenyum.“Astagfirullah.”“Kenapa, Bi?” tanya ibu mertuaku saat melihat perubahan ekspresi wajah Pak Abi.“Tas Abi masih di balai panitia, Bu. Dompet, ponsel, laptop sama berkas-berkas acara juga ada di sana.”“Ya ampun, Abi. Ya sudah, ayo ambil dulu sana!”“Papa, mau es krim …,” Syifa merengek kembali.“Beli sama Mama, ya?” Aku mencoba membujuk, Syifa menggeleng, sepersekian detik tangisnya meledak. Karena kekecewaannya perihal tak diajak ke Jakarta, Syifa jadi lebih sensitif sekarang.“Kalau begitu biar Imas saja yang ambil.”“Tapi−“ Tangis Syifa semakin kencang, tak memberi kesempatan pada Pak Abi untuk merampungkan perkataannya.Mau tidak mau, aku pun menyerahkan Syifa pada ayahnya. Lantas bergegas pergi ke balai panitia untuk mengambil tas Pak Abi, takutnya ada orang tak bertanggung j
Last Updated : 2023-07-28 Read more