Share

132 Prank

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Pak Yusuf, maafkan saya. Bangunlah, Pak. Saya mohon. Saya tidak mau melihat Bapak seperti ini. Bangunlah, Pak. Saya tidak mau kehilangan, Bapak." Tak terasa ucapan itu keluar begitu saja dengan sendirinya dari mulut ini. Aku sampai tak kuasa menahan air mata yang terus saja mengalir di pipi. Aku tak dapat menahan kesedihan.

Sepertinya aku sadar, lelaki yang terbaring lemas di depanku nyatanya telah membuat perasaan ini resah. Dia telah membuatku takut kehilangannya. Ya Tuhan, sepertinya memang ada perasaan lebih di dalam dada ini yang belum aku sadari.

"Bu Mia, sabar ya. Saya yakin Pak Yusuf akan sembuh lagi kok. Apalagi kalau sudah tahu dengan perasaan, Bu Mia. Pak Yusuf pasti sembuh." Asisten rumah tangga itu tampak menyeringai senang padahal Yusuf dalam keadaan kritis. Aku juga sudah tak melihat wajah Dokter yang tadi. Mungkin dia langsung pulang setelah memasang alat-alat medis pada tubuh Yusuf.

"Kok kamu bisa seyakin itu, Mba?" Aku bertanya pada asisten rumah tangga Yusuf. Aku m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Prapto Vera
halalin! halalin! halalin! duh, ikutan baper jadi senyum² sendiri gegara prank nya pak yusuf
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   133 Inikah Cinta?

    "Kok kamu malah nangis lagi?" Yusuf menghapus air mata yang tak sengaja jatuh lagi di pipi."Saya kan sudah bilang, Pak. saya masih takut untuk melangkah lagi," jawabku dengan bibir gemetar. Aku seperti serba salah. Ada rasa cinta di dalam dada, tapi rasa takut menutupinya."Saya tidak memaksa kamu, Mia. Kita jalani hubungan ini dahulu. Saya akan tunggu sampai kamu siap." Yusuf berbicara dengan serius. Ia masih menggenggam tangan ini yang tak mampu aku lepaskan. Ada getaran yang bisa aku rasakan saat Yusuf menggenggam tanganku.Tiba-tiba aku mengangguk tanpa paksaan. Aku menganggukan kepala dengan sendirinya. Aku memang tak bisa menolak. Hati ini menegaskan kalau aku pun memiliki perasaan yang sama seperti Yusuf."Terima kasih, Mia. Terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang kamu berikan," ucap Yusuf.Dia lebih mendekat ke arahku. Dia memelukku dengan penuh kehangatan. Membelai rambut ini penuh kasih sayang. Aku bisa merasakan cintanya yang begitu dalam, walau tetap saja rasa

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   134 Jadi Murah Senyum

    Aku menengok kiri dan kanan dari sudut rumah yang luas ini, tak nampak wanita yang bernama Khaila dalam pandangan."Khaila sedang ke rumah, Anjani. Dia rindu dengan ponakannya. Perutnya juga sudah terlihat membesar. Dia kini merasa senang dan tidak sabar ingin segera melahirkan" jelas Yusuf."Syukurlah. Saya merasa senang mendengarnya," balasku.Aku manggut-manggut paham. Setelah melihat Yusuf tampak lebih baik lagi. Aku langsung pamit pada Yusuf."Oh iya, Pak. Sepertinya ini sudah sore dan saya akan segera pulang," pamitku."Kok pulang?" Yusuf nampak tak rela."Ya iyalah, masa tidak pulang," timpalku sambil menggelengkan kepala."Kamu naik motor?" Dia bertanya lagi seolah tak tahu. Padahalkan dia selalu tahu kalau sepeda motorku selalu menemani kemana-mana."Ya, Pak. Motor kesayangan selalu ada bersama saya," jawabku mengukir senyum.Aku masih tak menyangka lelaki di dekatku ini bisa berubah drastis selembut ini. Seperti mimpi tapi nyata."Saya akan membeli mobil untuk kamu, agar kam

