Beranda / Fantasi / Roh Dewa Perang / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab Roh Dewa Perang: Bab 81 - Bab 90

107 Bab

Awal yang Baru

Samara menarik napas panjang ketika muntahnya mereda. Sejak bertemu dan menjalin hubungan terlalu jauh dengan Arsa, dokter bedah itu memang menyediakan test pack di tasnya. Meski ia telah minum pil KB tapi resiko kebobolan tetap ada. "Oke, tenang, kalau tidur sama lelali memang harus siap hamil," gumam Mara sambil membuka bungkus TP. Beberapa saat setelah diguyur air seni, pecahan arwah kelima Hara itu memejamkan mata. Hasilnya positive, Samara hamil anak Arsa."Terus aku harus gimana. Ayahnya aja suka datang dan pergi sesuka hati." Samara membuang TP ke tong sampah. Ia tetap jalankan aktivitas tanpa gangguan sama sekali. Rasa kantuk dan mual bisa ia tahan. Yang sulit menahan rindu pada Arsa yang sangat menggebu-gebu."Kita periksa hari ini ya, Sayang, kalau pun hanya ada kita berdua tanpa papa kamu, nggak apa-apa, Mama bisa besarin kamu sendirian." Mara menarik napas menenangkan debar jantungnya yang tak tenang. Dengan sekuat tenaga ia masuk ke dalam poliklinik ibu dan anak dan men
Baca selengkapnya

Musim Panas

Sahira masuk ke kampus lagi masih dalam kondisi setengah terluka di bagian kepala. Tapi kalau didiamkan terus dia bisa bosan seharian di rumah. “Huuuh. Pak Dewa, kok, nggak pernah kelihatan lagi, ya, habis di rumah sakit. Balikin duitnya itu loh. Apa emang ada orang seikhlas ngasih gitu aja?” gumam Hira di dalam kelas. Beberapa temannya berhamburan masuk. Dosen mata pelajaran katanya ada yang baru. Hira menundukkan kepala membuka buku dan mengeluarkan pena. Kemudian pecahan arwah keenam itu mendongak ketika mendengar suara yang tidak asing. “Selamat pagi semuanya. Perkenalan namaku Dewa Arsa.” Lelaki itu menulis di papan putih menggunakan spidol merah. Jatuh pena Hira ketika tahu Pak Dewa adalah dosen baru. “Mati aku. Udahlah kemarin sempat digodain, astaga, bisa pura-pura jadi keset aja nggak, sih?” Hira duduk lebih rendah dari temannya yang ada di depan. Biasanya dia paling aktif. Sesekali boleh jadi anak pendiam. “Keluarkan buku dan kalian aku beri waktu belajar selama sepuluh
Baca selengkapnya

Kepanasan

“Mau pergi ke mana? Di luar sangat panas, kulitmu yang halus itu tak akan bisa menahannya.” Arsa mengunci pintu agar Hira tak keluar. Benar kata dia panasnya tak masuk akal. Hira mengintip dari jendela, tapi hanya terlihat pagar saja. Percaya tak percaya besi dicat putih itu mulai layu. “Wow, kira-kira apa sebabnya, ya, Pak? Perasaan nggak pernah sepanas ini, deh.” “Tidak tahu, kau tak ada kerjaan, bukan? Memasaklah, anggap ini salah satu cara mengangsur hutangmu.” Arsa mengeluarkan barang-barang di atas meja. Hira menggerutu, tapi dia tak punya pilihan lain. Lumayan juga kalau hutangnya dikurangin dikit. “Masak apa, Pak?” “Terserah,” jawab Arsa sekenanya. Terasa mulai panas sekali lingkungan sekitar. Dewa perang itu membuka baju kausnya. Ia tak pakai singlet, tak biasa. Lantas Hira ber wow saja melihat pemandangan indah di depan matanya. “Six pack, bok, kayae orangnya kuat ini makanya punya istri aja lima.” Hira mulai membuka kaleng sarden. Ia keluarkan isinya dan mulai meny
Baca selengkapnya

