All Chapters of Istri Ku Sang Ratu Bumi: Chapter 101 - Chapter 110

300 Chapters

BAB 101

Elang memandang cukup lama pada Aliya. “A-apa ada yang salah? Atau di wajahku ada kotoran?” Aliya bertanya gugup. Ia langsung meletakkan gelas di tangannya ke atas nakas, lalu meraba-raba wajahnya. “Tidak ada yang salah dengan wajahmu,” jawab Elang. ‘Kau hanya sangat cantik,’ imbuh Elang dalam hati. “Lalu mengapa kau melihatku seperti itu?” Elang menarik napas. “Bukan apa-apa. Hanya berpikir, apakah kau akan marah jika aku menempatkan pengawal di sekitarmu?” “Pengawal?” Kedua alis Aliya melangit. “Ti-tidak usah. Jangan. Aku bukan orang penting. Tidak perlu melakukan hal sejauh itu, Elang.” ‘Tapi kau penting bagiku.’ “Jadi kau tahu aku dalam bahaya karena menempatkan pengawal yang mengikutiku?” sambung Aliya. “Not really. Itu baru niatku dan itu pun jika kau tak keberatan.” “Lalu, emm.. bagaimana…” “Aku tahu?” Elang menjeda kalimatnya. “Biarkan aku sedikit mengingatkanmu. Aku memiliki intuisi cukup tajam jika tentangmu. Ingat tentang jas hujan dan kalungmu waktu itu?” tanya
Read more

BAB 102

Bangunan megah yang berdiri sangat gagah itu terlihat, begitu pagar tinggi terbuka. Meskipun bangunan tersebut tidak sebesar yang dilihat Aliya di Dramaga, namun tetap saja pemandangan yang tampak oleh kedua matanya secara langsung itu, mampu mengintimadasi dirinya. Aliya menelan ludah dan sedikit meremas ujung blus bermotif bunga yang ia kenakan hari itu. “Kalem Teh, di rumah cuma ada Einhard dan yang bantu-bantu rumah aja. Tidak ada orang-orang menyeramkan,” canda Ridwan yang mengetahui kegugupan Aliya di sampingnya. “Tapi serius, ini ada apa tumben-tumbenan kalian ajak makan siang bareng gini? Sampe jauh-jauh ke BSD segala,” Aliya berkata lalu sedikit mendesah resah. “Kan kalau di Dramaga, Teh Aliya justru canggung karena ada mamanya Einhard di sana kan?” goda Ridwan lagi. Aliya terdiam. Namun dalam hati, ia membenarkan perkataan Ridwan. Di rumah besar itu, bukan, di kediaman yang seperti mansion itu, ia merasa lebih kikuk lagi. Mereka berdua lalu berhenti di depan teras dan R
Read more

BAB 103

Elang menatap lurus ke jalan dari balik lingkaran kemudi yang ia pegang dengan satu tangan. Sesekali ia melirik Aliya yang duduk di samping dan tengah memperhatikan jalan.“Kau akan pergi jauh kemana? Berapa lama?”Terngiang kalimat Aliya yang meski diucapkan pelan, nada kaget dan sedih tersalur jelas dalam tiap katanya. Tapi itu bukan satu-satunya yang membuat Elang kini berpikir keras.Telah terkonfirmasi olehnya, bahwa ternyata Aliya juga bisa mendengar pikirannya. Karena itu, sebisa mungkin Elang mengosongkan pikirannya agar tidak terdengar oleh Aliya.“Kita dengarkan sesuatu dari radio ya? Biar tidak membosankan,” tukas Elang memecah keheningan dalam mobil itu. Melihat Aliya mengangguk kecil, ia pun menekan satu hingga dua tombol sampai terdengar lantunan musik sebuah intro lagu yang cukup dikenal.Lagu You’re still the one yang dinyanyikan Shania Twain mengalun lembut.Aliya membenahi posisi duduknya dan sedikit berdehem membersihkan kerongkongannya.“Kau haus?” tanya Elang.“Ti
Read more

BAB 104

Tak melihat Elang akan menjawabnya, Ridwan menghela napas berat. Ia paham betul bagaimana ini akan menjadi berat bagi keduanya.Memang terlalu dini jika mengatakan bahwa Aliya telah jatuh hati pada Elang. Baik Elang dan Aliya meski mereka baru bertemu sesaat, namun Ridwan dapat melihat mereka berdua yang seakan ditakdirkan bersama dan saling melengkapi.Belum lagi kenyataan bahwa Elang telah memimpikan Aliya sejak usianya di empat belas tahun. Di mana semua anak lelaki yang memasuki masa pubertasnya mengalami mimpi ‘basah’, Elang hanya bermimpi bertemu Aliya.‘Mereka mungkin saja berjodoh.’Ridwan mengangkat kepalanya lalu mendapati Elang yang tengah memegang ponsel miliknya dan ditempelkan di telinga kanannya. Rupanya beberapa saat tadi saat Ridwan tenggelam dalam pikirannya sendiri, Elang telah melakukan panggilan telepon pada seseorang.“Apa kau juga percaya jika saya katakan bahwa saya bisa mendengar pikir
Read more