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   135 Berakting Karena Masih Penasaran

    "Permisi, Tuan, Nona. Bolehkah saya ikut bergabung?" Aku sudah berdiri di antara pria dan wanita tadi. Mereka berdua mengalihkan perhatiannya kepadaku. Tanpa senyuman. Tampak menelaah diriku dari atas rambut sampai ujung kaki."Maaf, anda siapa?" Wanita yang belum kuketahui namanya nampak bertanya kepadaku.Kusodorkan sebelah telapak tangan kanan. "Perkenalkan saya, Tari."Aku sengaja menyamarkan nama. Kugunakan nama belakang agar mereka tak akan curiga atau mencari profilku lewat sosial media.Wanita itu menerima jabat tanganku. "Saya, Rosa." "Oh senang berkenalan dengan anda, Nona Rosa." Aku berjabat tangan dengan wanita yang sudah kuketahui bernama Rosa. Kemudian aku mengalihkan sodoran tangan ini kepada pria di hadapan Rosa."Saya, Rusli," ucap pria itu seraya berjabat tangan denganku. Aku mengukir senyum ramah walau dipaksakan agar terlihat real. Aku juga menyebutkan namaku sebagai mana telah kusebutkan tadi pada Rosa."Bolehkah saya duduk bersama kalian berdua?" Aku bertanya m

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   136 Menyelidiki

    Hampir satu menit lebih aku melakukan perbincangan telepon dengan singkat bersama Siska. Kuakhiri sambungan telepon itu. Kumasukan ponsel pintarku ke dalam tas selempang lalu berjalan kembali ke kursi di antara Rusli dan Rosa. Pasangan sejoli berinisal R yang sepertinya terlihat cocok."Mohon maaf ya, Nona Rosa dan Tuan Rusli. Agak lama," ucapku seraya duduk, kepada keduanya. Senyuman manis nan ramah masih terukir jelas di bibir ini."Mba Tari, bisa menjawab pertanyaan saya yang tadi sempat tertunda," titah Rusli tanpa basa-basi. Tatapannya nanar membuat hati terasa bergetar cemas."Oh tentu saja." Aku menunjukan antusiasku.Kulihat Siska sudah masuk ke dalam area brown caffe. Sepertinya dia mulai memainkan perannya. Siska duduk di kursi yang tepat berada di depan Rusli dan Rosa. Telinganya terlihat dipasang earphone seolah tengah mendengarkan musik. Sedikit menggoyang-goyangkan kepalanya mungkin agar terlihat tengah menikmati alunan musik di dalam earphone.'Bagus, Sis. Akhirnya kamu

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   137 Rencana Lagi

    "Tidak!" Dengan tegasnya pria sangar bernama Rusli itu menjawab. "Anda berkata, kalau anda hanya butuh referensi untuk naskah anda. Tidak dengan siapa pelakunya dan siapa korbannya!" imbuhnya lagi dengan tegas.Aku mengatur napas ketakutan. Ucapan Rusli si pria sangar itu sungguh menakutkan. Tapi, aku tetap berusaha tenang. Ini tempat ramai. Lagi pula ada Siska di dekat tempat dudukku yang siap membantu jika aku dalam bahaya."Baiklah, Tuan Rusli. Saya minta maaf. Mungkin pertanyaan saya lebih ke ramah privacy anda. Oke, silahkan lanjutkan ceritanya, Tuan. Saya akan siap mencatatnya."Aku yang berpura-pura mengetik di layar ponsel mencatat kata demi kata yang Rusli jelaksan. Aku hanya berharap Rusli akan keceplosan mengatakan lokasi rumah yang dia bakar dan siapa dalangnya.Di sela-sela menulis, aku menyempatkan mengirimkan pesan whatsup pada Siska. Aku meminta Siska tetap standby merekam percakapan Rusli dan Rosa setelah aku pergi nanti.Hampir tiga puluh menit sudah Rusli bercerita

