Share

Iseng

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Tunggulah di sini, aku akan kembali,” ucap Arsa sembari menatap Hira yang rebahan di kasur.

“Terus kuliahku gimana, Say? Nggak sedikit loh uangku habis banting tulang siang malam demi dapat uang.”

“Soal uang? Ambil saja dalam lemari, semuanya ada.” Berbinar mata Hira mendengar ucapan Arsa. Hidupnya beruntung ketemu om-om yang mau membiayai dirinya.

“Oke, hati-hati di jalan, jangan lupa jalan pulang, ya.” Gadis itu melambaikan tangan pada Arsa.

Dewa perang menghampiri pecahan arwah keenam. Ia mengecup kening gadis itu setelahnya menghilang. Hira terkejut dibuatnya.

“Berarti dia bukan manusia biasa? Atau werewolf, atau hantu, hiih, jadi aku tidur sama siapa?” Merinding Hira dibuatnya. Ia tutup tubuhnya dengan selimut selama beberapa menit. Namun, gadis itu memang merasa ada yang aneh dengan Pak Dewa.

Sejak pertama kali bertemu di pentas teater. Lalu berlanjut ada ledakan di udara. Pertemuan dengan Samara hingga Arsa sama sekali tak memperlihatkan wajahnya. Cuaca panas dan pelangi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Roh Dewa Perang   Istana Putih

    Arsa mengikuti arah pergerakan cahaya dari Dewi Leo. Namun, dewa perang itu justru tersesat di satu tempat yang tak terlihat apa pun di depan matanya. “Ini tidak mungkin. Siapa yang berani bermain-main denganku.” Dewa perang itu mempertajam mata batinnya. Ia lihat sekeliling tapi lagi-lagi kosong. Kalau pun ada yang terlihat hanya asap putih yang tebal dan setelah ia masuki ternya benar tidak ada apa-apanya. “Rogu, Rogu,” panggil Arsa berulang kali. Namun, yang dibutuhkan bantuannya tak juga datang. Dewa perang kembali terbang ke angkasa yang lebih tinggi. Dengan mata kuningnya ia memandang jejak hilangnya cahaya dari Dewi Leo, ternyata tidak ada apa-apanya lagi. “Siapa pun yang berani menghalangiku membawah Arwah Hara, aku tidak segan-segan untuk membunuhnya.” Suara Arsa terdengar menggelagar di atas langit. Tapi tidak ada yang menjawab panggilannya. “Sepertinya kalian main-main denganku.” Pedang petir Arsa keluar. Dewa perang itu lemparkan ke arah kabut putih tebal terbentuk.

  • Roh Dewa Perang   Ratu Cahaya

    Bagian 88 Taksaka—manusia harimau kuning yang menjaga takhta di istana kerajaan putih bangkit dari tapanya. Ia langsung menuju kamarnya. Di sana istri tercinta, gadis yang dulu ia jaga dengan bertaruh nyawa sedang memandang cermin dengan penuh kehampaan. Saka menghampiri Cahaya. “Kenapa?” tanya lelaki yang sudah lama menjadi raja di istana itu. “Dia datang, tak jauh lagi dia akan sampai.” Aya yang biasanya ceria berubah muram sejak melahirkan Arira. Tahun demi tahun ia habiskan dengan penuh kerisauan. “Kapan dia sampai ke sini?” Saka pun bingung, sebab ia juga menyembah Dewa Perang Arsa. “Nggak lama lagi, tunggu aja.” “Arira mana?” “Ada di kamarnya. Mungkin dia udah tahu dan memilih diam. Tapi aku yang nggak rela.” Cahaya menghela napas sejenak. Mata birunya jelas sekali mengisyaratkan ketakutan. “Kita amankan tempat ini. Arira tidak boleh dibawa pergi.” Saka pun enggan kehilangan si bungsu yang lahir dengan mata berbeda. “Kang Mas.” Aya berdiri dari duduknya. Sang ratu yang

