Home / Pernikahan / Pengantin Kecil Tuan Xavier / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Pengantin Kecil Tuan Xavier: Chapter 71 - Chapter 80

227 Chapters

Fakta Mengejutkan 2

Xavier menemukan kemejanya yang dulu hilang. Ia pikir jika kemeja itu memang menghilang, sebab ia sudah mencarinya kemana pun tidak ketemu. Dan saat ini, ia sudah mengetahui jika istrinya lah yang menjadi tersangka pencurian kemeja itu. Xavier terkekeh menyadari kebodohannya. Menyuruh seluruh maid di rumahnya untuk mencari kemeja kesayangannya itu. Bahkan Jordhan pun sampai turun tangan, Xavier memeluk hangat kemeja itu yang sudah bercampur dengan wangi dari tubuh Nandini. "Ya Tuhan, mengapa aku tidak menyadari bila ternyata, istriku sendiri yang membawanya. Mungkin kemeja ini yang menjadi penawar rasa rindu Nandini dan bayiku," ucapnya narsis. Abrian menatap Xavier di pintu yang terbuka sedikit. Ia terpaku melihat Xavier yang tengah memeluk kemeja berwarna putih. "Bagaimana Bri?" tanya Xavier begitu ia sadar jika Abrian tengah berdiri di dekat pintu. Abrian menggeleng,"Nihil Vier, sepertinya memang kita belum di takdirkan untuk bertemu dengan Nand
Read more

Bab 72 - Sheinafia Azzalea Romanov

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, meskipun bukan sang istri dan sang putri yang ia dapatkan. Setidaknya apa yang ia miliki saat ini, bisa membuatnya melepaskan rasa rindu pada keduanya. Ya Xavier sudah mempunyai obat penawar bagi keresahan dan rasa gelisahnya. Di dalam mobil, senyum terus terlukis di bibir sexy itu. Abrian pun ikut senang, setidaknya ia mengetahui keadaan adik dan keponakannya dalam keadaan baik-baik saja. Tidak kekurangan apapun. "Pencarian kita apa masih akan lanjut Vier?" tanya Abrian serius. Xavier diam. Tidak langsung menjawab ucapan sahabatnya itu. Pencarian, negara tempat ia tinggal begitu luas, bukan hal susah untuknya menemukan keberadaan seseorang, tetapi sekali lagi pencariannya selalu saja gagal, alam dan takdir seolah tidak mendukung pertemuan mereka. "Lanjutkan saja! Meskipun hasilnya saat ini masih nihil, tetapi aku yakin suatu saat nanti, entah kapan Tuhan akan mempertemukanku kembali bersama mereka, ketika takdir dan
Read more

Bab 73 - Hari Baru Nandini

Pagi menyapa, suara kicau burung begitu indah terdengar di telinga. Embun pagi yang masih memeluk dedaunan. Menciptakan suasana sejuk nan asri. Nandini yang sudah terbangun sejak dini hari tadi. Kini tampak menatap hamparan sawah yang berada tepat di pinggir rumah milik neneknya Melati. Rumah sederhana yang di huni oleh dua orang yaitu nenek dan cucunya. "Di sini indah sekali, mbok Sekar pintar sekali mencari tempat untuk bersembunyi," lirih Nandini sedikit terkikik geli. Si kecil Sheinafia masih asyik tertidur dalam hangatnya pelukan selimut tebal miliknya. Sementara itu, si mbok tengah berada di rumah nenlek Melati. Sepertinya ia mendapatkan teman baru, makanya betah diam di sana meski hari masih sangat pagi. "Si mbok, pagi-pagi sudah pergi," lirih Nandini. Lantas si kecil Melati lewat di depan Nandini. Perempuan muda itu menatap heran, mau kemana perginya anak iku sepagi ini. Lalu Nandini memanggilnya. "Mel," teriak Nandini. "Mau ke
Read more

Bab 74 - Kepergian Si Mbok

Hari demi hari tidak terasa Nandini lalui dengan senang hati. Tidak ada beban dalam hatinya, sebab ia membebaskan semuanya. Rasa sakit hati dan juga rasa tersisihkan, ia berusaha damai dengan itu semua. Baginya, yang lalu biarlah berlalu. Yang harus dia tatap adalah masa depan. Apalagi masa depan sang putri kecil, yang kini berada di tangannya. "Hallo, Sheinafia cantik apa kabar?" tanya Nandini ceria pada putrinya yang baru saja selesai mandi. Gadis kecil itu tampak tersenyum menanggapi ucapan sang ibu. Sheinafia tak pernah lepas senyumannya menatap wajah sang ibu. Cantik mungkin itulah yang ada di dalam pikiran sang putri. "Hari ini, Shei mau makan apa, Nak?" tanya Nandini lembut. "Kit, mam kit," jawab Sheinafia khas seorang anak kecil. Nandini terkekeh mendengar ucapan Sheinafia yang belum jelas itu. Sheinafia sesekali menduselkan wajahnya pada perut Nandini. Sedangkan Nandini tengah mengikat rambut panjang berwarna coklat terang. B
Read more

Bab 75 - Kepergian Si Mbok 2

Hari bergerak cepat, tidak terasa hari sudah beranjak sore. Sedari siang tadi Sheinafia rewel. Ia menangis semenjak kembali dari malam si Mbok. "Ya Allah, Nak. Kenapa? Apa ada yang sakit sholehah ibu?" tanya Nandini khawatir. Melati yang mendengar Sheinafia menangis terus pun menghampiri Nandini. Melati sudah menganggap Nandini seperti kakaknya sendiri. Hidup sebatang kara, membuatnya begitu senang karena anggota keluarganya bertambah dengan kedatangan Nandini berserta si kecil. Tetapi hari ini Melati bersedih. Sebab hari ini si mbok pergi. Pergi untuk selamanya meninggalkan dirinya juga si kecil Sheinafia, pantas saja ia menangis terus menerus sebab Melati yakin bila Sheinafia pun merasakan hal yang sama yaitu Kehilangan. "Sheina kenapa kak?" tanya gadis kecil itu khawatir. Nandini tersenyum, "Kakak tidak tahu sayang, semenjak pulang dari makam si mbok, Sheina gelisah. Tadi sempat tertidur sebentar, terus bangun eh langsung nangis histeris kaya gini.
Read more

Bab 76 - Mimpi Xavier

"Daddy." "Daddy." Xavier mengedarkan pandangan matanya yang tajam. Menyapu tempat di mana ia tengah berdiri saat ini. Suara anak perempuan memanggilnya 'DADDY' . Xavier terus mencoba menemukan sumber suara. Tetapi sayang ia tidak menemukan apapun. Hanya ada hembusan angin menerpa wajahnya yang begitu tampan itu. "Daddy." Lagi dan lagi. Suara anak kecil itu memanggil namanya. Xavier berusaha menemukan suara itu, tetapi nihil. "Ya Tuhan,Nak," lirih Xavier sambil berlutut dan meremat rambutnya dengan kasar. Frustasi. Itulah yang ia rasakan saat ini. Suara anak kecil itu terus terngiang di telinganya. Xavier asyik menunduk. Sambil menjambak pelan rambut tebalnya. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dengan lembut, membuat Xavier mendongak. "Daddy." Xavier spontan tersenyum kala melihat seorang anak kecil yang di perkirakan berumur sekitar 5 tahun. Rambut coklat terangnya begitu mirip dengan dirinya. Dan jangan lupakan
Read more

Bab 77 - Takdir

Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam, Xavier lalui dengan kekosongan. Hari demi hari. Minggu demi minggu. Bahkan saat ini tidak terasa sudah lima tahun Nandini pergi bersama dengan sang putri. "Empat tahun sudah kalian pergi meninggalkanku, harus kemana lagi aku mencari kalian! Tidakkah kau merindukanku istriku! Apakah kau benar-benar tidak ingin memberiku kesempatan kedua?" Xavier saat ini tengah berada di dalam kamarnya. Ia menghadap ke arah taman di mana dulu Nandini sering menanam bunga-bunga di sana. Kini taman itu tidak terawat, bahkan terkesan bak sebuah taman horor. Dengan rumput yang tumbuh meninggi. Bunga-bunga tumbuh tidak beraturan. Dulu ketika Jordhan masih hidup, dialah yang mengurusinya, tetapi saat ini tidak ada yang Xavier izinkan untuk menginjakkan kaki di taman itu. Ceklek Pintu terbuka, Abrian tampak berdiri tepat di depan pintu. Menatap lurus pria berumur 30 tahun itu. Abrian mendesah lelah, sebab seperti ini
Read more

