Semua Bab Bukan Wanita Impian Suamiku: Bab 51 - Bab 60

108 Bab

Bab 51. Merunduk

Kalau benci sesuatu jangan keterlaluan. Begitu juga dengan rasa suka kepada seseorang.Rasa cinta dan sayangku kepada Mas Ammar dulu begitu bulat. Tidak ada celah untuk apapun, seakan mata ini hanya tertuju padanya. Apa yang dia ucapkan menjadi kebenaran untukku.Memang benar saat seseorang berjalan dengan hati, dia akan memberikan semuanya dengan bahagia dan tanpa bertanya. Namun, saat yang diharapkan berbanding terbalik, hati juga yang tergores dalam. Semua keindahan berubah seketika menjadi kelam.Akan tetapi, semua pasti ada masanya. Kesedihan dan kebahagiaan itu seperti musim, yang akan datang silih berganti. Sekarang aku menunggu menyambut kebahagiaan.***“Aida. Ini semua laporan proyek Anton,” ucap Laila seraya duduk di seberang meja kerjaku. Dia menyodorkan map berwarna hijau yang sudah dibuka. Progres dan deretan angka-angka menunjukkan pencapaian.Jariku merunut dari atas sampai bawah. Semua berjalan seperti rencana dan disetujui Anton. Bangunan ini belum jadi seratus pers
Baca selengkapnya

Bab 51. Keputusan Seorang Ibu

“Sepi sekali kayak kuburan?” Ucapan pedas langsung terucap setelah pintu terbuka. Laki-laki berambut panjang itu menyunggar dan mengikatnya asal. Dia tersenyum mendapatiku yang duduk sendirian di sofa.“Lagi jadi pengangguran, ya? Bagus kalau begitu,” ucapnya sambil menarik kursi untuk duduk mendekat.Aku mengerutkan alis. Ucapannya seakan menyirat dia mempunyai rencana. Dan aku mencium gelagat tidak baik.Tubuhku kusandarkan ke sofa, kemudian melipat tangan di depan dada. “Kamu ada perlu apa ke sini?”Dia tertawa. “Ada perlu dengan kamu, lah.”“Apa lagi? Aku pikir masalah kita sudah selesai,” ucapku kemudian memicingkan mata ke arahnya. “Kecuali kamu … mencari masalah denganku.”Lagi-lagi dia tertawa. Kedua tangannya menangkup dan menjadi tumpuan kepalanya yang tertuju padaku. “Aku ini orang baik, Aida. Kalau tidak, tidak mungkin kita bertahan bersama belasan tahun. Karenanya, aku tu kepikiran dengan keadaanmu sekarang ini,” ucapnya dengan nada suara rendah. Terkesan seperti laki-la
Baca selengkapnya

Bab 52. Kesepakatan

Perjalanan ini seperti mengantarkan diriku untuk memasrahkan diri, menyerah dengan tawaran yang sebenarnya mengganjal hati ini. Jalan yang biasanya padat, sekarang seakan memberiku jalan untuk cepat menuju tujuan.Tempat yang dipilih Dokter Burhan berada di tengah-tengah jarak antara tempatku dan rumah sakit. Dia mengatakan kalau dia sudah memesan tempat privat untuk kami.“Saya ada janji dengan Dokter Burhan,” ucapku kepada resepsionis yang menyambut dengan senyuman dan suara ramah.Ini memang tempat makan, tetapi bukan tempat biasa yang terdapat orang lalu-lalang untuk makan. Akan tetapi, tempat yang menyajikan kenyamanan dan privasi pengunjung yang dikhususkan berkantong tebal.“Dengan Ibu Aida?”“Betul.”Senyuman mengembang dan wajah ramah, langsung mengarahkan aku ke tempat yang sudah disiapkan. Kami berjalan melewati jalan ditengah-tengah taman yang indah. Udara sejuk dan kenyamanan mulai menyergap. Gemerincik air kolam yang berputar pada kincir air berukuran kecil menyempurnaka
Baca selengkapnya

