Samara melepaskan jas putih dan melipat serta membawanya di tangan sebelah kiri. Rambut merah ia gerai begitu saja, membawa tas tangan dengan rantai kecil, lalu kaca mata hitam di malam yang gelap, demi apa entah. Gadis itu keluar dari rumah sakit dan menuju mobil. “Bener, dia di sini, nungguin aku apa nungguin orderan kang gojek,” heran Mara dengan perangai Arsa. Ingin GR takut kebablasan, tapi pandangan mata Arsa jelas mengarah padanya. Dokter bedah itu hanya menundukkan kepala sedikit saja. “Huuuh, hancur hatiku melihat senyummu. Ah, apa, sih, semurah ini aku jadi perempuan, gegara nggak pernah pacaran sama sekali. Oke, come on, Mara, jual mahal, jual mahal jual mahal.” Gadis yang memiliki tato zodiak sagi itu menyalakan mobil dan memanaskan sebentar. Tak ia hiraukan Arsa memandangnya tanpa berkedip. Saat mobil ingin dimajukan, ponsel Mara berdering. Panggilan dari mamanya yang cerewet nanyain soal jodoh. Mara dijodohin nggak mau, tapi cari sendiri nggak ketemu juga sampai umur
Baca selengkapnya