  • Roh Dewa Perang   Sesama Harimau

    Arsa tak perlu menggunakan zirah perangnya sebab lawannya kali ini seorang wanita yang sebenarnya tidak ingin ia sakiti sama sekali. Tapi tantangan harus tetap dipenuhi. Ratu Cahaya bahkan mempersiapkan semua senjata. Cahaya dijaga oleh ratusan peri dengan sayap elang. Peri-peri itu menyerang Arsa bergantin dan keroyokan. Awal mula Dewa Arsa masih tidak ingin membunuh. Namun, satu di antara pera peri itu mengigit dan nyaris merobek telinga dengan menggunakan taringnya. Hingga dengan terpaksa sang dewa mengunuskan pedang petir menembus perut sang peri. Makhluk itu tewas dan berubah menjadi burung elang yang jatuh di tanah. Ratu Cahaya berduka menyaksikan kematian rakyatnya yang amat setia padanya. Sang Ratu tak punya cara lain, walau harus meregang nyawa sekali pun, ia tak akan mau Arira dibawa pergi. “Ratu Cahaya, apa kau benar-benar ingin semua yang ada di sini mati.” Dewa Arsa menarik pedang dari perut peri terakhir. Semua telah mati di tangannya. Hanya tersisa dia dan sang rat

  • Roh Dewa Perang   Putri Arira

    Bagian 90 Saka mengejar Dewa Arsa yang ingin menghancurkan atap istana miliknya. Dewa perang itu merasakan kuku tertancap di betisnya. Ia tak ingin buang-buang waktu tapi yang ini juga tidak bisa didiamkan.Dewa Arsa menghantam Saka yang menghalanginya. Namun, tak mudah juga menumbangkan sang raja. Saka manusia harimau yang sudah banyak berpetualang. Dua lelaki yang sama-sama bermata kuning itu saling menatap dengan peluh dan darah yang berceceran di lantai. Tidak ada yang berani melerainya. Suara pertarungan mereka masuk sampai ke telinga Ratu Cahaya yang masih berbaring lemah. “Ratuku, jangan pergi ke mana-mana, aku tidak akan kuat melawannya.” Peri capung menahan tangan Ratu Cahaya. “Aku tidak bisa membiarkan suamiku bertarung seorang diri. Biar aku menolongnya.” Cahaya menerobos keamanan yang menjaganya. Wanita bermata biru itu berlarian dan melihat bagaimana keadaan di istanah bawah. Dewa Arsa dan Taksaka sama-sama berubah menjadi harimau ganas. Namun, ukuran tubuh Arsa jauh

  • Roh Dewa Perang   Cambuk Berduri

    Dewa Arsa melompat hendak menyambar Arira yang terus mencemoohnya. Namun, gadis dengan dua bola mata beda warna itu bukanlah manusia biasa. Ia bisa terbang menembus atap istana sebelum ditangkap oleh lekaki yang katanya suaminya. “Kau pikir aku akan menyerah,” ucap Arira sambil melayang indah di atas kerajaannya. “Yang seperti ini sudah pernah aku hadapi sebelumnya. Aku hanya perlu mengulang lagi dan bersabar saja.” Maksud Arsa adalah Adara dan Nira. “Kalau begitu tinggal saja dengan mereka. Kau tak perlukan aku lagi. Aku lebih menyayangi kedua orang tuaku daripada gelar dewi di langit.” Tangan kanan Arira menggenggam sesuatu. Sebuah akar pohon berduri serupa cambuk muncul di tangannya. Dewa perang itu mengerti kalau Arira tidak bisa diajak tawar menawar. Maka pemaksaan adalah satu-satunya cara. “Kau yakin? Peperangan di antara kita akan menghancurkan sebagian wilayah milik orang tuamu,” tanya Arsa. Di tangannya juga kini keluar pedang petir. “Kau takut?” “Tidak. Aku dewa peran