Bab 53. Latihan

Dia memang jauh lebih menguasai dunia, tapi dalam kasus ini aku ingin menyamakan kedudukan. Aku tidak mau hanya mengucurkan rupiah, dia bersikap seakan memiliki kehidupanku.Kartu berwarna hitam, aku sodorkan kembali. Tujuanku bukan hanya sekadar sekeping benda ini, tetapi kekuatan dan kekuasaan. Kalau aku salah melangkah, bisa jadi fatal bagiku. Mulut orang di luar lebih tajam dan bermata jeli.“Saat nanti saya diperkenalkan sebagai kekasih kamu, saya tidak mau terlihat kaya mendadak. Itu sama saja melukai harga diri dan kedudukan saya. Bukankah lebih baik aku apa adanya? Menjadi wanita yang seolah dicintai bukan dibeli,” ucapku berusaha membuatnya mengerti.Dunia bisnis, tidak ubahnya seperti dunia entertainment. Slentingan gosip bisa menaikkan harga saham, tetapi juga membuatnya terjun bebas. Apa kata orang seandainya putra mahkota mempunyai kekasih yang hanya mengejar harta. Orang akan mencibir dan tidak respek lagi kepadanya.Jari telunjuknya menunjuk dengan mata melebar. “Betul
Baca selengkapnya

Bab 54. Skenario Kakek

POV Burhan Melihat anak lelaki itu, aku seperti berkaca pada diriku saat kecil dulu. Kemarahannya sama denganku, menggelapkan mata dan membutakan pikiran untuk pergi dari dunia ini. Semua gara-gara lelaki yang menjadi panutan. Seharusnya dia memberi contoh untuk menjadi pengayom wanita, ini justru kebalikannya.Itu yang aku tahu malam itu. Saat dia histeris dan harus menyerah setelah mendapatkan obat penenang. Keadaannya masih belum stabil. Semangat untuk hidup pasien sangat membantu pemulihan, dibandingkan obat-obatan.“Nama kamu Daniel, kan?” Anak lelaki itu mengangguk lemah.“Kamu ingin sembuh, kan?”“Tidak,” gumamnya lemah, tapi masih tertangkap di telingaku. Tatapanya teralih ke tampat lain. Kata suster, dia cidera karena kecelakaan tunggal. Terlihat sekali kalau ini musibah yang dia inginkan sendiri.Dahiku mengernyit. Dugaanku benar dan mengusik rasa penasaran.“Kenapa?”Dia diam, hanya matanya mengerjap seperti mengingat sesuatu. Kemudian dia berkata, kali ini dia menolehkan
Baca selengkapnya

Bab 55. Titik Balik

POV Aida “Ini beneran?”Laila tergopoh sambil membawa satu lembar kertas yang disodorkan kepadaku. Wajahnya terlihat ceria dengan mata membulat, yang menunjukkan ini kabar baik.Aku yang sedang berbincang dengan Andre tentang branding yang mulai mendapat respon khalayak, berhenti sejenak. Kami berdua sama-sama menatap Laila yang mengepalkan kedua tangan sambil teriak girang.Email yang pertanda dari Raharja Grup tentang rencana pembangunan Raharga Hospital ketiga. Senyumku mengembang sempurna, dia ternyata membayar kesepakatannya terlebih dahulu. Ini titik balik kami untuk meloncat lebih tinggi daripada sebelumnya.“Yes!” teriak Laila saat aku mengangguk.Kertas aku sodorkan ke Andre yang sedari tadi memandangku dan Laila dengan heran. Setelahnya, pekikan gembira menyusul darinya. Keadaan semakin riuh saat Rara pun bergabung dan mereka pun saling mengungkapkan kelegaan.Sama denganku. Bedanya di sudut hatiku mulai was-was dengan peran yang sebentar aku jalani.“Andre, ini sudah aku c
Baca selengkapnya

Bab 56. Kiriman Makanan

“Semangat!” seruku di sela-sela wajah-wajah yang mengerutkan dahi.“Semangat!” seru mereka bertiga, kemudian kembali berkutat dengan kertas-kertas yang terhampar di depan masing-masing.Di meja panjang yang biasanya untuk meeting, kami bekerja bersama. Kebiasaan kami untuk efektifitas untuk menghemat waktu untuk bertemu. Kami bisa langsung berdiskusi tanpa mengetuk ruang kerja.“Untung saja ini rancangan Lituhayu yang sejalan dengan yang biasanya kita kerjakan,” ucap Andre tanpa melepas pandangan dari layar komputer. Dia menilik di setiap detail rancangan.Satu persatu di cek ulang untuk memastikan hitungan mereka tidak ada yang meleset. Kalau kami tidak jeli, dan ternyata di lapangan dana membengkak, itu menjadi resiko kami si kontraktor. Makanya, sekarang sebagai kesempatan untuk memastikan dalam kondisi aman.“Hitungan awal sebenarnya tidak jauh beda, hanya karena ini hitungan satu tahun yang lalu, kita hanya menyesuaikan sepuluh persen dari perhitungan,” ucap Andre menyerahkan est
Baca selengkapnya

Bab 57. Masih Pantas

Ketika badan penat, rumah menjadi tujuan yang bisa mengurai semua itu. Matahari sudah mulai turun, menjadikan senja menyambut kedatanganku. Tempat tinggalku ini bukan apartemen mewah yang penuh dengan fasilitas modern. Masih terletak di kota, tetapi agak ke pinggir sedikit, yang menjadikan aku menjatuhkan pilihan. Mid rise apartment, model hunian dengan jumlah lantai yang tidak lebih dari sebelas lantai. Yang mengusung konsep garden. Sekeliling memiliki akses langsung ke ruang hijau terbuka. Dimana-mana taman dan itu sungguh menyejukkan mata. “Selamat sore, Bu Aida,” seru penjaga unit yang ada di bawah. “Sore. Apa melihat Daniel sudah pulang?” “Sudah, sekitar satu jam yang lalu,” jawabnya sambil tersenyum. Aku mengangguk dan tersenyum membalas senyumannya. Ini yang aku suka. Memang sesama penghuni kami mempunyai privasi, tetapi pengurus apartemen berusaha mendekatkan diri kepada kami. Mereka terlihat berusaha menghapal nama-nama kami, dan itu yang membuatku merasa aman. Hatiku pun
Baca selengkapnya

Bab 58. Bingkisan

Berkali-kali aku memantaskan penampilanku di depan cermin. Aku harus memberi penampilan yang terbaik hari ini. Tidak hanya proposal yang semalaman aku diskusikan onlen dengan Laila. Penampilannya kami nantipun harus menunjang.Hari ini, hari bersejarah yang menandai kebangkitanku.Kata almarhum ibu, “Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono.”Ini artinya, harga diri tidak hanya bertumpu pada apa yang keluar dari mulut, tetapi juga pada yang dikenakan. Apa yang kita kenakan menunjukkan betapa kita menghargai diri kita. Hal ini merujuk, kalau seseorang menghargai dirinya, pasti dia pun menghargai apa yang disekelilingnya.Pernah dulu aku ditegur beliau. Gara-gara tidak berganti pakaian saat ada tamu datang. Saat itu aku hanya menggunakan baju tidur, walaupun dengan model masih sopan.“Kalau kamu tidak mengganti baju dengan yang pantas, itu memperlihatkan kurangnya kamu menghargai tamu itu.”“Tapi, Bu. Tamunya kan datang tiba-tiba.”“Tidak apa-apa kalau kamu permisi sebentar. Co
Baca selengkapnya

Bab 59. Meeting

‘Tenang dan fokus!’ ucapku dalam hati sambil menegakkan dudukku.Tadi di depan ruangan meeting, kami langsung disambut karyawan dan dipersilakan masuk ke dalam. Meja oval ukuran sangat besar berbahan kayu, menyambut kami. Designnya unik, tengahnya lubang berbentuk oval dan diisi oleh tanaman hidup dominan hijau dengan beberapa bunga anggrek bulan di beberapa titik.Pertemuan ini tidak dilakukan di rumah sakit Global yang merupakan rumah sakit induk, tetapi ini dilakukan di gedung Raharja Grup. Dari sini baru aku menyadari kalau mereka tidak hanya berbisnis di bidang kesehatan.Entah apalagi, aku tidak mau menakar kekayaan orang lain yang tidak bisa dihitung dengan kalkulator.“Ibu Aida di sebelah sini. Silakan. Mohon tunggu sebentar, pimpinan kami masih di ruangannya,” ucap pegawai yang penampilannya bak model. Tinggi, langsing, dan murah senyum. Tempat dudukku di bagian ujung oval.“Terima kasih,” ucapku kemudian duduk.Di depanku tertulis namaku sebagai owner Megah Architects. Dan d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status