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   138 Dia Sangat Perhatian

    Perbicangan mengenai rencana malam ini sudah selesai. Siska langsung pulang ke rumahnya. sementara aku memilih merebahkan tubuh di atas ranjang. Aku juga sudah memindahkan rekaman bukti percakapan dengan Rusli tadi siang.Ah, sudah tidak sabar rasanya ingin segera besok dan melancarkan ancaman pada Rusli.Baru saja bola mata ini akan menutup, tiba-tiba suara ponselku mengeluarkan deringnya pertanda ada panggilan masuk.Gegas kuambil ponsel yang ada di atas nakas. Kulihat sang penelepon malam ini adalah Yusuf. Bibir ini mengulum senyum. Lelaki itu memang selalu membuat perasaanku berwarna.Tanpa pikir panjang, gegas kugeser tombol berwarna hijau pada layar ponselku. Kutempelkan benda pipih itu pada telinga."Hallo!" sapaku dengan lembut pada pria di sebrang sana."Hai, Mia. Kamu sudah tidur?" Yusuf terdengar bertanya dengan lembut."Belum sih," jawabku malu-malu. Bagaimana tidak, saat ini pria atasanku itu nyatanya telah menjadi kekasihku."Kenapa?" Yusuf bertanya lagi. Sepertinya dia

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   139 Mengancam

    Sore ini dengan debaran jantung yang terasa tegang. Isi dada terasa resah dan penasaran. Kendaraan roda dua ku perlahan melaju membelah jalan raya yang masih terlihat ramai oleh lalu lalang kendaraan.Aku sengaja tak terlalu buru-buru dan lebih berhati-hati dalam mengendarai sepeda motorku.Dua orang pria bertubuh tinggi kekar telah berdiri di depan brown caffe saat aku sampai di sana. Mereka tak didampingi Siska. Sahabatku itu tak bisa mendampingiku karena suaminya baru saja tiba dari luar kota.Aku memarkirkan kendaraanku lalu berjalan sedikit mendekati dua pria sangar di depanku. Aku sedikit hapal wajah mereka karena sudah menerima kiriman poto dari Siska terlebih dahulu."Tolong kalian mencari tempat duduk tak jauh dari saya. Pastikan keamanan saya dari seorang pria yang akan saya temui sekarang," pintaku dengan tegas pada dua bodyguard kiriman Siska.Mereka menganggukan kepala dengan serentak. "Siap!" jawabnya dengan tegas."Berpura-pura tidak mengenal saya terlebih dahulu. Saya

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   140 Rencana Yang Berantakan

    Rusli terdiam dengan suara gigi bergemuluk. Tampaknya dia marah sambil sesekali melihat ke arah dua bodyguard yang ada di sampingku."Anda jangan macam-macam. Saya bisa menyeret anda detik ini juga ke kantor polisi." Salah satu bodygyard di sampingku tampak menimpali."Tuan Rusli, tenang saja. Nama anda akan aman. Saya jamin itu," tekanku lagi.Rusli memicingkan mata. Bentuk bibirnya juga masih tampak mengerut. "Bagaimana bisa saya percaya dengan penipu seperti anda!" sergahnya."Saya tidak suka basa-basi. Katakan sekarang juga, atau polisi yang akan lebih kejam menghukum perbuatan anda, Tuan Rusli!" Aku semakin dibuat kesal. Emosi memuncak seperti naik ke atas ubun-ubun."Tidak!" Dengan tegasnya Rusli masih mempertahankan jawaban yang sebenarnya.Aku kemudian mengambil selembar kertas surat perjanjian di atas materai. Isinya adalah sebuah perjanjian tertulis kalau Rusli akan aman jika dia berkata jujur karena aku tak akan memperkarakannya. Akan tetapi, aku tak akan tinggal diam jika

Bab terbaru

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   334 Happy Ending

    Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   333 Hijrah

    Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   332 Bayi Kembar Datang

    Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   331 Melahirkan

    Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   330 Tiba-tiba Sakit Perut

    Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   329 Pulang

    Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   328 Cappadocia

    Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   327 Naik Daun

    Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   326 Hamil

    Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe

DMCA.com Protection Status