Aku merasa kalau hari ini terasa membingungkan. Dua lelaki yang tak pernah kuduga, menyatakan cinta dalam waktu yang hampir bersamaan. Mereka adalah laki-laki yang baik dalam pandangan. Tapi tetap saja aku tak tahu isi hatinya seperti apa. Aku tak tahu kedepannya akan seperti apa. Aku tak tahu apakah kebaikannya akan tetap sama, atau malah berubah seiring berjalannya waktu nanti.Aku mencoba menenangkan diri. Menetralkan perasaan yang dibuat dilema. Aku berusaha menjalani hari-hari sebagai mana mestinya. Tak ada yang berubah dalam diriku. Baik kepada Fery atau pun kepada Yusuf, sikapku tetap sama dan tak membedakan satu sama lain.Setelan hari itu, setiap pagi hari aku selalu disambut oleh bunga mawar yang segar di depan rumah. Mawar merah tanpa pemilik yang hanya diletakan di atas meja dengan sebuah kertas bertuliskan penyemangat pagi dari Reyno. Semua itu berlangsung setiap hari.Bukan hanya itu, pekerjaanku dikantor pun serasa dipermudah oleh Yusuf. Dia yang masih dengan perhatiann
Bali yang indah dengan nuansa pantai yang tak ada duanya menjadi saksi bisu akan gejolak hati ini.Dua hari dua malam berada di kota yang indah itu, Yusuf semakin saja memperlihatkan perhatiannya kepadaku. Dari mulai perhatian yang paling kecil sampai perhatian yang besar membuat gejolak hati ini kian bertambah resah.Kebersamaan ini tak bisa dihentikan saat aku masih saja bersama Yusuf. Intensitas yang sering bertemu, yang sering bersama-sama membuat kami berdua semakin terhanyut dalam kenyamanan.Bukan hanya perhatian dalam segi tingkah laku yang Yusuf berikan, dalam segi pinansial jangan ditanya. Meski aku tak pernah berharap dibelikan barang-barang mewah, namun tetap saja Yusuf memberikannya. Seperti saat ini setelah pulang dari nusa dua Bali. Satu koper hanya dipenuhi oleh-oleh. Berkali-kali aku menolak pemberiannya, berkali-kali pula Yusuf memaksa dan tak diperbolehkan membantah.Sesampainya di rumah, aku sampai tak bisa mengerjakan pekerjaan apa-apa. Aku hanya duduk dengan dit
Hari ini memang tak jauh berbeda dengan hari-hari biasanya. Aku berangkat ke kantor. Pikiran mulai merasa tenang setelah mendapatkan masukan dari Siska semalam.Aku sudah berada di ruangan kantorku. Jam di dinding sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Aku tak melihat tanda-tanda kedatangan Yusuf yang biasanya menyapaku.Tak terlihat wajah Yusuf yang biasanya tersenyum indah di depan ruanganku. Gegas aku bangkit dari tempat duduk. Merasa ada yang hilang di hari ini. Aku berjalan menuju ruangan Yusuf. Kuketuk pintu sebelum masuk. Di dalam ruangan terasa hening. Tak kudengar sahutan perintah apa pun dari dalam.Sempat kumelirik ponsel yang ada pada genggaman tanganku. Tak ada dering panggilan masuk atau pun pesan singkat yang biasa Yusuf kirimkan.Ada apa dengan Yusuf?Gegas kutarik handle pintu lalu masuk ke dalam ruangan yang mewah dan luas. Ruangan yang akhir-akhir ini sudah tak asing lagi bagiku. Ruangan yang sering aku masuki setelah menjadi asisten Yusuf.Ruangan ini tampak kosong.
