Semua Bab Suara Desahan di Kamar Anakku: Bab 111 - Bab 120

334 Bab

111 POV Fery

Ya Tuhan. Jadi ini Mia? Mengapa Mia bisa secantik ini? Aku sampai tak dapat mengenali wajahnya. Bentuk tubuhnya juga indah saat dibalut gaun mewah. Mengapa aku baru menyadari kecantikan Mia. Kemana saja aku selama ini?"Pak Fery!" Pak Yusuf melambaikan sebelah tangannya di depan wajahku. Aku baru sadar dari lamunan. "Sorry, Pak." Aku mengusap wajahku dengan kasar. Jangan sampai Mia merasa tinggi. Bisa-bisanya aku menatap mantan istriku terlalu lama."Pak Fery, kenapa?" Pak Yusuf bertanya lagi kepadaku."Oh tidak apa-apa, Pak Yusuf. Saya-" Aku menggantungkan ucapan karena bingung harus menjawab apa. Sementara saat netra ini kembali melihat ke arah Mia, aku lihat mantan istriku itu hanya diam dengan merapatkan bibir tanpa terlihat sedikit pun senyuman menggaris di bibirnya.Sungguh wajah Mia yang cemberut itu sangat membuatku jadi merindukannya."Pak Fery, jangan gugup begitu. Kita sedang berpesta bahagia dengan pernikahan teman kita. Mari kita ambil minum untuk bersulam," ajak Pak Yu
Baca selengkapnya

112 Kembali Ke POV Mia

Sungguh aku muak dengan, Fery. Dia selalu saja muncul di saat yang tidak tepat. Di saat Yusuf mengajak Fery untuk bersulam bersama, gegas aku menolak dengan tegas. Aku tidak mau bersama-sama Fery walau pun sekedar bersulam."Maaf, Pak Yusuf. Saya tidak mau makan atau pun minum bersama-sama orang itu!" Aku melirik sinis ke arah Fery. Aku juga memberikan isyarat pada Pak Yusuf kalau aku enggan untuk dekat-dekat dengan mantan suamiku."Kok begitu, Mia! Kenapa? Saya ini farthner kerja, Pak Yusuf. Kamu tidak bisa mengatur-atur, Pak Yusuf." Bisa-bisanya Fery memprotes. Dia pikir dia siapa."Saya tidak mengatur siapa pun. Saya hanya tidak mau dekat-dekat dengan anda!" tegasku lagi kepada mantan suamiku. Rasa sakit ini masih tetap sama. "Iya, Mia. Tidak apa-apa. Kita akan minum berdua saja ya," ucap Yusuf yang akhirnya paham dengan maksudku."Pak Fery, mohon maaf. Saya dan Mia akan memilih tempat duduk yang lain untuk berduaan saja." Tanpa basa-basi Yusuf segera beranjak dari tempat duduk usa
Baca selengkapnya

113 Ada Tamu Tak Diundang

Hari ini adalah hari kedua menjadi asisten Yusuf. Aku merasa bersyukur saat ini Yusuf menampakan sikapnya yang baik. Aku hampir tak melihat lagi wajah sombong dan angkuh dalam dirinya. Dia juga memperlakukanku layaknya farthner kerja, bukan bawahan. Lagi-lagi aku sangat bersyukur pada Tuhan atas semua karunianya. Saat ini aku merasa dikelilingi orang-orang baik seperti Bu Anjani dan Yusuf. Aku juga sudah bekerja sebagai asisten dengan gaji yang tak terlalu kecil. Setidaknya biaya hidup akan terpenuhi.Aku bekerja semaksimal mungkin. Aku tak akan membuat atasanku kecewa. Aku juga tak akan membuat Bu Anjani kecewa. Hari ini semua pekerjaan telah selesai dengan baik. Aku segera beranjak dari tempat duduk, tempatku bekerja. "Kamu sudah mau pulang?" Suara Yusuf bertanya dengan lembut. Aku mendongak sambil menggantungkan tas selempang pada bahu."Iya, Pak," jawabku sambil mengangguk."Mau saya antar?" Yusuf menawarkan diri."Tidak usah, Pak. Saya selalu bawa kendaraan," jawabku lagi denga
Baca selengkapnya

