Bagian 90 Saka mengejar Dewa Arsa yang ingin menghancurkan atap istana miliknya. Dewa perang itu merasakan kuku tertancap di betisnya. Ia tak ingin buang-buang waktu tapi yang ini juga tidak bisa didiamkan.Dewa Arsa menghantam Saka yang menghalanginya. Namun, tak mudah juga menumbangkan sang raja. Saka manusia harimau yang sudah banyak berpetualang. Dua lelaki yang sama-sama bermata kuning itu saling menatap dengan peluh dan darah yang berceceran di lantai. Tidak ada yang berani melerainya. Suara pertarungan mereka masuk sampai ke telinga Ratu Cahaya yang masih berbaring lemah. “Ratuku, jangan pergi ke mana-mana, aku tidak akan kuat melawannya.” Peri capung menahan tangan Ratu Cahaya. “Aku tidak bisa membiarkan suamiku bertarung seorang diri. Biar aku menolongnya.” Cahaya menerobos keamanan yang menjaganya. Wanita bermata biru itu berlarian dan melihat bagaimana keadaan di istanah bawah. Dewa Arsa dan Taksaka sama-sama berubah menjadi harimau ganas. Namun, ukuran tubuh Arsa jauh
Dewa Arsa melompat hendak menyambar Arira yang terus mencemoohnya. Namun, gadis dengan dua bola mata beda warna itu bukanlah manusia biasa. Ia bisa terbang menembus atap istana sebelum ditangkap oleh lekaki yang katanya suaminya. “Kau pikir aku akan menyerah,” ucap Arira sambil melayang indah di atas kerajaannya. “Yang seperti ini sudah pernah aku hadapi sebelumnya. Aku hanya perlu mengulang lagi dan bersabar saja.” Maksud Arsa adalah Adara dan Nira. “Kalau begitu tinggal saja dengan mereka. Kau tak perlukan aku lagi. Aku lebih menyayangi kedua orang tuaku daripada gelar dewi di langit.” Tangan kanan Arira menggenggam sesuatu. Sebuah akar pohon berduri serupa cambuk muncul di tangannya. Dewa perang itu mengerti kalau Arira tidak bisa diajak tawar menawar. Maka pemaksaan adalah satu-satunya cara. “Kau yakin? Peperangan di antara kita akan menghancurkan sebagian wilayah milik orang tuamu,” tanya Arsa. Di tangannya juga kini keluar pedang petir. “Kau takut?” “Tidak. Aku dewa peran
Tak sabar melihat penyatuan ketujuh arwah Dewi Hara, Dewa Arsa memeluk Arira dengan kuat. “Lepaskan!” gumam Arira dalam pelukan Arsa. “Tidak akan. Sejak kapan aku melepaskan hal yang aku pegang erat.” Arsa memandang wajah Arira yang halus tanpa cela. Tergoda lagi, ia menyesap bibir gadis itu hingga anak dari pasangan manusia harimau dibuat tak berdaya dalam pelukannya. “Ehm!” Seseorang muncul mengganggu kesenangan Arsa. Rogu datang walau belum dipanggil. “Kau, mengganggu saja.” Arsa menjauh tapi tak melepaskan Arira. “Sudah waktunya, itu diurus nanti saja saat di langit, bagaimana?” Rogu menunjuk ke langit dan memperlihatkan fenomena alam yang terjadi seribu tahun sekali. Waktu yang tepat untuk menyatukan arwah Hara. Kalau gagal, Arsa hanya bisa mengulanginya di seribu tahun kemudian. “Maksudnya?” tanya Arsa pada Rogu. “Sejajar, sembilan planet berada dalam satu barisan lurus, dan bintang-bintang terutama tujuh rasi bintang istrimu terbentuk semua di langit. Ini fenomena yang b
Nira berjalan kaki sepanjang hutan dan melihat apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa dia sampai harus terlempar ke sini. Pasti ada alasan yang kuat. “Sejak kapan manusia bisa berubah menjadi serigala? Pasti ada campur tangan iblis di dalamnya. Eh, tapi Arsa, kan, bisa jadi harimau juga? Ah, pusing kepalaku lama-lama.” Nira keluar dari hutan dan melihat beberapa orang duduk serta bertukar cerita. Saat itu juga ia sadari hidup di zaman yang berbeda. Buktinya pakaian yang ia kenakan dan orang-orang di sana tidak ada kesamaan sedikit pun. “Aku harus cari tahu.” Nira menyembunyikan pedang apinya. Lalu menajamkan pendengaran. “Aku dengar ratu hamil tanpa suami. Sayang sekali, padahal dia sangat baik. Anggota dewan pasti murka.” “Jangan-jangan kau lagi ayahnya?” “Enak saja, lebih baik aku tidur dengan babi daripada dengan ratu. Dia memang baik, tapi tak segan-segan membunuh orang tak sepaham dengannya?” “Itu caranya melindungi diri.” “Dan pada akhirnya ketahuan juga. Malang sekali
Raja iblis Kuwara menerima laporan dari Reksi tentang kedatangan salah satu pecahan arwah Dewi Hara yang membabi buta membunuh para bangsawan. “Bukankan Hara dewi kebaikan? Kenapa ada satu pecahannya yang bertindak bar-bar?” tanya Kuwara. “Sepertinya arwah Dewi Hara tidak semuanya baik, Tuanku. Pecahan yang pertama saja menjabat sebagai pembasmi bajak laut.” Maksud Reksi yaitu Adara si arwah pertama dengan kulit cokelat dan mata hijau lumut. “Hmm, ini sangat menarik, dan ketika mereka menyatu, berarti Hara bukanlah dewi kebaikan lagi. Melainkan dewi yang penuh nafsu dan ambisi karena pernah hidup sebagai manusaia.” Kuwara memberi makan burung jelmaan Dewi Anjasmara. “Apakah mereka benar akan menyatu, Tuanku?” tanya Reksi. “Oh, pertanyaanmu sangat cerdas sekali. Secara tak langsung kau ingin aku mengunjungi arwah bar-bar itu dan mencari tahu. Saran yang baik, Reksi, kau memang anjing yang penurut.” Raja Iblis Kuwara memutuskan turun dan melakukan kunjungan dadakan. Ia penasaran Ni
Kuwara berubah menjadi seekor serigala ketika sampai di hutan tempat Lira dan Nira tinggal. Begitu juga dengan Reksi yang mengubah wujud menjadi sosok anjing ganas. Dua binatang itu mulai berlarian. Pepohonan dibuat tumbang, akar pohon terangkat, dan tanah bergetar serasa gempa bumi ketika dua binatang buas itu menghantam semua yang ada di depannya. Lalu sampailah mereka semua di hadapan mantan penjaga gerbang neraka. Nira mengeluarkan pedang dengan kobaran api neraka, dan Reksi berlarian mencari Lira yang mencoba kabur. Wanita bermata merah itu mengempas api dari pedangnya berkali-kali. Kuawara menangkis dengan tangan kekar dan berbulu hitam kasar. Terasa panas walau Kuwara berasal dari klan iblis. “Enyahlah kau dari hadapanku.” Nira turun dan menantang sang raja iblis secara langsung. Sesaat Kuwara terpana ketika cadar yang menutupi wajah Nira terlepas. Wajah yang amat dia dambakan. Dewi Hara. Tapi sayangnya yang dihadapan Kuwara kini seseorang yang mudah mengobarkan api. Nira
Dewa Rama terbang turun ke bumi memenuhi panggilan Rogu dan Dewa Arsa. Lelaki berambut putih itu menoleh ke belakang dan tak kaget ketika diikuti oleh Dewa Jayamurcita dan pasukan langit. Penjaga gerbang mempercepat terbang dan Dewa Rama sengaja melambatkan diri. “Atas perintah Mahadewi?” tanya Dewa Rama santai saja. “Benar, sebaiknya kau ikut denganku Dewa Rama.” Jayamurcita jadi serba salah. “Kalau aku tidak mau?” “Terpaksa ak—” “Melawanku? Sudah sempurna ilmumu anak muda?” Dewa Rama malas sekali berbasa-basi. “Dewa Rama, maaf tapi aku tidak punya pilihan lain.” Jayamurcita terpaksa menaikkan tombaknya. Namun, tiba-tiba saja lelaki berambut putih itu menghilang tanpa peringatan. Jayamurcita mencari tapi tidak juga ketemu. Langit begitu luas tapi tanpa penopang dan di manakah dia bersembunyi? Dewa Rama hanya geleng-geleng kepala melihat begitu patuhnya Jayamurcita pada Senandika yang ternyata palsu. Lelaki itu terus saja terbang turun dan mulai terlihat Dewa Arsa beserta romb
“Istri-istriku, akhirnya kalian datang juga.” Arsa membuka lebar tangannya dan berharap mendapat sambutan. Tapi yang ia terima hanya angin dan butiran pasir saja.“Cih, kau tahu sendiri akibatnya mengumpulkan banyak perempuan di satu tempat. Makanlan itu penjelasan, weeek!” Nira sudah habis selera mengejar Arsa. Sisanya ia serahkan pada empat arwah yang lain saja. “Nira, Nira, tolong jangan, tolong bantu aku jelaskan pada mereka semua.” Arsa menahan tangan pecahan arwah ketiga Hara. “Malas!” Mantan penjaga neraka itu berlalu meninggalkan sang dewa perang. “Matilah aku. Semoga mereka bisa menerima dengan berlapang dada, ya, mau bagaimana, bukan aku yang mau mereka terpecah belah.” Arsa menghampiri empat pecahan arwah lain yang masih membeku. Paling kaget memang dengan Samara. Dokter bedah itu membawa bayi laki-laki, padahal anak dari Lira saja sudah membuat sang dewa jadi bingung. “Aku harus menghampiri yang mana satu?” Arsa terhenti di tengah jalan. Tidak demikian dengan si pembe
Kuwara mengubah wujudnya menjadi seekor serigala besar dan berdiri di dua kakinya. Dewa perang itu juga mengubah wujudnya menjadi seekor harimau kuning besar dengan otot yang kokoh serta taring dan kuku yang tajam. Dua binatang buas yang saling berteriak dan memamerkan kekuatan mereka. Suara auman yang terdengar membahana sampai menembus portal keamanan milik Dewa Rama. Bahkan Hara terkejut dan hampir pegangannya pada Dewi Anjas terlepas. Di bumi, suara dua dewa yang sedang bertikai itu terdengar seperti naga yang sedang bangkit dari tidurnya. Macam-macam legenda yang berkembang. Terutama ketika tubuh binatang buas itu menutupi bulan yang bersinar terang. Penduduk bumi akan mulai memukul kentungan agar mereka yang bertikai memuntahkan bulan yang ditelan. Harimau dan serigala itu saling bergelut. Mencakar, menggigit, menendang, mematahkan tulang belulang. Kuku mereka masuk ke menembus kulit, tulang serta daging. Darah bercucuran sampai menetes ke bumi hingga membuat tumbuhan yang
Hara memegang pedang api neraka di tangan kanannya. Ia bersiap menghadapi pasukan iblis yang jumlahnya begitu banyak. Sang dewi melompat dan menaikkan lalu menebas pedangnya hingga timbul gelombang energi angin yang cukup besar. Gelombang itu tajam sesuai dengan pedangnya dan membuat beberapa bagian tubuh iblis terputus. Kemudian ibu dari Dewa Kembar itu berlarian dari satu atap ke atap lainnya sembari mengayunkan senjata mengikuti gerakan para iblis yang begitu gesit. Peluh Hara bercucuran. Ia melompat lebih tinggi dan mencoba meretakkan portal iblis yang dibuat oleh Kuwara. Portal hancur sedikit demi sedikit. Cahaya hijau terang dari tubuh Dewi Anjas keluar menembus langit. “Besar juga kekuatanmu sejak kembali dari bumi.” Kuwara memperhatikan pertarungan sengit dari atas singgasananya. Di sisi kirinya Dewi Anjasmara terkulai lemah tanpa bisa melawan.Sementara itu Reksi berdiri di antara barisan para prajurit neraka yang menghadapi Arsa. Pelayan Raja Iblis itu memiliki dendam yan