Persahabatan

Dewi pelangi memasuki kamar Dewi Ambar yang sedang kena gangguan pikiran. Dewi bunga itu sedang tidak baik-baik saja setelah ditolak terlalu kasar oleh Arsa. Bahkan sejak saat ia dilempar Arsa semua bunga baik yang di langit atau bumi jadi layu karena tak ada pancaran kebahagiaan dari Ambar. Gadis itu duduk bertapa dalam kamarnya tanpa melakukan apa-apa. Hati yang hampa dan pikiran yang kalut membuatnya tak peduli siapa pun yang menerobos masuk. Bukan hanya dewi pelangi saja, tapi yang lain sudah pernah menerobos. “Ternyata semudah ini melakukannya,” ucap Dewi Pelangi hijau yang membuka tempat penyimpanan milik Ambar. Ada satu buah guci yang apabila disentuh rasanya sangat sejuk dan menenangkan. “Ini pasti mata air surga, tak apa aku ambil tiga tetes saja, ya.” Ambar memindahkan sedikit air dalam guci ke cawan pemberian Arsa. Setelahnya ia pun pergi. Ambar masih tak bergerak sama sekali. Walau nyawa hilang mungkin ia sudah pasrah juga. “Dewa Arsa, ini.” Dewi pelangi hijau kembali
Baca selengkapnya

Memaksa

Dunia berjalan seperti biasa ketika panas tak lagi menyengat sampai ke daging. Arsa ketika datang melihat Hira tergeletak di kamar mandi. Ia menolong dengan cepat dan memberikan minum yang cukup banyak. Gadis itu sadar dan kembali merasa terhutang budi padanya, padahal hutang-hutang yang lain juga belum lunas. Setelahnya mereka berdua menolong warga yang kebingungan ada di rumah Arsa. Yang selamat diberi tahu untuk pulang, yang meninggal dunia diserahkan pada keluarga. Tak terhitung lagi berapa kerugian yang diderita. Jalanan serta properti yang hancur termasuk emas juga yang melebur. Hira memandang langit yang meneteskan air hujan. Fenomena alam yang terjadi cukup unik. Pelangi melengkung di atas hujan, sayangnya … “Kok, nggak ada warna hijau, ya?” gumam Sahira. Arsa ikut melihat pelangi. Tak ia sangka dewi pelangi hijau akan jadi korban karenanya. Sebenarnya bukan hanya dewi pelangi saja, Dewi Anjas juga belum lepas sampai sekarang karena Arsa tidak tahu kejadiannya sama sekali
Baca selengkapnya

Iseng

“Tunggulah di sini, aku akan kembali,” ucap Arsa sembari menatap Hira yang rebahan di kasur. “Terus kuliahku gimana, Say? Nggak sedikit loh uangku habis banting tulang siang malam demi dapat uang.” “Soal uang? Ambil saja dalam lemari, semuanya ada.” Berbinar mata Hira mendengar ucapan Arsa. Hidupnya beruntung ketemu om-om yang mau membiayai dirinya. “Oke, hati-hati di jalan, jangan lupa jalan pulang, ya.” Gadis itu melambaikan tangan pada Arsa. Dewa perang menghampiri pecahan arwah keenam. Ia mengecup kening gadis itu setelahnya menghilang. Hira terkejut dibuatnya. “Berarti dia bukan manusia biasa? Atau werewolf, atau hantu, hiih, jadi aku tidur sama siapa?” Merinding Hira dibuatnya. Ia tutup tubuhnya dengan selimut selama beberapa menit. Namun, gadis itu memang merasa ada yang aneh dengan Pak Dewa. Sejak pertama kali bertemu di pentas teater. Lalu berlanjut ada ledakan di udara. Pertemuan dengan Samara hingga Arsa sama sekali tak memperlihatkan wajahnya. Cuaca panas dan pelangi
Baca selengkapnya

Istana Putih

Arsa mengikuti arah pergerakan cahaya dari Dewi Leo. Namun, dewa perang itu justru tersesat di satu tempat yang tak terlihat apa pun di depan matanya. “Ini tidak mungkin. Siapa yang berani bermain-main denganku.” Dewa perang itu mempertajam mata batinnya. Ia lihat sekeliling tapi lagi-lagi kosong. Kalau pun ada yang terlihat hanya asap putih yang tebal dan setelah ia masuki ternya benar tidak ada apa-apanya. “Rogu, Rogu,” panggil Arsa berulang kali. Namun, yang dibutuhkan bantuannya tak juga datang. Dewa perang kembali terbang ke angkasa yang lebih tinggi. Dengan mata kuningnya ia memandang jejak hilangnya cahaya dari Dewi Leo, ternyata tidak ada apa-apanya lagi. “Siapa pun yang berani menghalangiku membawah Arwah Hara, aku tidak segan-segan untuk membunuhnya.” Suara Arsa terdengar menggelagar di atas langit. Tapi tidak ada yang menjawab panggilannya. “Sepertinya kalian main-main denganku.” Pedang petir Arsa keluar. Dewa perang itu lemparkan ke arah kabut putih tebal terbentuk.
Baca selengkapnya

Ratu Cahaya

Bagian 88 Taksaka—manusia harimau kuning yang menjaga takhta di istana kerajaan putih bangkit dari tapanya. Ia langsung menuju kamarnya. Di sana istri tercinta, gadis yang dulu ia jaga dengan bertaruh nyawa sedang memandang cermin dengan penuh kehampaan. Saka menghampiri Cahaya. “Kenapa?” tanya lelaki yang sudah lama menjadi raja di istana itu. “Dia datang, tak jauh lagi dia akan sampai.” Aya yang biasanya ceria berubah muram sejak melahirkan Arira. Tahun demi tahun ia habiskan dengan penuh kerisauan. “Kapan dia sampai ke sini?” Saka pun bingung, sebab ia juga menyembah Dewa Perang Arsa. “Nggak lama lagi, tunggu aja.” “Arira mana?” “Ada di kamarnya. Mungkin dia udah tahu dan memilih diam. Tapi aku yang nggak rela.” Cahaya menghela napas sejenak. Mata birunya jelas sekali mengisyaratkan ketakutan. “Kita amankan tempat ini. Arira tidak boleh dibawa pergi.” Saka pun enggan kehilangan si bungsu yang lahir dengan mata berbeda. “Kang Mas.” Aya berdiri dari duduknya. Sang ratu yang
Baca selengkapnya

Sesama Harimau

Arsa tak perlu menggunakan zirah perangnya sebab lawannya kali ini seorang wanita yang sebenarnya tidak ingin ia sakiti sama sekali. Tapi tantangan harus tetap dipenuhi. Ratu Cahaya bahkan mempersiapkan semua senjata. Cahaya dijaga oleh ratusan peri dengan sayap elang. Peri-peri itu menyerang Arsa bergantin dan keroyokan. Awal mula Dewa Arsa masih tidak ingin membunuh. Namun, satu di antara pera peri itu mengigit dan nyaris merobek telinga dengan menggunakan taringnya. Hingga dengan terpaksa sang dewa mengunuskan pedang petir menembus perut sang peri. Makhluk itu tewas dan berubah menjadi burung elang yang jatuh di tanah. Ratu Cahaya berduka menyaksikan kematian rakyatnya yang amat setia padanya. Sang Ratu tak punya cara lain, walau harus meregang nyawa sekali pun, ia tak akan mau Arira dibawa pergi. “Ratu Cahaya, apa kau benar-benar ingin semua yang ada di sini mati.” Dewa Arsa menarik pedang dari perut peri terakhir. Semua telah mati di tangannya. Hanya tersisa dia dan sang rat
Baca selengkapnya

Putri Arira

Bagian 90 Saka mengejar Dewa Arsa yang ingin menghancurkan atap istana miliknya. Dewa perang itu merasakan kuku tertancap di betisnya. Ia tak ingin buang-buang waktu tapi yang ini juga tidak bisa didiamkan.Dewa Arsa menghantam Saka yang menghalanginya. Namun, tak mudah juga menumbangkan sang raja. Saka manusia harimau yang sudah banyak berpetualang. Dua lelaki yang sama-sama bermata kuning itu saling menatap dengan peluh dan darah yang berceceran di lantai. Tidak ada yang berani melerainya. Suara pertarungan mereka masuk sampai ke telinga Ratu Cahaya yang masih berbaring lemah. “Ratuku, jangan pergi ke mana-mana, aku tidak akan kuat melawannya.” Peri capung menahan tangan Ratu Cahaya. “Aku tidak bisa membiarkan suamiku bertarung seorang diri. Biar aku menolongnya.” Cahaya menerobos keamanan yang menjaganya. Wanita bermata biru itu berlarian dan melihat bagaimana keadaan di istanah bawah. Dewa Arsa dan Taksaka sama-sama berubah menjadi harimau ganas. Namun, ukuran tubuh Arsa jauh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status