Home / Romansa / Mengandung Pewaris Tuan CEO / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Mengandung Pewaris Tuan CEO: Chapter 31 - Chapter 40

163 Chapters

31. Bantuan Aldo

**“Apa yang akan Mami lakukan? Dia nggak akan mendatangi Inara ke rumah lagi, kan?”Nah, sesudahnya, Gavin kembali dilanda bimbang. Ia berpikir-pikir, mungkinkah kembali pulang untuk mencegah ibunya serta Jessica melakukan hal yang tidak-tidak kepada Inara lagi? Tapi sejak tadi pagi, Gavin sudah bolak-balik dari apartemen ke rumah, kemudian ke kantor. Itu sangat tidak efisien.“Selamat pagi, Pak Gavin.” Suara sapaan pelan mengalihkan atensi pria itu. Ia berujar mempersilahkan masuk, dan sekretarisnya muncul di ambang pintu.“Pak, Gavin, anda sudah ditunggu di ruang meeting oleh jajaran dewan direksi. Meeting evaluasi tahunan kita mulai lima menit lagi.”Oh, sial! Gavin sama sekali lupa bahwa pagi ini adalah jadwal meeting evaluasi tahunan perusahaan. Jelas ia tidak bisa ke mana-mana.“Duluan ke sana, siapkan materinya, aku segera menyusul.” Ia mengiyakan untuk mengusir sekretarisnya secara tidak langsung, sebab berpikir harus melakukan sesuatu untuk mengantisipasi keadaan Inara.“Al
Read more

32. Situasi Sulit

**Inara masih termangu-mangu di depan kaca. Mematai mobil putih Aldo yang baru saja menghilang dari pandangan. Risau rasa hati, namun ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Apa yang membuat Riani dan Jessica datang dengan emosi membara seperti tadi?“Mama ….”Hingga kemudian suara serak Aylin membuat perhatiannya teralihkan. Gadis cilik itu sedang digendong oleh Sara –maid rumahnya– yang tadi ia titahkan untuk mengamankan sang putri kecil.“Aylin? Kenapa minta gendong begitu? Jangan, Nak, turun. Kamu sudah besar, loh.” Inara gegas mengayun langkah mendekati putrinya, mengulurkan tangan untuk mengambil alih Aylin dari tangan pelayan rumahnya.“Mama, kenapa tante yang itu sering mukul Mama? Mama salah apa?”Senyum mengembang di bibir Inara seiring dengan pertanyaan itu. Ia mengusap surai panjang putrinya. “Nggak, Nak. Tante tadi cuma salah paham, jadi marah-marah sedikit. Nggak maksud mukul, kok. Mama nggak apa-apa, tuh.”“Kata Om nggak boleh bohong ….” Aylin mengulurkan tangan u
Read more

33. Menikah Denganku!

**Inara menunggu Gavin pulang dengan cemas. Seharian hanya murung, sejak Sara menunjukkan kepadanya video yang membuat heboh tadi pagi. Hingga hari beranjak senja, perempuan itu hanya duduk diam menunggui putrinya bermain. Pikirannya bagai benang kusut yang sulit terurai.Hingga kemudian deru suara kendaraan yang sudah familiar terdengar di halaman rumah, Inara merasa hatinya mencelos. Bagaimana ia harus bersikap kepada Gavin sesudah ini?Masih berdiam diri saat pintu kamar Aylin dibuka dari luar, Inara menoleh kemudian menunduk.“Inara?”“Y-ya, Pak?”Hela napas Gavin terdengar hingga ke seberang ruangan. Inara masih belum pula berani mengangkat wajah sampai lelaki itu kembali bersuara.“Bisa kita bicara sebentar, Inara? Kamu minta tolong Sara untuk menggantikanmu menemani Aylin.”“Baik, Pak.”“Aku tunggu di kamarku.”Inara mengernyit. Kenapa harus di kamar, sementara rumah ini seluas lapangan dan ada banyak sekali ruangan yang menganggur? Nah, namun perempuan itu terlalu pusing unt
Read more

