Namun, harapanku pudar. Semuanya nyata dan bukan sekedar mimpi belaka. Yusuf mengantarkanku pulang. Sepenjang perjalanan aku hanya diam. Sempat Yusuf bertanya. Aku hanya bisa mengukir senyuman palsu. Senyuman yang tak terukir dari hati.Semenjak pernyataan Yusuf tadi, aku menjadi kaku. Aku tak tahu harus bicara apa. Aku tak bebas bergerak seperti sebelumnya. Seperti ada dinding pembatas.Aku telah sampai rumah. Aku melambaikan tangan saat Yusuf hendak pergi. Aku masuk ke rumah lalu meluruhkan tubuh ini di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar.Sungguh malam ini adalah malam yang tak terlalu indah. Masih terngiang di telinga ini saat Yusuf mengutarakan isi hatinya tepat di hadapanku.Aku menggelengkan kepala. Harusnya Yusuf tak melakukan itu kepadaku. Aku tidak mau ada dinding pembatas diantara kita. Aku hanya ingin semuanya terlihat biasa saja sebagai mana biasanya. Aku hanya ingin bersahabat saja. Aku hanya ingin bekerja dengan baik agar Yusuf yang nota bene sebagai atasank
Aku sedikit dibuat kesal oleh Yusuf. Aku menggaruk kepala yang tak gatal. Aku harus segera mandi dan siap-siap.Ini kan hari minggu, harusnya kan istirahat dan bersantai di rumah. Ini malah disuruh siap-siap dan akan dijemput.Setelah selesai dengan aktivitas mandi dan memakai baju, aku segera pergi ke dapur. Baru saja aku ingat kalau aku belum memiliki makanan untuk sarapan. Gegas aku mencari makanan ke depan komplek. Kutemukan abang tukang bubur yang masih berjualan di pinggir jalan.Aku membeli satu porsi bubur ayam dan dibawa pulang untuk sarapan. Satu porsi bubur ayam langsung kulahap di meja makan. Lumayan untuk menambah tenaga dalam memulai aktivitas.Tak lama, aku mendengar suara pintu nampak diketuk. Aku melihat pada jam di dinding rumah. Waktu masih menunjukan pukul setengah sebelas. Masih setengah jam lagi waktu Yusuf menjemput. Tapi mengapa dia malah datang lebih cepat.Aku menggelengkan kepala. Mengapa cepat sekali datangnya. Aku beranjak dari tempat duduk saat suara pint
Lega sekali rasanya setelah Fery berlalu pergi. Semoga saja dia tak akan datang lagi ke rumahku dengan tujuan basa-basi menganggu hari-hariku."Mau ngapain Fery datang ke sini?" Yusuf bertanya sekaligus membangunkan lamunan singkatku.Aku terkejut. Bisa-bisanya aku lupa kalau ada Yusuf di dekatku."Saya juga tidak tahu, Pak. Akhir-akhir ini dia selalu saja mengganggu saya. Dia menjadi sering datang ke rumah ini. Padahal saya tak pernah memberitahukan keberadaan rumah ini kepadanya," jelasku."Mungkin dia masih mencintai kamu, Mia." Yusuf malah menggodaku."Lupakan soal cinta, Pak. Pengkhianat seperti dia cintanya pada semua wanita," bantahku segera.Bisa dibilang saat ini, aku tak begitu yakin dengan namanya cinta dari seorang lelaki. Namun entah dengan esok. Tuhan yang maha membulak-balikan hati manusia, yang kapan saja bisa berubah."Fery benar-benar telah merusak perasaan kamu, Mia," celetuk Yusuf.Aku menurunkan tatapan. "Saya harap lelaki itu sadar dan tak mengganggu hidup saya l
Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam, kini kami telah tiba di sebuah taman wisata yang pemandangannya sangat indah dalam pandangan. Udara sejuk yang seketika menenangkan hati. Menusuk ke dalam tulang. Beruntung aku tak salah memakai pakaian. Aku memakai baju tebal dan hangat.Sebuah taman wisata yang terletak di kawasan puncak cisarua Bogor. Warna-warni bunga yang elok di pandang mata membuat siapa saja pasti akan merasa tenang saat berada di sini.Tak kusangka kalau Yusuf akan membawaku ke tempat seindah ini. Tempat yang dikelilingi perkebunan teh di sekelilingnya. Aku dan Yusuf duduk di kursi kayu yang terbuat dari bahan jati. Di atas meja sudah tersedia aneka makanan penghangat tubuh. Kami menikmati kesejukan suasana di kota Bogor. Sedikit melepaskan kepenatan dan panasnya suasana di Ibu kota."Kamu suka makanannya?" Yusuf bertanya dengan perhatiannya. Mungkin dia ingin memastikan makanan yang dipesannya karena dia yang pesan sendiri."Enak kok. Pedas, manis, gurih, dan pan
