"Ayah," gumam Sheinafia di tengah tidurnya. Nandini sontak menghentikan langkah kakinya. Ia diam, berdiri termangu di tepi sofa yang di tiduri oleh sang putri. Gumaman Sheinafia, meski terdengar pelan, tetapi terdengar jelas di telinga Nandini. Setetes air mata luruh. Membasahi pipi mulus Nandini, bohong jika ia tidak merasakan rindu terhadap pria yang dulu sering menyiksanya. Tetapi Nandini tahu, jika saja sang kakak tidak melakukan ulah, tentu saja ia tidak akan mengalami nasib yang seperti ini. "Maafkan ibu, Nak! Jika ibu egois, memisahkanmu dengan ayah kandungmu," lirih Nandini. Ikatan bathin antara Xavier dan Sheinafia begitu kuat. Meski jarak mereka terpisah beberapa kilometer. Tetapi, entah kenapa Sheinafia seolah merasakan kehadiran sang ayah. Oleh sebab itu, anak itu mengalami demam. Bukan semata, karena ia oi dah ke tempat yang baru. Tetapi juga, rasa rindunya terhadap sang ayah, yang sudah sangat ingin sekali ia jumpai. "Setel
"Ibu, apakah ayah masih hidup? Shei ingin sekali bertemu dengan ayah. Shei juga ingin memeluk ayah, sama seperti orang lain!" Sheinafia tiba-tiba saja merengek ketika mereka akan pulang. Entah kenapa gadis kecil itu tiba-tiba merajuk. Biasanya juga Sheinafia cuek-cuek saja. Nandini sampai pusing. Tidak tahu harus menjawab apa. Bingung. "Sekarang Shei berdo'a pada Tuhan. Semoga Shei bisa bertemu dengan ayah di dalam mimpi Shei," jawab Nandini lembut. Sheinafia memeluk erat tubuh sang ibu. Melati hanya mendengarkan apa yang Sheinafia katakan. Bohong bila ia juga tidak merindukan ayah dan ibunya. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka pun sampai di depan rumah. Sheinafia sudah tertidur di dalam pelukan sang ibu. Nandini tersenyum miris kala mengingat pertanyaan sang putri. "Tidurlah sayangku. Semoga mimpi indah, dan semoga---" Nandini tidak dapat meneruskan ucapannya. Rasanya sakit dan sesak. Mengingat jika Xavier tidak menginginkan kehadiran
"Ibu, ibu tenang saja. Dendam kita akan aku balaskan. Apapun akan Mey lakukan, membuat mereka menderita dan merasakan apa yang kita rasakan! Dan kakak Adrian pun, Mey akan memberikan pelajaran padanya, lihat saja nanti!" Meylan menatap gundukan tanah yang baru saja ia gali. Di dalam gundukan tanah itu ada jasad sang ibu yang terkubur. Meylan mengubur jasad Rini tanpa memandikannya terlebih dahulu. Meylan menggotong jasad Rini seorang diri. Jasad Rini tinggal tulang berbalut kulit. Meylan meratapi jasad sang ibu. "Andai aku tidak di asingkan. Mungkin ibu tidak akan sampai seperti ini. Aku nekad pergi dari tempat pengasingan karena ingin membalas dendam. Beruntung beberapa bulan terakhir penjagaan tidak terlalu ketat. Bahkan bisa di katakan mereka sudah tidak mengawasiku lagi. Hingga dengan mudah aku bisa kembali kemari," gumam Meylan. Meylan tidak perduli meski hari sudah larut ketika ia menguburkan jasad sang ibu. Yang ada dalam pikirannya adalah untuk