34. Pernyataan Aldo

** Malam yang sepi, di kediaman prestisius milik keluarga Bagaskara. Aldo menyesap wine berwarna merah pekat dalam gelas kristal di tepi balkon kamarnya yang terletak di lantai tiga. Pandangan pria itu menyapu ke arah depan, di mana hamparan city light yang berkelap-kelip nun di seberang sana. Pria itu melirik sekilas kepada botol kaca Legacy by Angostura yang berdiri dengan angkuh di atas meja. Cairan cokelat kemerahan di dalamnya berkilauan ditimpa cahaya lampu. Menyeringai tipis, ia sama sekali tidak mengira Gavin akan memberikan salah satu koleksinya yang berharga untuknya hanya demi Inara. Revaldo Bagaskara mendenguskan tawa miris. Bayangan perempuan manis dengan dua obsidian bening yang berbinar polos itu memenuhi benaknya dengan tiba-tiba. “Dia memang menarik,” gerutu pria itu sementara sesekali menyesap wine-nya. “Sayang sekali kalau Gavin hanya memakainya sebagai alat pengalihan agar tidak menikah dengan Jessica. Aku pikir perempuan bernama Inara itu pantas mendapatkan pe
Read more

35. Teguh Pendirian

**Gavin masih berdiri dengan mata menyipit penuh rasa curiga. Memandang Aldo yang sama sekali tidak mengubah posisi, tetap duduk manis tanpa sedikitpun rasa dosa. Malah membalas pandangan Gavin dengan senyum lebar yang kurang ajar. “Gue kangen sama Inara, jadi gue datang. Nggak tahu kenapa kok tiba-tiba aja kangen. Seriously, gue nggak mau ngapa-ngapain dan cuma pengen liat dia. Nggak apa-apa, kan? Toh, kalian berdua juga nggak ada hubungan yang mengharuskan gue menjauh.”“Gue sama Inara memang nggak punya hubungan yang mengharuskan lo menjauh, tapi gue nggak suka lihat lo di sini. Jadi better lo pergi aja sana.”“Silakan menyingkir dari hadapan kami kalau anda tidak suka, Tuan Muda. Biar kami lanjutin ngobrol dulu. Tadinya nggak ada lo juga baik-baik aja, kok.”Sekali lagi, Gavin layangkan pandangan penuh kebencian kepada dua yang lain. Dan sekali lagi pula Aldo membalasnya dengan seringai kurang ajar, sementara itu Inara masih tetap menunduk tak berani mengangkat wajah sedikitpun.
Read more

36 Peringatan

**Gavin mendengus dengan jengah saat pintu ruangannya terbuka tanpa diketuk dahulu. Sosok di balik daun pintu itu melenggang masuk dengan raut wajah yang sama seperti biasanya, selalu sumringah seakan baru saja memenangkan lotere.“Kenapa wajah lo selalu penuh tekanan begitu? Kebanyakan beban hidup?” cetus Revaldo Bagaskara seraya menghempaskan dirinya di atas sofa mahal di seberang meja kerja Gavin.“Gue kerja. Bukan kelayapan nggak jelas seperti lo,” tandas Gavin singkat.Aldo terkekeh. “Orang tua gue udah handle bisnis mereka dengan sangat amat baik tanpa bantuan dari gue, pun. Mereka emang sengaja lahirin gue buat beban hidup aja, biar ada asem-asemnya dikit.”Gavin berdecak, sama sekali tidak menghiraukan lelaki yang kini bersandar santai di sofanya sembari mengeluarkan ponsel. Ia tetap fokus pada layar laptopnya yang tengah menampilkan gambar grafik saham warna-warni.Aldo memang adalah putra tunggal dari pasangan Arsa dan Yuki Bagaskara. Bisnis perhotelan yang dimiliki sepasan
Read more

37. Tidak Boleh!

**“Pak Aldo?”Inara melirik dengan gugup kepada kamera pengawas yang dipasang Gavin di atas pintu masuk hari sebelumnya untuk memantau kalau-kalau Riani dan Jessica tiba-tiba datang. Sekarang, kamera itu jelas bisa mengawasi pergerakannya yang sedang bersama Aldo.“Boleh aku masuk? Kemarin aku sudah bilang kalau akan mengunjungimu setiap hari, kan?”“Tidak boleh, Pak. Maaf, sebaiknya Pak Aldo pulang saja.”Pria tampan itu mencebik dengan wajah kecewa. Entah hanya pura-pura, atau memang benar demikian.“Kenapa nggak boleh masuk? Aku hanya ingin lihat kamu, kok. Bukannya yang aneh-aneh.”“Sekarang sudah lihat kan, Pak? Sudah, ya? Saya tutup pintunya, ya?”Aldo kali ini menampakkan seringai yang tampak liar. Membuat Inara hampir bergidik karena ngeri.“Kenapa? Gavin melarangmu, ya?”“Bu-bukan–”“Takut terlihat olehnya lewat sini?” Pria itu menghadap kepada kamera yang terletak persis lurus dengan tempatnya berdiri. Kemudian dengan terang-terangan melambai ke sana. Inara panik seketika.
Read more