  • Roh Dewa Perang   Dewi Sahasika

    Tak sabar melihat penyatuan ketujuh arwah Dewi Hara, Dewa Arsa memeluk Arira dengan kuat. “Lepaskan!” gumam Arira dalam pelukan Arsa. “Tidak akan. Sejak kapan aku melepaskan hal yang aku pegang erat.” Arsa memandang wajah Arira yang halus tanpa cela. Tergoda lagi, ia menyesap bibir gadis itu hingga anak dari pasangan manusia harimau dibuat tak berdaya dalam pelukannya. “Ehm!” Seseorang muncul mengganggu kesenangan Arsa. Rogu datang walau belum dipanggil. “Kau, mengganggu saja.” Arsa menjauh tapi tak melepaskan Arira. “Sudah waktunya, itu diurus nanti saja saat di langit, bagaimana?” Rogu menunjuk ke langit dan memperlihatkan fenomena alam yang terjadi seribu tahun sekali. Waktu yang tepat untuk menyatukan arwah Hara. Kalau gagal, Arsa hanya bisa mengulanginya di seribu tahun kemudian. “Maksudnya?” tanya Arsa pada Rogu. “Sejajar, sembilan planet berada dalam satu barisan lurus, dan bintang-bintang terutama tujuh rasi bintang istrimu terbentuk semua di langit. Ini fenomena yang b

  • Roh Dewa Perang   Anak Perempuan Pertama

    Nira berjalan kaki sepanjang hutan dan melihat apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa dia sampai harus terlempar ke sini. Pasti ada alasan yang kuat. “Sejak kapan manusia bisa berubah menjadi serigala? Pasti ada campur tangan iblis di dalamnya. Eh, tapi Arsa, kan, bisa jadi harimau juga? Ah, pusing kepalaku lama-lama.” Nira keluar dari hutan dan melihat beberapa orang duduk serta bertukar cerita. Saat itu juga ia sadari hidup di zaman yang berbeda. Buktinya pakaian yang ia kenakan dan orang-orang di sana tidak ada kesamaan sedikit pun. “Aku harus cari tahu.” Nira menyembunyikan pedang apinya. Lalu menajamkan pendengaran. “Aku dengar ratu hamil tanpa suami. Sayang sekali, padahal dia sangat baik. Anggota dewan pasti murka.” “Jangan-jangan kau lagi ayahnya?” “Enak saja, lebih baik aku tidur dengan babi daripada dengan ratu. Dia memang baik, tapi tak segan-segan membunuh orang tak sepaham dengannya?” “Itu caranya melindungi diri.” “Dan pada akhirnya ketahuan juga. Malang sekali

  • Roh Dewa Perang   Iblis Neraka

    Raja iblis Kuwara menerima laporan dari Reksi tentang kedatangan salah satu pecahan arwah Dewi Hara yang membabi buta membunuh para bangsawan. “Bukankan Hara dewi kebaikan? Kenapa ada satu pecahannya yang bertindak bar-bar?” tanya Kuwara. “Sepertinya arwah Dewi Hara tidak semuanya baik, Tuanku. Pecahan yang pertama saja menjabat sebagai pembasmi bajak laut.” Maksud Reksi yaitu Adara si arwah pertama dengan kulit cokelat dan mata hijau lumut. “Hmm, ini sangat menarik, dan ketika mereka menyatu, berarti Hara bukanlah dewi kebaikan lagi. Melainkan dewi yang penuh nafsu dan ambisi karena pernah hidup sebagai manusaia.” Kuwara memberi makan burung jelmaan Dewi Anjasmara. “Apakah mereka benar akan menyatu, Tuanku?” tanya Reksi. “Oh, pertanyaanmu sangat cerdas sekali. Secara tak langsung kau ingin aku mengunjungi arwah bar-bar itu dan mencari tahu. Saran yang baik, Reksi, kau memang anjing yang penurut.” Raja Iblis Kuwara memutuskan turun dan melakukan kunjungan dadakan. Ia penasaran Ni