Bab 78 - Getaran Hati

Setelah mendapatkan bogeuman mentah dari Abrian. Xavier mencoba bangkit, ia tidak mesti harus terpuruk terus menerus seperti saat ini. Sudah hampir 3 tahun ia menghukum dirinya sendiri, atas kepergian anak dan istrinya. Abrian dan Arshaka tampak duduk di ruang tengah. Abrian sudah mengganti pakaiannya, karena ia memang menyimpan beberapa pakaiannya di sana, toh Abrian sempat tinggal di sana walau tidak lama. Arshaka terkekeh melihat lebam di wajah Abrian, ia yakin pasti luka itu akan terasa perih bila terkena air. "Kenapa lo tertawa kak! Gak ada yang lucu," ketus Abrian. Arshaka bukan terkekeh lagi. Ia bahkan tertawa terbahak-bahak. Melihat wajah Abrian bak badut yang akan show. Menit berlalu.... Xavier turun dari kamarnya, hari ini ia memakai pakaian santai. Ia memutuskan esok hari akan mulai masuk ke perusahaan. Setibanya di bawah, Xavier mendengar tawa menguar dari bibir sang kakak. "Lo sudah mirip badut, Bri!" ejek Arshaka.
Read more

Bab 79 - Ibu, Di Mana Ayah?

"Ayah," gumam Sheinafia di tengah tidurnya. Nandini sontak menghentikan langkah kakinya. Ia diam, berdiri termangu di tepi sofa yang di tiduri oleh sang putri. Gumaman Sheinafia, meski terdengar pelan, tetapi terdengar jelas di telinga Nandini. Setetes air mata luruh. Membasahi pipi mulus Nandini, bohong jika ia tidak merasakan rindu terhadap pria yang dulu sering menyiksanya. Tetapi Nandini tahu, jika saja sang kakak tidak melakukan ulah, tentu saja ia tidak akan mengalami nasib yang seperti ini. "Maafkan ibu, Nak! Jika ibu egois, memisahkanmu dengan ayah kandungmu," lirih Nandini. Ikatan bathin antara Xavier dan Sheinafia begitu kuat. Meski jarak mereka terpisah beberapa kilometer. Tetapi, entah kenapa Sheinafia seolah merasakan kehadiran sang ayah. Oleh sebab itu, anak itu mengalami demam. Bukan semata, karena ia oi dah ke tempat yang baru. Tetapi juga, rasa rindunya terhadap sang ayah, yang sudah sangat ingin sekali ia jumpai. "Setel
Read more

Bab 80 - Ibu, Di Mana Ayah? Part 2

"Ibu, apakah ayah masih hidup? Shei ingin sekali bertemu dengan ayah. Shei juga ingin memeluk ayah, sama seperti orang lain!" Sheinafia tiba-tiba saja merengek ketika mereka akan pulang. Entah kenapa gadis kecil itu tiba-tiba merajuk. Biasanya juga Sheinafia cuek-cuek saja. Nandini sampai pusing. Tidak tahu harus menjawab apa. Bingung. "Sekarang Shei berdo'a pada Tuhan. Semoga Shei bisa bertemu dengan ayah di dalam mimpi Shei," jawab Nandini lembut. Sheinafia memeluk erat tubuh sang ibu. Melati hanya mendengarkan apa yang Sheinafia katakan. Bohong bila ia juga tidak merindukan ayah dan ibunya. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka pun sampai di depan rumah. Sheinafia sudah tertidur di dalam pelukan sang ibu. Nandini tersenyum miris kala mengingat pertanyaan sang putri. "Tidurlah sayangku. Semoga mimpi indah, dan semoga---" Nandini tidak dapat meneruskan ucapannya. Rasanya sakit dan sesak. Mengingat jika Xavier tidak menginginkan kehadiran
Read more
PREV
1
...
678910
...
23
DMCA.com Protection Status