Brakk! "Bagaimana bisa kalian membuat laporan yang jelek seperti ini hah! Laporan kalian macam anak kecil yang baru belajar menulis, apa kalian sudah bosan bekerja di perusahaan saya? Jika ia, silahkan kalian membuat surat pengunduran diri kalian! Saat ini juga!" hardik Xavier pada karyawan-karyawannya. Beberapa orang yang berada di dalam ruangan meeting itu tampak menundukkan kepalanya takut. Mereka tidak menyangka jika sang pemimpin perusahaan yang sudah lama tertidur akan datang kembali. Memimpin perusahaannya. Tidak ada orang yang berani bersuara, bahkan bernafas pun mereka seakan berat melakukannya. Ruangan meeting itu seketika senyap, sunyi. Xavier menatap tajam satu persatu orang yang berada di sana. "Abrian!" panggil Xavier pada sang tangan kanan. Lalu dia melemparkan beberapa ke atas meja. Abrian pun tak luput dari kemarahan seorang Xavier. Dan Abrian menerimanya, sebab ia pun bersalah karena tidak bertindak tegas pada pegawai yang beke
"Sayang." Suara itu menyapa Xavier kala ia hendak menutup matanya. Xavier menatap wajah wanita yang berpakaian kekurangan bahan itu. Perempuan gatal yang selalu menganggunya sejak dulu. Xavier menatap datar wanita yang paling tidak ia sukai di dunia ini. Andai ia bisa, ingin sekali dirinya melenyapkan wanita itu dari muka bumi ini. Tetapi Xavier enggan mengotori tangannya untuk hal yang tidak ada gunanya. "Siapa yang mengizinkan kau menginjakkan kaki kotormu di tempatku! Dan siapa kau, memanggil saya dengan kata-kata menjijikan seperti itu! Keluar dari ruangan saya sebelum saya menyuruh beberapa bodyguard saya untuk mengusirmu secara kasar dari sini," desis Xavier. Wanita itu tidak takut sama sekali. Yang ada ia malah mendekat dan duduk di hadapan Xavier. Pria itu semakin menatap dingin wanita tersebut. "Come on Vier! Aku tahu jika kamu tidak jadi menikah dengan Meylan. Dan dengan begitu aku mempunyai kesempatan bukan?" ucapnya dengan penuh p
Deg! "Sampai ketemu lagi om, dadah Shei pulang," ucap Sheinafia untuk yang kedua kalinya. Xavier masih terpaku ketika gadis kecil itu mengucapkan satu kata yang terngiang di kepalanya. Satu nama yang tersemat di dalam hatinya. Selain nama sang istri. Bahkan setelah Sheinafia pergi jauh, Xavier masih termangu di tempatnya. Hingga ia tersadar, gadis kecil itu sudah pergi jauh. Xavier langsung beranjak dan menatap sekeliling tapi sayang gadis kecil itu sudah tidak berada di sana. "Ya Tuhan, Shei, Shei apakah dia putriku? Itu artinya Nandini pun berada di sini! Ya Tuhan, aku harus bisa menemukan mereka," gumam Xavier sambil berlari mengelilingi taman yang luasnya tak seberapa itu. Xavier terus mencoba mencari. Tetapi sayang dia tidak bisa menemukan keberadaannya. Xavier meraup wajahnya frustasi. "Ya Tuhan, kemana gadis kecil itu." Lalu Xavier menghubungi Abrian. Lama Abrian mengangkat teleponnya. Hingga pada dering ke lima baru di angkat
"Awas." Teriak seorang perempuan di belakang Nandini. Membuat wanita cantik itu kaget. Dan langsung memeluk sang putri. Suara tabrakan begitu keras terdengar. Nandini dapat melihat sebuah mobil yang menabrak etalase toko yang ada tepat di dekat jalan yang ia lalui. Wajah wanita muda itu sudah pucat. "Astagfirullah, kalian tidak apa-apa?" tanya Nandini khawatir sambil menelisik tubuh sang putri. Sheinafia mengangguk begitu juga dengan Melati. Meski mereka masih kaget akan tabrakan yang barusan saja terjadi. Mobil dan etalase itu hancur. "Cepat tolong, ada korban!" teriak salah satu warga yang menolong. Banyak orang berkerumun di sana. Ada yang menolong ada juga yang hanya melihat bagaimana hancurnya mobil. Tubuh Nandini sedikit bergetar. "Ya Allah, Ya Tuhanku. Terima kasih karena engkau masih melindungi kami dari segala mara bahaya. Semoga engkau senantiasa memberikan perlindunganmu pada kami Ya Rabb," lirih Nandini. Lalu wanita mu
"Aku tidak menyangka jika mereka akan bertemu secepat ini! Apa Xavier tahu, jika gadis kecil yang tengah berbicara bersamanya itu adalah putrinya?" gerutu Meylan. Ya perempuan cacat yang tengah memperhatikan Xavier dan Sheinafia dari kejauhan adalah Meylan. Tadinya wanita itu ingin langsung bertemu dengan Nandini. Tetapi melihat jika di sekitar Nandini ada Xavier membuat dirinya mengurungkan niatnya. Meylan terus memperhatikan keduanya. Tangannya mengepal kuat, bahkan rahangnya mengeras. Giginya pun bergemelutuk saking ia kesal. "Aku harus mencari cara untuk bisa menjauhkan anak kecil itu dari sekitar Nandini dan juga Xavier. Supaya aku bisa membuat langsung hancur keduanya," gumam Meylan. Terlihat binar kebencian begitu besar di dalam matanya. Meylan tidak suka mereka hidup bahagia. Sementara dirinya hancur. "Lihat apa yang akan aku lakukan. Saat ini berbahagialah dahulu, setelah ini, tangisan kalian yang akan menghiasi hari-hari kalian
Bab 96 - S2 - Malam Pertama (21+) “Bagaimana saksi, Sah?!” Tanya seorang penghulu kepada para saksi yang berada di sana. “Sah!” “Sah!” “Sah!” Kalimat Sah menggema, membuat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Senja. Alarich melihat hal itu, ia langsung menggenggam tangan mungil sang istri. Membuat Senja sadar jika ia tidak sendiri. Gadis yang sudah bergelar istri itu menoleh, menatap sang suami yang tersenyum manis kepadanya. Lelaki yang tidak pernah tersenyum itu, kini memberika senyumannya hanya untuk sang istri. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan untuk sang istri mencium tangan sang suami, dan suami mencium kening serta ubun-ubun istri anda,” ujar sang penghulu. Alarich maju, mendekati istrinya. Dengan tubuh bergetar menahan gugup Alarich mencium kening serta ubun-ubun sang istri. Begitu juga dengan Senja, dengan tangan yang gemetar, ia raih jemari sang suami. Men
Bab 95 - S2 - Menikah Deg Senja langsung menoleh ke arah Alarich, ia bahkan menghentikan langkah kakinya. Menatap wajah yang senantiasa datar dan dingin itu, mencari kebohongan dari binar matanya yang tajam. Namun, Senja sama sekali tidak menemukan kebohongan tersebut, ia justru melihat ketulusan, kejujuran, dan keseriusan dari mata Alarich. Lantas Alarich membuka pintu ballroom, begitu pintu terbuka keluarga besar Romanov menyambutnya. Senja mematung di tempatnya berdiri,memandang bagaimana baiknya keluarga yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Alarich meraih tangan Senja, dan membawanya masuk. Mata Senja sudah berkaca-kaca, melirik tangan yang di genggam oleh Alarich. “Tuan,” lirih Senja. “Mari masuk, mereka sudah menunggumu. Menunggu calon menantu baru di keluarga Romanov. Gadis yang selama beberapa tahun aku tunggu, tidak mungkin aku lepaskan untuk yang kedua kalinya. Oleh karena itu, aku akan langsung mengikatmu dengan pernikaha
Malam itu, Senja sudah siap dengan gaun yang sudah di siapkan oleh Alarich sebelumnya. Gaun berwarna lembut sangat cocok dengan karakter Senja. Jangan lupakan kerudung yang berwarna sama dengan gaunnya menambah kecantikan seorang Senandung Senja. Gadis berhijab itu di dandani oleh Sheinafia, wanita beranak satu itu begitu antusias kala mendengar Alarich hendak melamar Senja. Namun, mereka sengaja tidak mengatakan hal itu kepada Senja, sebab takut jika gadis tersebut menolaknya. “Ya Tuhan, kamu cantik sekali, Senja,” pekik Sheinafia yang membuat ketiga perempuan paruh baya yang kebetulan berada di kamar Senja sontak menoleh ke arah dua wanita muda itu. Nandini, Namilea, dan Melati tersenyum kala melihat Senja. Wajahnya yang cantik alami semakin bersinar kala Sheinafia membubuhkan make up flawless di wajah cantiknya. Namilea menghampiri keduanya, ia tersenyum lembut lantas mengusap puncak kepala Senja yang terbalut hijab. “Kamu cantik sekali, Nak
Bab 93 - S2 - Pendekatan Alarich Tidak terasa, sudah hampir dua minggu Senja tinggal di Mansion Romanov. Selama itu pula, Senja belum pernah kembali bertemu dengan Alarich. Entah kemana perginya lelaki dingin itu, pria pertama yang merangkulnya ketika ia terjatuh. “Senja, Nak,” panggil Namilea. Merasa ada yang memanggilnya, Senja pun menoleh. Ternyata ibu dari Alarichlah yang memanggil namanya. Senja tersenyum menyambut kedatangan Namilea yang kini duduk di sebelahnya. “Sedang apa, Nak? Ibu lihat dari tadi kamu duduk sendirian di sini? Kamu bosan?” Tanya Namilea hati-hati. Senja menggelengkan kepalanya,”Tidak ibu. Senja tidak bosan,” jawab Senja yang memang sekarang memanggil Namilea dengan panggilan ibu sesuai permintaan Namilea. Namilea pun tersenyum. Lantas mengangkat sebuah paper bag yang isinya entah apa. “Ini, tadi Alarich sebelum berangkat kerja dia menitipkan ini untuk kamu. Katanya, pakai nanti malam asisten Alarich a
Bab 92 - S2 - Kembalinya Senja “Semuanya, perkenalkan … Senandung Senja.” Deg Mereka terdiam, tentu tidak menyangka jika gadis yang memilih untuk pergi dari kediaman Romanov, kini telah kembali. Alarich, menemukannya dan entah dimana lelaki tampan nan dingin itu menemukan keberadaan Senja. Berbagai spekulasi muncul di kepala para paruh baya itu. Namun, mereka senang sebab sepertinya Alarich mulai membuka hatinya. Namilea menghampiri keduanya, ia menatap tidak percaya gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu. “Nak, benarkah kamu Senja? Gadis yang dulu masuk ke dalam mobil Alarich?” Tanya Namilea lembut. Senja terdiam, namun ia melirik Alarich yang berdiri tak jauh darinya. Alarich pun mengangguk. Senja tersenyum tipis, “ Ya, Nyonya. Maafkan saya karena dulu memilih untuk pergi dari sini. Maaf, bukannya saya tidak tahu berterima kasih, hanya saja … saya tidak mau terlalu jauh merepotkan kalian. Kalian terlalu
Bab 91-S2-Kebingungan Senja “Bagaimana, Senandung Senja?” tanya Alarich. Raut wajah lelaki itu terlihat begitu serius, Senja jadi bingung. Entah langkah apa yang harus ia ambil, semua terasa begitu mendadak. “Maafkan saya, Tuan. Tapi … mengapa anda begitu yakin jika saya adalah Senja yang anda cari? Bagaimana jika ternyata anda salah orang?” Tanya Senja pelan nan lembut. “Insting,” jawab Alarich singkat padat dan jelas. “Insting? Bagaimana bisa?” Lirih Senja yang masih bisa di dengar oleh Alarich. Alarich menatap Senja datar, “Kau Senandung Senja, perempuan yang tiba-tiba memasuki mobilku dan meminta pertolongan dari ibu dan saudara angkatmu itu.” Deg Senja mematung di tempatnya, tentu ia tidak lupa dengan kejadian itu. Di mana ia memasuki mobil Alarich dan meminta pertolongan kepada lelaki tampan itu. Dari kejadian itu pula, Senja merasakan bagaimana arti keluarga sesungguhnya. Hanya saja, karena merasa in
Deg “Kenapa kamu berpikir seperti itu, Sayang?” tanya Sheinafia pada sang suami yang tengah memakan mangga muda di waktu yang tak lazim yaitu jam delapan malam. Rain mengunyah habis mangganya sebelum ia menjawab pertanyaan sang istri. Sheinafia bahkan sampai meneguk ludahnya kasar kala melihat bagaimana Rain memakan mangga itu tanpa rasa kecut sedikitpun. Rain tersenyum lembut, dan membelai pipi sang istri dengan penuh kasih sayang. Tatapan Rain kepada Sheinafia sama sekali tidak pernah berubah. Penuh cinta dan juga kasih sayang, Rain yang dingin dan datar di luar nyatanya tidak berlaku untuk keluarga kecilnya. “Sayang, kamu masih ingat ketika mengandung Hazelnut, bukankah aku yang mengalami couvade syndrome. Sampai aku tidak bisa terbangun dan harus istirahat di atas tempat tidur selama satu bulan lamanya?!” Sheinafia diam, lalu tak lama kemudian ia mengangguk. Tentu masih segar di dalam ingatannya ketika ia mengandung Ha
Alarich baru saja tiba di mansionnya, Sheinafia tampak tengah memangku Hazelnut. Sepertinya gadis kecil itu tengah demam. “Ada apa?” tanya Alarich pada Sheinafia. “Al, kamu sudah pulang? Dimana Rain? Aku kira kalian pulang sama-sama,” ujar Sheinafia yang terlihat lelah. Alarich mengambil alih tubuh Hazelnut, dan memang benar gadis kecil itu tengah demam. Alarich mengusap lembut punggungnya, membuat tangisan Hazelnut mereda. Setahu Alarich, keponakannya anak yang anteng. Walaupun ia tengah sakit, jarang sekali Hazelnut rewel seperti saat ini. “Kenapa, Sayang?” tanya Alarich lembut. “Daddy, dimana ayah? Kenapa ayah belum juga pulang?” tanyanya lirih. Alarich menatap Sheinafia, perempuan muda itu hanya mengedikkan bahunya. Tanda ia tak tahu kemana perginya sang suami, biasanya jam empat sore lelaki itu sudah pulang. “Sudah kamu coba menghubunginya, Shei? Tidak biasanya ia pulang telat seperti sekarang,” ucap Alarich datar.
Deg Jantung Alarich terasa berdenyut dengan cepatnya kala ia mendengar suara yang begitu di rindukan. Suara yang selama bertahun-tahun lamanya ia nantikan kehadirannya. Kini, Alarich mendengar kembali suara itu. Langkah kakinya yang tegas membawa ia mendekati sang keponakan. Anak dari kakak sepupu yang begitu ia sayangi seperti anaknya sendiri. “Daddy,” cicit Hazelnut. Air mata masih membasahi kedua pipi chubby Hazelnut. Alarich semakin mendekat, kini wajah itu wajah yang selalu di rindukannya itu ada dihadapan Alarich. Alarich berjongkok, menyamakan tingginya dengan tinggi Hazelnut, tangan besarnya mengusap lembut air mata yang masih setia membasahi mata indahnya. Lutut gadis kecil nan cantik itu tampak mengeluarkan darah. “Are you ok?” tanya Alarich khawatir. Deg Kini gadis berhijab pastel itu yang merasakan degup jantungnya berpacu, bagaimana tidak. Suara yang ia dengar sekarang adalah pemilik nama yang setiap malam sering ia