Bab terbaru

  • Roh Dewa Perang   107. Rubah yang Angkuh

    Di puncak Gunung Api dan Es, Dewi Hara berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah cakrawala yang dipenuhi oleh kabut tebal. Angin dingin yang menusuk tulang bercampur dengan panas yang membara dari lava yang mengalir di bawahnya, menciptakan suasana yang penuh dengan ketegangan dan kekuatan alam yang luar biasa.Dewi Hara mengangkat pedang saktinya, pedang api neraka, yang berkilauan dengan sinar merah yang memancar dari dalamnya. Pedang itu ia dapatkan ketika menjadi sosok Nira. Sebuah senjata berbahaya yang mampu mengeringkan sungai dalam sekejap mata. Dengan setiap ayunan, Dewi Hara merasakan kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya, mempersiapkannya untuk pertempuran yang akan datang. Perang melawan bagian dari dirinya sendiri. Di hadapan wanita berambut keriting itu, bayangan besar mulai terbentuk. Rubah Ekor Tujuh, makhluk yang merupakan gabungan dari tujuh dewi zodiak kuno, muncul dengan anggun. Setiap ekor rubah memancarkan cahaya yang berbeda, mencerminkan kekuatan dan el

  • Roh Dewa Perang   106. Sepasang Kekasih?

    Sahasika membawa bayi Arsa dan Hara ke dalam kediamannya bersama raja langit. Tak lama kemudian Wanudara pun masuk. Sahasika memerintahkan para pelayan keluar. “Apa lagi yang kau lakukan?” tanya Wanudara pada ratu langit. “Menurutmu?” tanya kembaran Senandika itu dengan ekor mata melirik lelaki yang bukan suaminya. “Kenapa harus mencari masalah lagi?” Raja langit duduk dengan dua kaki terbuka lebar. “Aku tidak mencari masalah, Kanda, aku mencari kasih sayang. Anak sekecil ini pasti tahu menyayangi siapa yang merawatnya. Hal yang tidak pernah aku dapatkan dari dulu.” “Sahasika …” panggil sang raja. “Berhenti memanggilku dengan nama itu. Aku bahkan tak menyukainya sama sekali.” “Sahasika, kejahatanmu sudah terlalu jauh, cepat atau lambat aku harus mengembalikan Senandika pada tempatnya.” Jujur saja Wanudara merindukan istrinya yang asli. Wanita yang penuh kelembutan tapi ketegasan, hanya saja mudah kasihan pada saudara kembarnya. “Aku tidak akan mengembalikan tempat ini pada Sen

  • Roh Dewa Perang   105. Gunung Api & Es

    Arsa dan Hara pergi berdua ke gunung api dan es untuk menekan gejolak panas pada tubuh sang dewi. Keduanya melintasi langit di malam hari yang bertabur bintang amat indah. Tak mau terburu-buru, begitulah mereka kalau sedang berdua. “Itu, bintang saat aku masih di kehidupan yang dulu,” ujar Hara saat ia difitnah pada kehidupan lampau.“Dan bersinar sangat terang. Dari sana saja sudah ketahuan kalau kau tidak bersalah.” “Kalau misalnya aku bersalah, Kanda, aku jadi apa?” “Meteor atau benda-benda langit lainnya yang jatuh menghantam bumi dan membuat kerusakan hingga menyengsarakan umat manusia serta menyulitkan para dewa.” “Oh, aku baru mendengar hal-hal seperti ini. Tapi bintang di sebelah itu siapa, ya? Kenapa aku curiga kalau dia salah satu temanku,” tunjuk Hara pada bintang dewi pelangi hijau dengan sinar yang tak kalah terangnya. “Nanti akan aku cari tahu. Kita lanjutkan perjalanan, semakin cepat sampai semakin cepat kita bertemu dengan si kembar.” Arsa semakin menggenggam erat

  • Roh Dewa Perang   104. Ramalan

    Arsa membawa Hara ke dalam kamarnya. Ia meminta para pelayan meninggalkan mereka seorang diri sebab tahu panas dari tubuh istrinya masih tidak bisa diredam dengan mudah. Lelaki itu sendiri mengambil air dari sumbernya di kolam dan segera mengusap tubuh sang dewi dengan kain basah. Air yang menenangkan sanggup meredam panas yang masih bergejolak. “Dewa Arsa, sebelum kami benar-benar pamit, apakah ada yang masih dibutuhkan?” tanya salah satu pelayan dari luar. “Tidak ada. Awasi dan jaga anak kami dengan baik, jangan biarkan Ambar mendekati mereka, mengerti?” titah sang dewa. “Baik, Dewa Arsa.” Kemudian para pelayan beranjak meninggalkan kamar sang tuan. “Rubah ekor tujuh, bagaimana mungkin tubuhmu sanggup menahan hewan kuno itu. Pantas setiap sebentar kau marah dan mengeluarkan api.” Dewa perang mengganti pakaian istrinya yang basah dengah jubah baru warna putih dengan sensasi dingin dan menenangkan. “Istirahatlah, Sayang, yang tadi hanya mimpi buruk saja. Aku tidak akan pernah m

  • Roh Dewa Perang   103. Rubah Ekor Tujuh

    Dewa Api mendekati Hara tiba-tiba saja bahkan memegang tangan wanita itu begitu erat. Sahasika sangat menikmati permainan yang ia buat sendiri. Cepat atau lambat pertarungan besar terjadi dan akan berdampak ke bumi. “Permaisuriku, ayo ikut ke aula merah. Mulai sekarang kau adalah istriku.” Dewa Api menarik tangan Hara. Namun, wanita berambut keriting itu diam saja di tempatnya. Lagi, lelaki berjubah merah itu menariknya, tapi sama saja Dewi Hara tak bergerak sama sekali. Memiliki kekuatan yang sama-sama berasal dari api membuat keduanya saling adu kekuatan dalam diam. Tanpa disadari dua dewa, yang lain jadi menjauh karena hawa panas yang dikeluarkan dari tubuh masing-masing. “Ini yang aku khawatirkan.” Arsa berhasil melepas ikatan dari Jayamurcita. “Tidak mungkin Dewi Hara jadi seperti itu.” Dewa penjaga gerbang terbelalak matanya ketika api besar keluar dari tubuh sang dewi. Secara sengaja semua yang ada di sana menjauh. Api menyambar semua yang ada di sekitar Hara termasuk memb

  • Roh Dewa Perang   102

    Mahadewa dan istrinya sudah memasuki aula. Para dewa dan dewi memberikan hormat. Setelah diminta barulah mereka menaikkan kepala. Ada satu jabatan yang diisi oleh dewa baru, yaitu juru catat perintah mahadewa dan mahadewi. Jabatan itu diisi oleh Rogu. Mata Arsa menatap Rogu begitu dalam. Siapa sangka temannya akan di sana. Jabatan yang bisa dikatakan strategis karena memiliki daya ingat yang kuat. Namun, cukup berat karena yang diincar pertama kali untuk memanipulasi perintah raja dalah Rogu nantinya. “Aku senang semua pilar penyokong langit sudah terisi kembali,” ucap raja langit Wanudara. “Tapi aku kembali kecewa kenapa Dewa Rama masih tidak mau bergabung dalam pemerintahan, padahal aku sangat membutuhkan nasehatnya.” Ucapan Wanudara membuat Dewi Senandika palsu melirik ke arahnya. Rogu diam saja tak mau menjawab. Tindakan Dewa Rama sulit ditebak bahkan oleh takdir sendiri. “Yang Mulia, mulai saja sekalian jangan berlama-lama,” bisik Sahasika pada Wanudara. “Baik kalau begitu.