BAB 105

Nuansa coklat tua menyambut di hadapan Aliya. Dinding abu muda dengan paduan putih menjadi latar kitchen set coklat itu.Pantri.Ya, Aliya berada di pantry, dekat dengan ruang makan.Desain yang sederhana untuk pantri berukuran luas ini. Tempat penyimpan bahan makanan kering dan kemasan ditempatkan di lemari bagian atas.Sementara peralatan dan perabotan memasak disimpan di lemari dan laci bagian bawah. Sudut dinding pantri dibuat rak untuk menempatkan toples makanan kering.Rak yang bersusun empat dengan ambalan dari kaca setebal 10 mm. Satu buah lampu halogen sebagai penerangan, menambah cantik tampilan pantri ini secara keseluruhan.Meja kerja dari bahan granit dan tepat di bawah lemari penyimpanan atas, terbentang jendela datar dan memanjang.Aliya bisa melihat dengan leluasa taman cantik Zen garden, yang merupakan salah satu konsep taman yang konon sering diterapkan di Asia
Read more

BAB 106

Dada Aliya serasa berhenti berdetak. Matanya kini melihat seraut wajah dengan rahang tegas, kini menghadap dirinya juga.Alis cukup tebal menaungi kedua mata jernihnya yang bermanik coklat tua. Hidung mancung, terpahat serasi diatas bibir tipis yang terbentuk indah.Sedikit jambang tebal di sisi kanan kiri telinganya, mempertegas garis aristokrat pria itu. Dan entah mengapa, bisa Aliya pastikan, jika pria itu tersenyum akan tampak segaris lesung di pipi kirinya. Mahakarya Tuhan.Dan Aliya di hadapannya begitu dekat.  Amazing. Charming. Belasan kata pujian melintas cepat dalam benak Aliya. Tapi bukan karena itu ia merasa cemas.Melihatnya, berada di dekatnya, terasa damai dan familiar. Tapi ia sungguh tidak mengerti, mengapa justru setelah melihat raut wajah pria itu, dadanya terasa sesak.Rasa perih menjalar seperti me
Read more

BAB 107

“Miss, punya overview Intermediate dua?” Aliya bertanya pada Nilam yang tengah asyik menggunting potongan gambar.“Perasaan kemarin Miss dah minta deh,” jawab Nilam tapi sambil mencari yang tadi diminta Aliya. “Dimana ya..”“Ada ga?”“Bentar,” sahut Nilam. Ia lalu menepuk jidatnya, “wah lupa aku! Overview sih aku simpan di rumah semua, Miss.”Aliya tersenyum kecil. “Dasar ya, kalo udah ibu-ibu, memang bawaannya lupa melulu.”“Ih, Miss Aliya sendiri? Baru juga kemarin di kopiin, kok sudah menghilang? Wah, curiga di pake ngelap meja nih,” gerutu Nilam bercanda.“Tau nih. Aku simpan dimana ya? Perasaan di laci ini, tapi kok gak ada.” Aliya lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Sebenernya banyak juga nih, yang pada ngilang… Haduh, aneh sekali!”“Apa nih yang aneh?” s
Read more

BAB 108

Pria charming yang mempesona, akan tetapi membuat luka yang sangat perih di hati Aliya. Pertama kali mimpi itu hadir, Aliya tidak terlalu mempedulikannya, meski rasa pedih di hatinya sampai terbawa ketika ia terbangun dari tidur.Tapi setelah tiga kali berturut-turut Aliya bermimpi yang sama, itu mulai menjadi mimpi buruk bagi Aliya. Aliya harus merasakan kepedihan setiap kali ia tidur dan terbangun dini hari.Tidak mungkin ia menceritakan mimpi itu pada seseorang. Karena, tidak akan ada yang percaya bahwa Aliya memiliki mimpi yang sama persis setiap malamnya, hingga malam tadi.Baiklah, katakan saja ada seseorang yang mempercayai ceritanya, tetapi betapa hal yang memalukan, bahwa Aliya memimpikan pria yang sama dan yang jelas, bukan suaminya.Tidakkah orang yang mendengar penuturan Aliya akan berfikir, bahwa Aliya memiliki ‘fantasi’ terhadap sosok lain selain suaminya?Sementara tidak se
Read more

BAB 109

“Stop it, please…” lirih pria itu berkata. Matanya menatap lurus pada Aliya, sendu. Dada Aliya berdebar luar biasa cepat.Nalarnya berkata bahwa ia harus melepaskan pergelangan kirinya dari genggaman pria itu. Tapi Aliya tidak ingin.‘Damn it!’ Aliya merindukan sentuhan itu.‘Ya Tuhan…. Siapa pria ini??? Mengapa terlintas dalam benakku bahwa kami cukup dekat?’ “Le…lepas,” kata Aliya gugup.“Aliya…”‘Ah?? Pria ini bahkan tahu namaku??’“Lepasin tanganku. Sakit,” pinta Aliya sedikit berbohong.Pria itu terdiam, sedetik kemudian segera melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Aliya.“Maaf,” ujarnya lirih.
Read more

BAB 110

“Emm.. itu, soal efek makanan pedas. Tahu dari mana?” akhirnya kalimat itu yang terlontar dari mulut Aliya.“Well… I like reading a lot,” kata pria itu ringan dengan tangan sibuk meracik bumbu. Mengupas bawang merah, bawang putih, jahe, laos, lalu mengirisnya.“Kamu… benar bisa masak?” Aliya bertanya dengan nada ragu.“Let’s see. After I finish it, you tell me.” (Kita lihat nanti. Setelah ini semua selesai, kau bisa tahu)Aliya mengangguk. Sejurus kemudian, untuk mengenyahkan godaan memandangi pria itu terus, Aliya memandang sekeliling.‘Wow.’Aliya baru menyadarinya.Rumah ini begitu besar. Ditata begitu apik dan artistik. Di sebelah ruang pantri terlihat sebuah ruang, yang bagi Aliya tampak seperti ruang keluarga.Tampaknya penghuni rumah ini menyukai benda-benda seni dari berbagai negara, khusu
Read more
PREV
1
...
910111213
...
30
DMCA.com Protection Status