Tak melihat Elang akan menjawabnya, Ridwan menghela napas berat. Ia paham betul bagaimana ini akan menjadi berat bagi keduanya.
Memang terlalu dini jika mengatakan bahwa Aliya telah jatuh hati pada Elang. Baik Elang dan Aliya meski mereka baru bertemu sesaat, namun Ridwan dapat melihat mereka berdua yang seakan ditakdirkan bersama dan saling melengkapi.
Belum lagi kenyataan bahwa Elang telah memimpikan Aliya sejak usianya di empat belas tahun. Di mana semua anak lelaki yang memasuki masa pubertasnya mengalami mimpi ‘basah’, Elang hanya bermimpi bertemu Aliya.
‘Mereka mungkin saja berjodoh.’
Ridwan mengangkat kepalanya lalu mendapati Elang yang tengah memegang ponsel miliknya dan ditempelkan di telinga kanannya. Rupanya beberapa saat tadi saat Ridwan tenggelam dalam pikirannya sendiri, Elang telah melakukan panggilan telepon pada seseorang.
“Apa kau juga percaya jika saya katakan bahwa saya bisa mendengar pikir
Nuansa coklat tua menyambut di hadapanAliya. Dinding abu muda dengan paduan putih menjadi latar kitchen setcoklat itu.Pantri.Ya, Aliyaberada di pantry, dekat dengan ruang makan.Desain yang sederhana untuk pantri berukuran luas ini. Tempat penyimpan bahan makanan kering dan kemasan ditempatkan di lemari bagian atas.Sementaraperalatan dan perabotan memasak disimpan di lemari dan laci bagian bawah. Sudut dinding pantri dibuat rak untuk menempatkan toples makanan kering.Rak yang bersusun empat dengan ambalan dari kaca setebal 10 mm. Satu buah lampu halogen sebagai penerangan, menambah cantik tampilan pantri ini secara keseluruhan.Meja kerja dari bahan granit dan tepat di bawah lemari penyimpanan atas, terbentang jendela datar dan memanjang.Aliyabisa melihat dengan leluasa taman cantik Zen garden,yang merupakan salah satu konsep taman yang konon sering diterapkan di Asia
DadaAliyaserasa berhenti berdetak. Matanya kinimelihat seraut wajah dengan rahang tegas, kini menghadapdirinyajuga.Alis cukup tebal menaungi kedua mata jernihnyayang bermanik coklat tua. Hidung mancung, terpahat serasi diatas bibir tipis yang terbentuk indah.Sedikit jambang tebal di sisi kanan kiri telinganya, mempertegas garis aristokrat pria itu.Dan entah mengapa, bisa Aliya pastikan, jika pria itu tersenyum akan tampak segaris lesung di pipi kirinya.Mahakarya Tuhan.Dan Aliyadi hadapannya begitu dekat. Amazing.Charming.Belasan kata pujian melintas cepat dalam benakAliya. Tapi bukan karena itu ia merasacemas.Melihatnya, berada di dekatnya, terasa damaidan familiar. Tapiiasungguh tidak mengerti, mengapa justru setelah melihat raut wajah pria itu, dadanyaterasa sesak.Rasa perih menjalar seperti me
“Miss, punya overview Intermediate dua?” Aliyabertanya pada Nilam yang tengah asyik menggunting potongan gambar.“Perasaan kemarin Miss dah minta deh,” jawab Nilamtapi sambil mencari yang tadi diminta Aliya. “Dimana ya..”“Ada ga?”“Bentar,” sahut Nilam. Ia lalu menepuk jidatnya, “wah lupa aku! Overview sih aku simpan di rumah semua, Miss.”Aliyatersenyum kecil. “Dasar ya, kalo udah ibu-ibu, memang bawaannya lupa melulu.”“Ih, Miss Aliyasendiri? Baru juga kemarin di kopiin, kok sudah menghilang? Wah, curiga di pake ngelap meja nih,” gerutuNilam bercanda.“Tau nih. Aku simpan dimana ya? Perasaan di laci ini, tapi kok gak ada.” Aliyalalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Sebenernya banyak juga nih, yang pada ngilang… Haduh, aneh sekali!”“Apa nih yang aneh?” s
Pria charmingyang mempesona, akan tetapi membuat luka yang sangat perih di hati Aliya. Pertama kali mimpi itu hadir, Aliyatidak terlalu mempedulikannya, meski rasa pedih di hatinya sampai terbawa ketika ia terbangun dari tidur.Tapi setelah tiga kali berturut-turut Aliyabermimpi yang sama, itu mulai menjadi mimpi buruk bagi Aliya. Aliyaharus merasakan kepedihan setiap kali ia tidur dan terbangun dini hari.Tidak mungkin ia menceritakan mimpi itu pada seseorang. Karena, tidak akan ada yang percaya bahwa Aliyamemiliki mimpi yang sama persis setiap malamnya, hingga malam tadi.Baiklah, katakan saja ada seseorang yang mempercayai ceritanya, tetapi betapa hal yang memalukan, bahwa Aliyamemimpikan pria yang sama dan yang jelas, bukan suaminya.Tidakkah orang yang mendengar penuturan Aliyaakan berfikir, bahwa Aliyamemiliki ‘fantasi’ terhadap sosok lain selain suaminya?Sementara tidak se
“Stop it, please…” lirih pria itu berkata. Matanya menatap lurus padaAliya, sendu. DadaAliya berdebar luar biasa cepat.Nalarnyaberkata bahwa iaharus melepaskan pergelangan kirinyadari genggaman pria itu. Tapi Aliyatidak ingin.‘Damn it!’Aliyamerindukan sentuhan itu.‘Ya Tuhan…. Siapa pria ini??? Mengapa terlintas dalam benakku bahwa kami cukupdekat?’“Le…lepas,” kataAliyagugup.“Aliya…”‘Ah?? Pria ini bahkan tahu namaku??’“Lepasin tanganku. Sakit,” pintaAliyasedikit berbohong.Pria itu terdiam, sedetik kemudian segera melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tanganAliya.“Maaf,” ujarnya lirih.
“Emm.. itu, soal efek makanan pedas. Tahu dari mana?” akhirnya kalimat itu yang terlontar dari mulut Aliya.“Well… I like reading a lot,” kata pria ituringandengan tangan sibuk meracik bumbu. Mengupas bawang merah, bawang putih, jahe,laos,lalu mengirisnya.“Kamu… benar bisa masak?” Aliyabertanya dengan nada ragu.“Let’s see. After I finish it, you tell me.”(Kita lihat nanti. Setelah ini semua selesai, kau bisa tahu)Aliya mengangguk. Sejurus kemudian, untuk mengenyahkan godaan memandangi pria itu terus, Aliya memandang sekeliling.‘Wow.’Aliyabaru menyadarinya.Rumah ini begitu besar. Ditata begitu apik dan artistik. Di sebelah ruang pantri terlihat sebuah ruang, yang bagi Aliya tampak seperti ruang keluarga.Tampaknya penghuni rumah ini menyukai benda-benda seni dari berbagai negara, khusu
“Ayo, dimakan,” pria itu membuyarkan lamunanAliya.Aliya pun meraih sendok di sebelah kanan piring makannya dengan agak ragu. Iamencicipi kuah sayur asem itu. Sebentar mengecap dan mengerjapkan mata beberapa kali.“Enak,” ujarnyatulus.Iamenyendok sekali lagi, dengan kacang panjang sebagai sasaran berikutnya. Kecapan itu tak salah. Sayur asem ituenak.Aliyamelirik pria di seberangnyaitu. Ia juga telah mulai menyendokkan sayur dari mangkuk ke piringnya.“Ini enak,” tambahAliyamenegaskan.“So actually hedidn’t lie when hesaid ‘you needn’t cook for me, I can cook for you’. Right?”(Jadi dia tidak berbohong saat mengatakan ‘kau tidak perlu memasak untukku, karena aku bisa memasak untukmu’. Ya kan?)TanganAliyaterhenti. Dahinyamengerenyit.Tapi ia malah mengatakan,
“Gak aneh-lah. Itu namanya meyakinkan diri sendiri. Kita bertanya pada diri sendiri, apakah yang akan kita lakukan itu memang benar, atau perlu dipertimbangkan kembali,” jelas Diani suatu waktu, saat Aliyamengalami ‘perdebatan’ dengan suara hatinya sendiri, dan ia menanyakan pendapat Diani tentang itu. “Miss Aliyagak aneh, kok. Karena gue sendiri juga sering kaya begitu,” tambahDianilagi. Kala itu Aliyamerasa ada yang tidak beres pada dirinya, saat melihat catatan pada bukunya. Ia yakin tulisan itu miliknya, namun ia tak ingat kapan pernah menulisnya. Aliyamengalami perdebatan dengan hatinya sendiri. Satu sisi mengatakan Aliyamesti mencari tahu alasan ia menulis catatan itu, sementara sisi hati yang lain mengatakan dia tak perlu membuang waktunya untuk hal tak berguna seperti itu. Dan yang terasa sangat aneh baginya adalah, bahwa perdebatan kata hatinya itu begitu kentara. Seolah dua suara dari dua diri yang b