Seekor rubah ekor tujuh berlarian di atas gunung es. Ekornya bergerak ke sana kemari dengan lincah hingga membuat pola yang cahayanya berpendar begitu indah. Rubah ekor tujuh itu melompat ketika seekor harimau mengejarnya. Sang dewi api sedang menguji kekuatan barunya. Benar ia telah menyatu dengan makhluk kuno yang habitatnya dulu hancur diburu para iblis. Seekor harimau besar melompat cukup tinggi, mata rubah ekor tujuh itu bersinar terang. Dengan kekuatannya ia bersusaha menghindar dari terkaman. Namun, setelah rubah melompat tetap saja harimau yang merupakan perwujudan dari dewa perang mampu menangkapnya. “Ah, sudah, sudah hentikan! Aku tak tahan geli!” Dewi Hara mengubah wujud menjadi seperti biasa ketika kuku-kuku harimau yang tajam menelisik bulu-bulu rubah yang halus. Hara tak berhenti tertawa sampai menangis ketika Arsa terus menggodanya. “Ternyata seorang Dewi Api bisa geli juga. Kupikir seluruh tubuhnya akan dilindungi perisai sampai tak bisa tersentuh.” Arsa menyudahi
Di puncak Gunung Api dan Es, Dewi Hara berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah cakrawala yang dipenuhi oleh kabut tebal. Angin dingin yang menusuk tulang bercampur dengan panas yang membara dari lava yang mengalir di bawahnya, menciptakan suasana yang penuh dengan ketegangan dan kekuatan alam yang luar biasa.Dewi Hara mengangkat pedang saktinya, pedang api neraka, yang berkilauan dengan sinar merah yang memancar dari dalamnya. Pedang itu ia dapatkan ketika menjadi sosok Nira. Sebuah senjata berbahaya yang mampu mengeringkan sungai dalam sekejap mata. Dengan setiap ayunan, Dewi Hara merasakan kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya, mempersiapkannya untuk pertempuran yang akan datang. Perang melawan bagian dari dirinya sendiri. Di hadapan wanita berambut keriting itu, bayangan besar mulai terbentuk. Rubah Ekor Tujuh, makhluk yang merupakan gabungan dari tujuh dewi zodiak kuno, muncul dengan anggun. Setiap ekor rubah memancarkan cahaya yang berbeda, mencerminkan kekuatan dan el
Sahasika membawa bayi Arsa dan Hara ke dalam kediamannya bersama raja langit. Tak lama kemudian Wanudara pun masuk. Sahasika memerintahkan para pelayan keluar. “Apa lagi yang kau lakukan?” tanya Wanudara pada ratu langit. “Menurutmu?” tanya kembaran Senandika itu dengan ekor mata melirik lelaki yang bukan suaminya. “Kenapa harus mencari masalah lagi?” Raja langit duduk dengan dua kaki terbuka lebar. “Aku tidak mencari masalah, Kanda, aku mencari kasih sayang. Anak sekecil ini pasti tahu menyayangi siapa yang merawatnya. Hal yang tidak pernah aku dapatkan dari dulu.” “Sahasika …” panggil sang raja. “Berhenti memanggilku dengan nama itu. Aku bahkan tak menyukainya sama sekali.” “Sahasika, kejahatanmu sudah terlalu jauh, cepat atau lambat aku harus mengembalikan Senandika pada tempatnya.” Jujur saja Wanudara merindukan istrinya yang asli. Wanita yang penuh kelembutan tapi ketegasan, hanya saja mudah kasihan pada saudara kembarnya. “Aku tidak akan mengembalikan tempat ini pada Sen
Arsa dan Hara pergi berdua ke gunung api dan es untuk menekan gejolak panas pada tubuh sang dewi. Keduanya melintasi langit di malam hari yang bertabur bintang amat indah. Tak mau terburu-buru, begitulah mereka kalau sedang berdua. “Itu, bintang saat aku masih di kehidupan yang dulu,” ujar Hara saat ia difitnah pada kehidupan lampau.“Dan bersinar sangat terang. Dari sana saja sudah ketahuan kalau kau tidak bersalah.” “Kalau misalnya aku bersalah, Kanda, aku jadi apa?” “Meteor atau benda-benda langit lainnya yang jatuh menghantam bumi dan membuat kerusakan hingga menyengsarakan umat manusia serta menyulitkan para dewa.” “Oh, aku baru mendengar hal-hal seperti ini. Tapi bintang di sebelah itu siapa, ya? Kenapa aku curiga kalau dia salah satu temanku,” tunjuk Hara pada bintang dewi pelangi hijau dengan sinar yang tak kalah terangnya. “Nanti akan aku cari tahu. Kita lanjutkan perjalanan, semakin cepat sampai semakin cepat kita bertemu dengan si kembar.” Arsa semakin menggenggam erat
Arsa membawa Hara ke dalam kamarnya. Ia meminta para pelayan meninggalkan mereka seorang diri sebab tahu panas dari tubuh istrinya masih tidak bisa diredam dengan mudah. Lelaki itu sendiri mengambil air dari sumbernya di kolam dan segera mengusap tubuh sang dewi dengan kain basah. Air yang menenangkan sanggup meredam panas yang masih bergejolak. “Dewa Arsa, sebelum kami benar-benar pamit, apakah ada yang masih dibutuhkan?” tanya salah satu pelayan dari luar. “Tidak ada. Awasi dan jaga anak kami dengan baik, jangan biarkan Ambar mendekati mereka, mengerti?” titah sang dewa. “Baik, Dewa Arsa.” Kemudian para pelayan beranjak meninggalkan kamar sang tuan. “Rubah ekor tujuh, bagaimana mungkin tubuhmu sanggup menahan hewan kuno itu. Pantas setiap sebentar kau marah dan mengeluarkan api.” Dewa perang mengganti pakaian istrinya yang basah dengah jubah baru warna putih dengan sensasi dingin dan menenangkan. “Istirahatlah, Sayang, yang tadi hanya mimpi buruk saja. Aku tidak akan pernah m
Dewa Api mendekati Hara tiba-tiba saja bahkan memegang tangan wanita itu begitu erat. Sahasika sangat menikmati permainan yang ia buat sendiri. Cepat atau lambat pertarungan besar terjadi dan akan berdampak ke bumi. “Permaisuriku, ayo ikut ke aula merah. Mulai sekarang kau adalah istriku.” Dewa Api menarik tangan Hara. Namun, wanita berambut keriting itu diam saja di tempatnya. Lagi, lelaki berjubah merah itu menariknya, tapi sama saja Dewi Hara tak bergerak sama sekali. Memiliki kekuatan yang sama-sama berasal dari api membuat keduanya saling adu kekuatan dalam diam. Tanpa disadari dua dewa, yang lain jadi menjauh karena hawa panas yang dikeluarkan dari tubuh masing-masing. “Ini yang aku khawatirkan.” Arsa berhasil melepas ikatan dari Jayamurcita. “Tidak mungkin Dewi Hara jadi seperti itu.” Dewa penjaga gerbang terbelalak matanya ketika api besar keluar dari tubuh sang dewi. Secara sengaja semua yang ada di sana menjauh. Api menyambar semua yang ada di sekitar Hara termasuk memb
Mahadewa dan istrinya sudah memasuki aula. Para dewa dan dewi memberikan hormat. Setelah diminta barulah mereka menaikkan kepala. Ada satu jabatan yang diisi oleh dewa baru, yaitu juru catat perintah mahadewa dan mahadewi. Jabatan itu diisi oleh Rogu. Mata Arsa menatap Rogu begitu dalam. Siapa sangka temannya akan di sana. Jabatan yang bisa dikatakan strategis karena memiliki daya ingat yang kuat. Namun, cukup berat karena yang diincar pertama kali untuk memanipulasi perintah raja dalah Rogu nantinya. “Aku senang semua pilar penyokong langit sudah terisi kembali,” ucap raja langit Wanudara. “Tapi aku kembali kecewa kenapa Dewa Rama masih tidak mau bergabung dalam pemerintahan, padahal aku sangat membutuhkan nasehatnya.” Ucapan Wanudara membuat Dewi Senandika palsu melirik ke arahnya. Rogu diam saja tak mau menjawab. Tindakan Dewa Rama sulit ditebak bahkan oleh takdir sendiri. “Yang Mulia, mulai saja sekalian jangan berlama-lama,” bisik Sahasika pada Wanudara. “Baik kalau begitu.