  • Roh Dewa Perang   Pilar Langit

    “Jangan gegabah. Kami bisa jalan sendiri.” Dewa Arsa memegang tangan Hara agar tak mudah tersulut emosi. “Hanya kalian saja yang belum datang, Dewa Arsa, percayalah panggilan dari raja dan ratu tidak boleh diabaikan,” sahut Jayamurcita.“Baik, kami mengerti. Kami akan pergi sekarang juga. Kalian bawa kembali Banu dan Indurasmi ke kamarnya dan jaga mereka baik-baik.” Perintah Arsa pada para pelayan. Mereka semua patuh. Arsa dan Hara terbang tinggi agar lebih cepat sampai. Namun, wanita yang arwahnya pernah pecah menjadi tujuh itu melihat ke bawah. Ia heran mengapa Jayamurcita menatap begitu berbeda pada dua anak kembarnya. “Aku tahu apa yang kau khawatirkan. Jayamurcita tidak akan berani berbuat lebih jauh, istriku.” Arsa menggapai Hara yang baru saja ingin turun kembali. “Aku tidak percaya dengan dia. Aku masih ingat bagaimana Jayamurcita merantaiku seperti anjing dan melemparkan seribu petir padaku, dan aku masih tak bisa mengingat kepingan ingatan yang hilang dari kepalaku, Kand

  • Roh Dewa Perang   Arti Sebuah Nama

    Dewi Hara bangun dari tidurnya. Tak ia temukan di mana Arsa berada. Dari dulu memang dewa perang itu suka hilang begitu saja.“Apa jangan-jangan dia menemui Ambar?” tebak Hara asal-asalan. Ia pun kemudian memanggil pelayan. “Iya, Dewi Hara, kami di sini?” Ratri datang memenuhi panggilan tuannya. “Bantu aku bersiap. Aku ingin menemui dua anakku.” Hara bangkit dan meletakkan selimutnya. Sejenak Ratri terpaku, sang dewi tidur mengenakan dalaman bagian atas saja, bagian perut terlihat lebih kencang dan padat. Dewi Hara sudah sangat berubah. “Kenapa?” tanya Hara pada Ratri yang diam saja. “Tidak ada, Dewi Hara, hanya saja Dewa Arsa tadi sudah menemui si kembar dan sedang bersama dengan mereka.” “Ya sudah kalau begitu, kau siapkan baju dan perhiasan, aku akan mandi sendiri saja.” Hara masuk lagi dalam kolam pemandian yang sama. Ia bersiap secepat kilat karena sudah tak sabar ingin menemui dua anak kembarnya. Namun, saat melihat jubah dewi yang dibawakan oleh Ratri, Hara merasa tak coc

  • Roh Dewa Perang   Air Embun Langit

    “Bantu aku bersiap. Aku harus cantik dan wangi malam ini agar bisa memikat Dewa Arsa.” Perintah Dewi Ambar pada Ratri. Dewi pelayan itu diam sejenak. “Apa yang kau tunggu?” lanjut dewi bunga. “Ehm, maafkan hamba, Dewi Bunga. Sebagai selir paling rendah sebenarnya kau tidak ada bedanya dengan para pelayan. Kau tidak mendapatkan pelayan untuk mengurus kebutuhanmu. Jadi, hamba undur diri dulu. Hanya sampai di sini saja hamba melayani Dewi Bunga.” Sebelum kena marah, Ratri segera menutup pintu kamar. Semua di langit juga tahu kalau Dewi Ambar itu memang cantik tapi cepat marah. “Dasar pelayan rendahan. Hanya karena aku selir paling rendah kau pikir bisa seperti itu padaku. Baik, akan aku adukan pada bibiku sampai kau dihukum mati. Hara sekali pun tidak akan bisa menolong.” Dewi Ambar kesal, lalu ia menarik napas sejenak. “Baiklah malam ini aku akan menyambut Dewa Arsa dalam pelukanku. Aku akan mengurus diriku sendiri. Dibantu atau tidak oleh para pelayan semua juga tahu kalau aku paling

DMCA.com Protection Status