114 Menjadi Pendengar

Hari berlalu begitu cepat. Kini tiba saatnya hari yang ditunggu-tunggu yakni hari pernikahan Siska. Sahabatku juga telah memberikanku gaun yang indah untuk dikenakan pada hari pernikahannya. Padahal aku sudah menolak karena telah memiliki gaun pemberian Yusuf kala itu. Tapi, Siska memaksa. Dia tetap menginginkan aku memakai gaun yang dia inginkan.Aku telah dimake up. Gaun telah melilit tubuhku. Rambutku digerai dan ditata rapih. Aku berjalan menemani Siska di sampingnya. Menggandeng tangannya sampai proses akad pernikahan selesai. Sungguh aku merasakan kebahagiaan yang saat ini Siska rasakan. Aku sampai meneteskan air mata karena terharu. Sungguh pemandangan yang membuatku bahagia melihat semua kebahagiaan Siska.Dalam acara pesta pernikahan Siska yang digelar seusai akad selesai, aku melihat Yusuf datang dalam acara Siska. Rupanya Siska mengundang Yusuf. Aku menghampirinya karena dia adalah atasanku."Selamat siang, Pak!" Aku menyapa dengan ramah."Siang juga, Mia. Kamu terlihat ang
Baca selengkapnya

115 Manusia Tidak Tahu Malu

"Mungkin Pak Yusuf harus belajar ikhlas," ucapku. Ah aku tak tahu harus bicara apa. Aku juga tak tahu harus menanggapi apa. Sungguh aku tak paham dengan cerita Yusuf saat ini."Ikhlas! Apa hubungannya?" Suara Yusuf terkejut."Ya ikhlas aja. Jangan menyimpan kebencian di dalam hati. Bukan apa-apa, itu hanya akan membuat hati kita tertekan," celotehku. Ah sepertinya tidak nyambung tapi terserah aku tak paham. Kalau kata Siska kan aku lemot."Masa sih! Kamu juga masih menyimpan kebencian kan pada mantan suami kamu. Lalu itu apa namanya?" Ah Yusuf malah menyindir. Aku kan bingung mau jawab apa."Siapa bilang. Saya bukan benci, tapi saya tak mau melihat wajahnya lagi. Saya sudah ikhlas kok dengan semua masa pahit itu," bantahku segera."Iya lah, perempuan mana mau dikalahkan. Biasanya tetap mau menang kok," sindir Yusuf lagi."Apaan sih," gerutuku.Entah apa yang terjadi dengan malam ini. Kami berdua malah asik berbincang lewat sambungan telepon dalam waktu cukup lama. Nada suara Yusuf jug
Baca selengkapnya

116 Muak

Fery nampak mengatur napas. Seperti gugup. "Saya hanya ingin mengatakan satu hal yang sangat penting." Dia mulai berbicara namun masih menggantung."Tak usah basa-basi. Langsung saja bicara!" tegasku sambil menyilangkan kedua tangan."Saya minta maaf. Sungguh saya sangat menyesal. Saya minta maaf atas semua kesalahan yang pernah saya lakukan," ucap Fery nampak serius. Dia berbicara sambil fokus menatap ke arahku. Aku memalingkan tatapan dengan segera."Terlambat!" balasku. Kata maaf darinya terasa percuma. Dia tak akan pernah bisa mengembalikan keadaan yang sudah hancur."Saya tahu. Tapi, semoga masih ada celah untuk saya bertaubat," ucap Fery lagi. Suaranya serak. Seperti ada yang tengah ia tahan di tenggorokannya."Harus kamu tahu, Fery. Bukan hanya saya yang telah hancur. Tapi, kamu telah menghancurkan hidup, Rani. Rani hamil dan saya yakin itu adalah anak kamu! Dia frustasi kemudian bunuh diri. Rani meninggal dalam keadaan hamil anak kamu!" Suaraku sedikit naik satu oktav."Kamu j
Baca selengkapnya

117 Kejutan Baik

"Kekasih?" Aku mengulangi ucapan Reyno.Kepala Reyno mengangguk seperti mengiyakan. "Kekasih siapa?" tanyaku."Bukankah pria yang tempo lalu datang adalah kekasih, Mba Mia?" Aku menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Reyno. "Bukan. Itu bos saya di kantor," jawabku dengan yakin."Oh begitu. Saya pikir kekasih, Mba Mia. Makanya saya langsung pergi," celoteh Reyno.Aku menggelengkan kepala lagi. Ada-ada saja memang. Aku juga langsung pamit pada Reyno, saat rasa kantuk tiba-tiba datang."Pak Reyno, mohon maaf sekali. Seprtinya rasa ngantuk sudah datang. Badan saya tiba-tiba lemas." Dengan hati-hati aku berucap."Oh iya, Mba Mia. Lagi pula saya juga memang harus pulang karena besok pagi-pagi ada pekerjaan," balas Reyno tampak tidak keberatan.Reyno beranjak dari tempat duduk kali ini dengan raut wajah yang terlihat berseri-seri. "Saya pamit pulang ya, Mba Mia," ucapnya."Iya, Pak Reyno. Oh iya ini martabaknya bawa." Aku mengangkat plastik putih yang Reyno letakan atas meja."Tidak, Mba
Baca selengkapnya

118 Dia Yang Tiba-Tiba Bercerita

Aku membeliak ke arah Yusuf yang tengah menyetir mobil. Memang seperti aneh kelihatannya. Selama ini Yusuf memang selalu menyetir mobil sendiri karena enggan diantar supir. Padahal dia mampu membayar supir. Katanya dia lebih suka menyetir sendiri.Tapi bukan tentang itu yang membuatku heran. Aku hanya heran melihat wajah Yusuf yang nampak terkejut saat mendengar penuturanku tadi."Kenapa, Pak?" Gegas aku memberanikan diri bertanya sekedar basa-basi."Ah tidak apa-apa. Saya hanya gagal fokus saja," alasannya."Kok gagal fokus. Kenapa?" Aku bertanya lagi karena penasaran."Ah lupakan saja. Jangak banyak bertanya karena saya sedang menyetir mobil," pinta Yusuf. Aku langsung diam.Sesekali aku melirik ke arah Yusuf yang raut wajahnya nampak berubah. Padahal awalnya biasa saja. Ingin kubertanya tapi urung kulakukan. Yusuf sudah memintaku diam. Lagi pula jika itu yang dia inginkan, tandanya dia tak bisa menjelaskan.Setelah ucapanku tadi. Yusuf hanya diam saja sampai kami tiba di kantor. Di
Baca selengkapnya

119 Ada Apa Denganmu?

Aku mengatur napas pelan. Rupanya kisah Yusuf sama halnya denganku. Sungguh memilukan. Aku memang sempat mendengar kabar burung mengenai kisah itu namun enggan mencari tahu. Kini aku sudah sudah tahu kisah sebenarnya dari Yusuf."Sabar ya, Pak." Hanya itulah kata yang mampu keluar dari mulutku. Tak ada kata lain yang seindah syair guna menenangkan perasaan Yusuf. Aku pernah berasa di posisi seperti dia sampai tak tahu harus berbuat apa kala itu."Beruntung rasa sabar memang masih tertanam di dalam hati. Meski sulit, saya tetap berusaha kuat. Sampai akhirnya Khaila juga merasakan pedihnya dikhianati. Batin saya sebagai seorang kakak kandung merasa hancur. Beruntung jiwanya masih bisa diselematkan. Khaila terlihat lebih baik dari sebelumnya," lanjut Yusuf masih dengan cerita sendunya.Aku paham, aku hanya bisa diam. Aku dan Khaila hanyalah korban dari satu nama wanita yang kini telah tiada."Saya sulit untuk bangkit. Merasa kalau di dunia ini memang nyaris tak mungkin ada kesetiaan dari
Baca selengkapnya

120 Dia Menyatakan Cinta

Malam ini memang hanya ada Yusuf dan aku. Sementara pengunjung yang lain, nampak berada di kejauhan. Lalu, apa yang dimaksud dengan ucapan Yusuf itu. Ceritanya semakin aneh. Namun dia tetap dalam keadaan santai. Mengulum senyum, menatap ke arahku tanpa sedikit pun memalingkan ke arah yang lain. Aku tak jadi benar-benar tidak nyaman dengan sikap Yusuf saat ini."Kamulah orangnya, Mia."Aku tercengang. Isi dadaku tiba-tiba bergemuruh. Yusuf menyebut namaku. Apa yang dia maksud, wanita itu adalah aku? Aku masih mematung. Bibirku merapat. Aku tak bisa bicara."Kok saya?" Hanya dua kata yang keluar dari mulut ini dengan wajah kaku. Aku masih bertanya. Aku berharap ada yang salah dengan pendengaran ini."Ya, kamulah wanita yang selalu mengganggu pikiran saya. Saya sampai tidak bisa tidur karena memikirkan kamu. Saya bagaikan orang gila yang sehari-hari melihat wajah kamu di pelupuk mata." Yusuf mengutarakan isi hatinya.Aku kembali diam. Perasaan sungguh tidak karuan. Tangan ini bahkan tera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
34
DMCA.com Protection Status