38. Desire

**“Bukan begitu, Mama?”Wajah Inara seketika blushing. Merah padam menjalar hingga ke telinga dan leher. Susah payah ia mengendalikan degup jantung yang mendadak bergemuruh tidak karuan, dengan tangan masih membawa nampan berisi gelas jus jeruk.“I-ini jusnya, Pak Gavin. Aylin, kita ke kamar kamu yuk, Nak. Biar Om istirahat dulu. Kasihan Om capek, baru pulang kerja.”Inara letakkan gelasnya di atas nakas, sebelum berbalik dan mengulurkan tangan kepada Aylin. Namun apa yang terjadi, ternyata putrinya menggeleng lirih.“Aylin, jangan begitu. Ayo, sama Mama.”Sekarang, gadis cilik itu menunduk dalam. Dengan suara kecilnya yang lirih, ia bergumam, “Aylin mau di sini sama Om, Mama.”“Aylin lupa, tadi panggilnya gimana?” Gavin justru menginterupsi dengan kata-kata demikian.“Ah, Papa.” Gadis cilik itu tersenyum lebar kepada Gavin hingga matanya menghilang menjadi lengkungan bulan sabit yang cantik, sebelum mengembalikan atensi kepada sang mama. “Mama, mulai hari ini, Aylin akan panggil Om
Read more

39. Berita dan Lelucon

**Astaga, Gavin tidak bisa berhenti. Dengan memejamkan mata rapat, ia menikmati setiap sentuhan dan pagutannya pada bibir Inara. Entah bagaimana Gavin menjelaskan, tapi ia seperti sudah begitu lama menantikan hal ini. Seperti ia bertemu lagi dengan sesuatu yang ia rindukan namun sebab terlalu lama waktu berlalu, ia sudah melupakannya.“Mmhh!”Tapi, ekstasi itu harus terputus paksa saat Inara mendorong dada bidang Gavin kuat-kuat. Kedua matanya yang terbuka lebar tampak memandang satu yang lain dengan panik.“Pak Gavin!” sentak perempuan itu keras, “Ap-apa yang anda lakukan, Pak?”Inara mundur, menjauhi Gavin yang masih terpaku, dengan raut ketakutan. Ia mencengkeram selimut untuk menutup dadanya –yang sebenarnya tidak perlu, karena baju yang Inara kenakan sama sekali tidak kenapa-kenapa.“Ah … maaf.” Gavin mendesah pelan. Separuh isi kepalanya yang tadi melayang terbang sebab bersentuhan dengan Inara belum kembali, membuat pria itu mengerjap beberapa kali dan mengusap wajahnya dengan
Read more

40. Meninggalkan Rumah

**“Pulang? Pulang ke mana, Mama?”Aylin memandang sang ibu dengan kedua manik bulatnya yang berbinar polos. Gadis cilik itu bangkit dari atas karpet dan mendekati Inara yang sedang terdiam dengan wajah keruh.“Apa Mama menangis?”“Nggak, nggak. Mama nggak menangis, kok. Mama baik-baik saja, Nak.” Inara memaksakan sebuah senyuman. Ia mengusap lembut puncak kepala gadis ciliknya.“Mama, kita mau pulang ke mana? Kata Papa kan ini rumah kita?”“Aylin mau ketemu sama Oma LIna, nggak? Kangen nggak sama Oma?”Mata Aylin berbinar mendengar kata-kata Inara.“Ah, Oma? KIta mau ke rumah Oma? Aylin mau, Aylin mau!”Inara mengangguk. Sudah berhasil mengatasi Aylin, jadi ia pikir selanjutnya akan mudah saja.“Tunggu sebentar, Mama ambil baju-baju kamu dulu, ya. Mama bawa secukupnya saja. Besok-besok Mama ambil lagi sisanya.”“Kita menginap di rumah Oma ya, Mama?” Putri kecil itu bertanya dengan raut wajah ingin tahu.“Nggak, Sayang. Kita bukan akan menginap, tapi akan kembali pulang ke sana.”Ayli
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status