Aku sedikit tercengang melihat keadaan Yusuf. Rasa khawatir di dalam dada ini terasa kian membara."Pak Yusuf!" Asisten rumah tangga Yusuf nampak menghampiri majikannya itu dengan segera. Ia menepuk-nepuk pipi Yusuf dengan pelan mungkin bertujuan membangunkannya. Tapi aku lihat Yusuf tak mau membuka kelopak matanya yang terlihat rapat tanpa menanggapi apa-apa.Aku segera mendekat kemudian bertanya, "Pak Yusuf, kenapa?" "Saya tidak tahu, Bu. Pak Yusuf tak bangun-bangun dari pagi." Asisten rumah tangga itu nampak menjawab dengan sendu. Sepertinya dia tengah menahan kesedihannya."Ya Tuhan. Bagaimana ini, Mba?" Aku turut cemas.Aku meletakan punggung tangan ini di atas kening Yusuf yang masih saja tertidur."Tapi suhu tubuhnya terasa biasa saja," ucapku setelah menyentuh kening Yusuf."Apa mungkin karena Pak Yusuf belum makan ya, Bu?" Wanita muda yang entah siapa namanya malah bertanya lagi kepadaku. Dia asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Yusuf, terlihat benar-benar cemas.Sama
"Pak Yusuf, maafkan saya. Bangunlah, Pak. Saya mohon. Saya tidak mau melihat Bapak seperti ini. Bangunlah, Pak. Saya tidak mau kehilangan, Bapak." Tak terasa ucapan itu keluar begitu saja dengan sendirinya dari mulut ini. Aku sampai tak kuasa menahan air mata yang terus saja mengalir di pipi. Aku tak dapat menahan kesedihan.Sepertinya aku sadar, lelaki yang terbaring lemas di depanku nyatanya telah membuat perasaan ini resah. Dia telah membuatku takut kehilangannya. Ya Tuhan, sepertinya memang ada perasaan lebih di dalam dada ini yang belum aku sadari."Bu Mia, sabar ya. Saya yakin Pak Yusuf akan sembuh lagi kok. Apalagi kalau sudah tahu dengan perasaan, Bu Mia. Pak Yusuf pasti sembuh." Asisten rumah tangga itu tampak menyeringai senang padahal Yusuf dalam keadaan kritis. Aku juga sudah tak melihat wajah Dokter yang tadi. Mungkin dia langsung pulang setelah memasang alat-alat medis pada tubuh Yusuf."Kok kamu bisa seyakin itu, Mba?" Aku bertanya pada asisten rumah tangga Yusuf. Aku m
"Kok kamu malah nangis lagi?" Yusuf menghapus air mata yang tak sengaja jatuh lagi di pipi."Saya kan sudah bilang, Pak. saya masih takut untuk melangkah lagi," jawabku dengan bibir gemetar. Aku seperti serba salah. Ada rasa cinta di dalam dada, tapi rasa takut menutupinya."Saya tidak memaksa kamu, Mia. Kita jalani hubungan ini dahulu. Saya akan tunggu sampai kamu siap." Yusuf berbicara dengan serius. Ia masih menggenggam tangan ini yang tak mampu aku lepaskan. Ada getaran yang bisa aku rasakan saat Yusuf menggenggam tanganku.Tiba-tiba aku mengangguk tanpa paksaan. Aku menganggukan kepala dengan sendirinya. Aku memang tak bisa menolak. Hati ini menegaskan kalau aku pun memiliki perasaan yang sama seperti Yusuf."Terima kasih, Mia. Terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang kamu berikan," ucap Yusuf.Dia lebih mendekat ke arahku. Dia memelukku dengan penuh kehangatan. Membelai rambut ini penuh kasih sayang. Aku bisa merasakan cintanya yang begitu dalam, walau tetap saja rasa
Aku menengok kiri dan kanan dari sudut rumah yang luas ini, tak nampak wanita yang bernama Khaila dalam pandangan."Khaila sedang ke rumah, Anjani. Dia rindu dengan ponakannya. Perutnya juga sudah terlihat membesar. Dia kini merasa senang dan tidak sabar ingin segera melahirkan" jelas Yusuf."Syukurlah. Saya merasa senang mendengarnya," balasku.Aku manggut-manggut paham. Setelah melihat Yusuf tampak lebih baik lagi. Aku langsung pamit pada Yusuf."Oh iya, Pak. Sepertinya ini sudah sore dan saya akan segera pulang," pamitku."Kok pulang?" Yusuf nampak tak rela."Ya iyalah, masa tidak pulang," timpalku sambil menggelengkan kepala."Kamu naik motor?" Dia bertanya lagi seolah tak tahu. Padahalkan dia selalu tahu kalau sepeda motorku selalu menemani kemana-mana."Ya, Pak. Motor kesayangan selalu ada bersama saya," jawabku mengukir senyum.Aku masih tak menyangka lelaki di dekatku ini bisa berubah drastis selembut ini. Seperti mimpi tapi nyata."Saya akan membeli mobil untuk kamu, agar kam
"Permisi, Tuan, Nona. Bolehkah saya ikut bergabung?" Aku sudah berdiri di antara pria dan wanita tadi. Mereka berdua mengalihkan perhatiannya kepadaku. Tanpa senyuman. Tampak menelaah diriku dari atas rambut sampai ujung kaki."Maaf, anda siapa?" Wanita yang belum kuketahui namanya nampak bertanya kepadaku.Kusodorkan sebelah telapak tangan kanan. "Perkenalkan saya, Tari."Aku sengaja menyamarkan nama. Kugunakan nama belakang agar mereka tak akan curiga atau mencari profilku lewat sosial media.Wanita itu menerima jabat tanganku. "Saya, Rosa." "Oh senang berkenalan dengan anda, Nona Rosa." Aku berjabat tangan dengan wanita yang sudah kuketahui bernama Rosa. Kemudian aku mengalihkan sodoran tangan ini kepada pria di hadapan Rosa."Saya, Rusli," ucap pria itu seraya berjabat tangan denganku. Aku mengukir senyum ramah walau dipaksakan agar terlihat real. Aku juga menyebutkan namaku sebagai mana telah kusebutkan tadi pada Rosa."Bolehkah saya duduk bersama kalian berdua?" Aku bertanya m
Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i
Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena
Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y
Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir
Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k
Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng
Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk
Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me
Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe