“Kita akan kemana?” Mata anakku mengerjap. Walaupun penerangan kamar hanya dari lampu tidur yang temaran, tapi mataku menangkap jejak kecewa di matanya.“Kita besuk jalan-jalan. Siapkan apa yang akan dibawa. Seperlunya saja, semua sudah disiapkan di sana,” ucapku sambil mengusap tangannya yang terulur.“Tapi, Ma. Daniel tidak apa-apa, kok, kita di rumah dan jalan-jalan ke mall. Aku bisa ke toko buku.” Dia keluar dari selimut dan duduk bersila menghadapku.Aku tersenyum. “Mama pikir-pikir, ke mall mulai membosankan. Benar, kita harus mencari suasana lain. Mama juga stress mikir kerjaan terus. Pokoknya kita jalan-jalan seperti yang Daniel ingin. Okey?”“Berkemah?”“Hu-um,” jawabku disambut binar di matanya.Kalau Daniel dulu mempunyai keinginan, dia pasti akan memaksa bahkan ngambek kalau tidak dipenuhi. Maklum juga, karena dia hanya anak satu-satunya. Namun, setelah perpisahan aku dan Mas Ammar, dia seperti sadar diri.Lega karena dia mulai belajar dewasa, tetapi ada kekawatiran dia a
Read more