Tak terasa aku sudah sampai di sebuah tempat yang jauh dari Yusuf. Aku melihat ke belakang, tak nampak lagi wajah Yusuf dalam pandanganku.Gemuruh di dalam dada masih terasa. Jantung ini berdegup masih dengan kencangna. Aku sudah berada di tepi jalan. Jalan pintu keluar. Sepertinya aku tak bisa bertemu Yusuf untuk saat ini. Sungguh aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri saat ini.Aku bergegas memesan taksi online pada aplikasi di dalam ponselku. Sambil menunggu, aku melihat ke belakang. Melihat ke arah kiri dan kanan memastikan kalau Yusuf tak ada di dekatku.Tiga menit menunggu, aku melihat pesanan mobil online telah tiba. Gegas aku masuk."Jalan, Pak," titahku pada driver taksi online.Mobil online segera melaju meninggalkan area taman wisata yang indah itu. Perasaan ini tidak karuan. Sungguh aku tak bisa memahami apa yang sedang aku rasakan saat ini.Aku memegang bibir yang masih terasa hangat. Kumis tipis yang tajam masih terasa menggelitik permukaan kulitku. Aku menggelengkan
Aku membeliak. Sedikit terkejut. "Bunga! Apa yang Pak Reyno maksud bunga mawar yang ini?" Aku mengangkat tiga tangkai bunga dalam genggamanku.Reyno mengangguk senang. Garis senyuman nampak jelas di bibirnya."Ini dari, Pak Reyno?" Gegas aku bertanya dengan serius.Reyno pun mengangguk lagi dengan yakinnya. "Bunga mawar merah penyemangat di pagi hari," ucapnya.Ya ampun, untuk apa Pak Reyno mengirimkan bunga mawar merah segala? Aku sedikit menaikan kedua alisku. Sedikit merasa aneh. Selain martabak dan oleh-oleh cake, kali ini aku sedikit terkejut dengan kiriman bunga mawar merah dari Reyno."Mba Mia, suka tidak dengan bunganya?" Reyno bertanya lagi. Mungkin untuk memastikan.Kupaksakan mengukir senyuman. Aku menganggukan kepala. Jujur aku suka kok dengan mawa merah di tanganku ini. Aromanya wangi dan menyergarkan."Suka kok," jawabku.Aku lihat Reyno nampak menghela napas lega. Dia menyeringai senang mendengar jawabanku. Aku melihatnya sedikit aneh."Tapi, mohon maaf, Pak. Saya tidak
Aku berdiri dan belum sempat masuk atau pun membuka pintu. Aku merasa tercengang dengan pemandangan kali ini di depan rumah. Tampak bunga-bunga menghiasi arena rumahku. Entah perbuatan siapa ini, yang pasti aku sudah bisa menebak jawabannya.Reyno bampak mengatur napasnya. Terlihat seperti tegang dan gugup. Sementara aku, masih saja berdiri menunggu kata-kata apa yang akan dibicarakan Reyno saat ini."Mba Mia, sejak pertama bertemu saya sudah menyimpan rasa. Rasa ingin memiliki dan menyayangi." Reyno yang tiba-tiba mengejutkan. Padahal bicaranya cukup pelan."Apa maksudnya?" desisku bertanya aneh."Saya ingin menjadikan Mba Mia, istri saya. Maukah Mba Mia menjadi istri saya?"Tanpa basa-basi lagi, Reyno langsung mengutarakan isi hatinya. Membuatku terkesiap.Sungguh di luar dugaan. Drama macam apa lagi ini. Ungkapan Yusuf saja masih tanda tanya dan aku belum menemukan jawaban. Saat ini malah ditambah lagi dengan pertanyaan dari Reyno yang membuat kepala ini menggeleng karena tak bisa
Aku merasa kalau hari ini terasa membingungkan. Dua lelaki yang tak pernah kuduga, menyatakan cinta dalam waktu yang hampir bersamaan. Mereka adalah laki-laki yang baik dalam pandangan. Tapi tetap saja aku tak tahu isi hatinya seperti apa. Aku tak tahu kedepannya akan seperti apa. Aku tak tahu apakah kebaikannya akan tetap sama, atau malah berubah seiring berjalannya waktu nanti.Aku mencoba menenangkan diri. Menetralkan perasaan yang dibuat dilema. Aku berusaha menjalani hari-hari sebagai mana mestinya. Tak ada yang berubah dalam diriku. Baik kepada Fery atau pun kepada Yusuf, sikapku tetap sama dan tak membedakan satu sama lain.Setelan hari itu, setiap pagi hari aku selalu disambut oleh bunga mawar yang segar di depan rumah. Mawar merah tanpa pemilik yang hanya diletakan di atas meja dengan sebuah kertas bertuliskan penyemangat pagi dari Reyno. Semua itu berlangsung setiap hari.Bukan hanya itu, pekerjaanku dikantor pun serasa dipermudah oleh Yusuf. Dia yang masih dengan perhatiann
Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i
Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena
Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y
Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir
Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k
Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng
Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk
Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me
Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe